BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Islam adalah agama yang universal. Islam agama yang mengatur segala aspek
kehidupan manusia, secara
garis besar
islam mengatur dua bagian
pokok, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah adalah Hubungan secara vertikal, Yakni mengatur manusia dalam
berhubungan kepada Allah swt sebagai tuhannya. Sedangkan muamalah ialah hubungan secara horizontal, yakni
kegiatan-kegiatan yang menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia yang meliputi aspek ekonomi,
politik, sosial
dan lain sebagainya. Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut aspek
ekonomi seperti jual beli, simpan pinjam, hutang piutang, usaha bersama dan
lain sebagainya
(Al
Rahsyid, 1997).
Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia. Ia berkaitan dengan berbagai macam kebutuhan, seperti
kebutuhan pangan,
sandang dan papan, serta kebutuhan lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sudah
seharusnya manusia bekerja dengan mengolah segala yang telah disediakan
di alam semesta ini, dan dari hasil kebutuhan tersebut kebutuhan manusia
dapat terpenuhi, baik kebutuhan primer, sekunder, dan tertier (Antonio, 2003).
Dalam memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai hak
dan kewajiban yang sama antara satu dengan yang lainnya, seseorang tidak melecehkan
hak dan kewajiban orang lain dengan hawa nafsu, ketamakan, dan keserakahan.
Bentuk-bentuk pelecehan tersebut antara lain seperti adanya riba, penimbunan
harta, tidak memberikan upah kerja yang seyogyanya, memanipulasi harga, dan
monopoli (Ascarya, 2007).
Dalam membimbing manusia menuju kesejahteraan, doktrin
ekonomi yang telah mendominasi dunia kapitalisme, sosialisme, komunisme, dan
doktrin negara kesejahteraan, semuanya terlalu lemah, dan dinilai telah gagal. Lain
halnya dengan Islam, dalam membimbing manusia menuju kesejahteraan Islam
berupaya menegakkan sistem ekonomi yang mengkombinasikan kemajuan ekonomi dan
keadilan dan menjadi standar hidup yang lebih tinggi yang disertai dengan moral
yang adil, bijak dan luhur, baik itu dalam kegiatan ekonomi mikro maupun dalam
ekonomi makro (Ascarya, 2007).
Akuntansi syariah yang
berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Al-Hadis membantu manusia untuk
menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran
dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
secara adil. Hak dan kewajiban itu timbul karena manusia ditugaskan oleh Allah
SWT untuk mengelola bumi secara amanah. Sehingga akuntansi sesungguhnya adalah
alat pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta dan sesama makhluk, yang digunakan
oleh manusia untuk mencapai kodratnya sebagai khalifah (Muhammad, 2008).
Salah
satu pembiayaan yang berlandaskan syariah adalah pembiayaan murabahah,
pembiayaan murabahah merupakan salah satu produk pembiayaan di perbankan syariah
yang paling mendominasi dan banyak diminati oleh masyarakat indonesia. Hal ini
tampak pada Statistik Perbankan Syariah Indonesia Mei 2016 yang dipublikasikan
oleh Otoritas Jasa Keuangan. Nilai transaksi murabahah berada di peringkat
pertama dengan jumlah 203,72 trilliun rupiah, kemudian disusul oleh akad
musyarakah dengan jumlah 64,52 trilliun rupiah dan mudharabah dengan jumlah 14,86
trilliun rupiah (Otoritas jasa keuangan, 2016). Statistik ini menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia sangat tertarik pada produk murabahah yang ditawarkan oleh
Bank Syariah di indonesia.
Dalam
pembiayaan murabahah diperlukan adanya perlakuan akuntansi, perlakuan akuntansi
merupakan sistem akuntansi untuk melihat bagaimana proses pencatatan terhadap
produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-pihak yang terkait
menjadi sistem akuntansi yang dipakai lembaga keuangan syariah. Sedangkan
manfaat dari perlakuan akuntansi akan berdampak pada laporan keuangan syariah
yang disajikan sesuai dengan PSAK No. 101 yang digunakan untuk mengukur kinerja
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan dan berguna untuk pengambilan
keputusan (Budisantoso, 2006).
Namun kenyataannya perlakuan akuntansi pembiayaan
murabahah belum di imbangi dengan perlakuan akuntansi yang baik, buktinya masih
banyak entitas atau bank syariah yang masih melanggar ketentuan yang ada di
PSAK No 102. Berikut penelitian yang terkait dengan perlakuan akuntansi
murabahah yang mengungkapkan bahwa penjual masih salah dalam penerapannya:
Novan (2013), Nurdiani (2014) dan Usyaqi (2014). Meneliti diperbankan syariah
dan Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perlakuan akuntansi murabahah tidak
mematuhi PSAK 102 Tahun 2007 dan PSAK 102 Revisi Tahun 2013. karena memberikan
pembiayaan kepada nasabah untuk memperoleh persediaan murabahah dan mengukur
keuntungan murabahah menggunakan metode anuitas adalah dua perlakuan akuntansi
yang diatur PSAK 55. Sedangkan dari segi pencatatan pada perlakuan akuntansi
murabahah belum sesuai dengan PSAK No 102 dan pencatatan jurnal pada saat
perhitungan tunggakan berdasarkan PSAK No 102 (Budisantoso, 2006).
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis
paparkan. Maka disusunlah
rumusan masalah sebagai berikut.:
1.
Apa definisi
akad murabahah?
2.
Apa saja jenis – jenis akad murabahah?
3.
Apa saja dasar
syariah akad murabahah?
4.
Bagaimana perlakuan akuntansi
murabahah menurut
PSAK 102?
1.3
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan
masalah diatas. maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa
definisi akad mudharabah?
2.
Untuk mengetahui apa
saja
jenis – jenis akad murabahah?
3.
Untuk mengetahui apa
saja dasar syariah akad murabahah?
4.
Untuk mengetahui bagaimana
perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102?
1.4
Manfaat Penulisan
1.
Bagi penulis, Makalah
ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang akad murabahah,
serta dapat memperoleh nilai tugas untuk mata kuliah akuntansi syariah.
2.
Bagi pihak lain, Makalah
ini dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk bahan referensi dalam melakukan penelitian ilmiah.
BAB II ISI
2.1 Definisi Akad Murabahah
Secara
luas jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela,
menurut Muhammad (2005), jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad)
yang dapat dibenarkan (sesuai syariah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang
dengan barang, barang dengan barang (barter) atau pertukaran uang dengan uang
misalnya pertukaran nilai mata uang dengan yen.
Menurut
Wasilah (2013), Muslim harus mengetahui jual beli yang diperbolehkan dalam
syariah, agar harta yang dimiliki halal dan baik. Seperti kita ketahui, jual
beli adalah salah satu aspek dalam muamalah (hubungan manusia dengan manusia),
dengan kaidah dasar semua boleh kecuali ada dalil yang melarang. Kalau belum
tahu mana yang di bolehkan dalam syariah, atau belum mengetahui suatu ilmu
tertentu, kita wajib mencari tahu sebagaimana sabda rasulullah: “Menuntut ilmu
itu diwajibkan bagi setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah).
Kata
al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu yang berarti kelebihan
dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena salah
satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang
lainnya. sedangkan secara istilah, Bai’ul murabahah adalah jual beli dengan
harga awal disertai dengan tambahan keuntungan (Rizal Yaya, 2013). Menurut PSAK
59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah paragraf 52 dijelaskan bahwa murabahah
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Menurut
Para ahli hukum Islam dalam (Hardjono, 2008)
mendefinisikan bai’ al-murabahah sebagai berikut :
1.
Abd
ar-Rahman al-Jaziri mendefinisikan bai’
al-murabahah sebagai menjual barang dengan harga pokok beserta keuntungan
dengan syarat-syarat tertentu.
2.
Ibn
Rusyd filosof dan ahli hukum Maliki
mendefinisikannya sebagai jual-beli di mana penjual menjelaskan kepada pembeli
harga pokok barang yang dibelinya dan meminta suatu margin keuntungan kepada
pembeli.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan jual-beli murabahah adalah suatu bentuk jual beli
di mana penjual memberi tahu kepada pembeli tentang harga pokok (modal) barang
dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok tersebut kemudian memberikan
margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan beserta dengan
syarat – syarat tertentu. Tentang “keuntungan yang disepakati”, penjual harus
memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah
keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut.
2.2
Jenis - Jenis Akad Murabahah
Menurut
Wasilah (2013), jenis – jenis akad murabahah sebagai berikut:
1.
Murabahah dengan pesanan (murabaha to the purchase order)
Dalam murabahah jenis ini, penjual
melakukan pembelian barang setelah ada pesanan dari pembeli. Pada bank syariah,
bank baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apa bila ada
nasabah yang memesan barang sehingga penyediaan barang baru di lakukan jika ada
pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait
langsung dengan pesanan atau pembelian barang tersebut. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat
mengikat dan tidak mengikat pembeli
untuk membeli barang pesananya, kalau bersifat mengikat maka pembeli harus
membeli barang pesanannya dan tidak dapat membatalkan pesananya . jika aset
murabahah yang telah dibeli oleh penjual dalam murabahah pesanan mengikat,
mangalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai
tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.
Keterangan :
(1) Melakukan akad murabahah
(2) Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
(3) Barang diserahkan dari produsen
(4) Barang diserahkan kepada pembeli
(5) Pembayaran dilakukan oleh pembeli
2.
Murabahah tanpa pesanan
Murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat,
dimana pembeli langsung membeli barang dagang yang telah tersedia untuk dijual
oleh si penjual. Pada bank syariah Barang yang di sediakan oleh pihak bank
adalah merupakan menjadi tanggung jawab dari pihak bank itu sendiri sebagai
penjual.
Dimana bank syariah menyediakan barang
ataupun persediaan barang yang akan diperjual belikan dilakukan tanpa
memperhatikan ada nasabah yang membeli atau tidak. Sehingga proses pengadaan
barang dilakukan sebelum transaksi jual beli murabahah dilakukan.
Keterangan
:
(1) Melakukan akad murabahah
(2) Barang diserahkan kepada pembeli
(3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli
2.3
Dasar Syariah Akad Murabahah
Menurut
wasilah (2013), sumber hukum akad
murabahah terdiri dari:
2.3.1 Sumber
Hukum Akad Murabahah
a) Al-Quran
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu” (QS. 4:29).
“Hai orang – orang yang beriman penuhilah akad – akad
itu” (QS. 5:1).
“Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. 2:275).
“...dan jika
(orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia
berkelapangan.” (QS 5:2).
“...dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa...” (QS. 5:2).
“Hai orang yang
beriman! Jika kamu melakukan transaksi utang piutang untuk jangka waktu yang
ditentukan, tuliskanlah...” (QS 2:282).
b) Al
– Hadis
Dari Abu Sa‘id
Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan
suka sama suka.” (HR. Al Baihaqi, Ibnu Majah, dan shahih menurut Ibnu Hibban).
Rasulullah
saw bersabda, ” Ada tiga hal yang mengandung keberkahan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah tangga bukan untuk dijual.” (HR.Ibnu Majah dari Shuhaib).
”
Allah mengasihi orang yang memberikan kemudahan bila ia menjual dan membeli
serta di dalam menagih haknya” (Dari Abu Hurairah).
”
orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan
melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba Nya
selama ia (suka) menolong saudaranya.” (HR Muslim).
”Menunda-nunda
(pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan
pemberian sangsi kepadanya” (HR Abu Dawud, Ibn Majah, dan Ahmad).
“Penundaan
(pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman.” (HR
Bukhari & Muslim).
”Sumpah
itu melariskan barang dagangan, akan tetapi menghapus keberkahannya” (HR Al Bukhari).
c)
Al-Ijma
Transaksi ini
sudah dipraktekkan di berbagai kurun dan tempat tanpa ada yang mengingkarinya,
ini berarti para ulama menyetujuinya (Ash-Shawy, 1990., hal. 200).
d)
Kaidah Fiqh, yang
menyatakan:
“Pada dasarnya,
semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
e)
Fatwa Dewan Syariah
Nasonal Majelis Ulama Indonesia No.04/DSN-MUI/IV/2000, tentang MURABAHAH.
2.3.2 Rukun dan Ketentuan Akad Murabahah
Menurut
Wasilah (2013), jenis – jenis akad
murabahah sebagai berikut:
1. Pelaku
Pelaku
cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan), sehingga jual beli dengan
orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan anak kecil dianggap
sah, apabila seizin walinya.
2. Objek Jual Beli, harus memenuhi:
a.
Barang yang diperjualbelikan adalah barang halal
Maka
semua barang yang diharamkan oleh Allah, tidak dapat di jadikan sebagai objek
jual beli, kareana barang tersebut dapat menyebabkan manusia bermaksiat/melanggar
larangan Allah. Hal ini sesuai dengan hadis berikut: “Sesungguhnya Allah
apabila mengharamkan sesuatu juga mengharamkan harganya.” (HR. Bukhari Muslim).
b.
Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya atau memiliki
nilai, dan bukan merupakan barang-barang yang dilarang di perjualbelikan,
misalnya: jual beli barang yang kadaluwarsa.
c.
Barang tersebut dimiliki oleh penjual
Jual
beli atas barang yang tidak di mkiliki oleh penjual adalah tidak sah karena
bagaimana mungkin ia dapat menyerahkan kepemilikan barang kepada orang lain atas
barang yang bukan miliknya.
Jual
beli oleh bukan pemilik barang seperti ini, baru akan sah apabila mendapat izin
dari pemilik barang. Misalnya: seorang suami menjual harta milik istrinya,
sepanjang si istri mengizinkan maka sah akadnya. Contoh lain, jual beli barang
curian adalah tidak sah karena status kepemilikan barang tersebut tetap pada si
pemilik harta.
“Tidak
sah jual beli selain mengenai barang yang dimiliki.” (HR. Abu daud dan Tirmizi).
d.
Barang tersebut dapat di serahkan tanpa tergantung dengan kejadian tertentu di
masa depan
Barang
yang tidak jelas waktu penyerahannya adalah tidak sah, karena dapat menimbulkan
ketidakpastian (gharar), yang pada gilirannya dapat merugikan salah satu pihak
yang bertransaksi dan dapat menimbulkan pearsengketaan.
Misalnya:
saya jual mobil avanzaku yang hilang dengan harga Rp. 40.000.000 si pembeli
berharap mobil itu akan ditemukan. Demikian juga jual beli atas barang yang
sedang di gadaikan atau telah diwakafkan.
e.
Barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat diidentifikasikan
oleh pembeli sehingga tidak ada gharar (ketidakpastian).
f.
Barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnsysa dengan jelas,
sehingga tidak ada gharar.
g.
Harga barang tersebut jelas
Harga
atas barang yang diperjualbelikan diketahui oleh pembeli dan penjual berikut
cara pembayarannya tunai atau tangguh (tidak tunai) sehingga jelas.
h.
Barang yang diakadkan ada di tangan penjual.
3. Ijab kabul
Pernyataan
dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan
secara verbal, tertulis, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Apabila
jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syariah maka kepemilikannya,
pembayarannya dan pemanfaatan atas barang yang diperjualbelikan menjadi halal.
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsur utama dari jual beli kerelaan
kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan qabul
yang dilangsungkan.
Untuk
itu, para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah
sebagai berikut:
a.
Qabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan: "Saya jual buku
ini seharga Rp. 15.000,-".
b.
Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua belah pihak yang
melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang sama.
2.4
Perlakuan Akuntansi
Murabahah (PSAK 102)
Menurut Wasilah (2013) PSAK
No.102 merupakan sistem akuntansi yang
melihat bagaimana proses pencataan terhadap produk pembiayaan yang
memakai sistem jual beli dari pihak-pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi
yang dipakai di lembaga syariah.
a. Akuntansi
untuk penjualan
1.
Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan
(D) Aset Murabahah xxx
(K) Kas xxx
2.
Untuk murabahah pesanan meningkat, pengukuran aset murabahah setelah perolehan
adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset
karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah,
penurunan nilai terebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset. Jika terjadi
penurunan nilai untuk murabahah pesanan mengikat, maka jurnalnya:
(D) Beban penurunan nilai xxx
(K) Aset Murabahah xxx
Jika
terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan tidak mengikat, maka jurnalnya
(D) Kerugian penurunan nilai xxx
(K) Aset
murabahah xxx
3. Apabila
terdapat diskon pada saat pembelian aset murabahah, maka :
(a) akan menjadi
pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah,
Jurnal:
(D) Aset Murabahah (net) xxx
(K) Kas xxx
(b) menjadi kewajiban
kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang
disepakati menjadi hak pembeli;
(D) Kas xxx
(K) Utang xxx
(c) menjadi tambahan
keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan seusai akad
menjadi hak penjual.
(D) Kas xxx
(K) Keuntungan
Murabahah xxx
(d) pendapatan operasi
lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad
(D) Kas xxx
(K) Pendapatan
Operasional lain xxx
4. Kewajiban
penjual kepada pembeli atas pengembalian potongan tersebut akan tereliminasi
pada saat :
(a) dilakukan
pembayaran kepada pembeli, Jurnal:
(D) Utang xxx
(K) Kas xxx
(b) akan
dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh
penjual :
(D) Utang xxx
(K) Kas xxx
(D) Dana kebajikan – kas xxx
(K) Dana
Kebajikan-
Pendapatan
denda xxx
5. Pengakuan keuntungan
murabahah:
a.
jika penjualan dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa,
angsuran murabahah tidak melebihi 1 periode laporan keuangan, maka murabahah
diakui pada saat terjadinya akad murabahah:
(D) Kas xxx
(D) Piutang Murabahah xxx
(K)
Aset Murabahah xxx
(K)
Keuntungan xxx
b.
Namun apabila angsuran lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah sebagai
berikut:
1.)
keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah dengan syarat apabila resiko
penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir a.
2.)
keutungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih
dari piutang murabahah, metode ini digunakan untuk transaksi murabahah tangguh
dimana ada resiko piutang tidak tertagih relatif besar dan / beban untuk
mengelolah dan menagih piutang yang re;latif besar, maka jurnalnya:
(D) Piutang Murabahah xxx
(K) aset murabahah xxx
(K) Keuntungan tangguhan xxx
Pada
saat penerimaan angsuran:
(D) Kas xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(D) Keuntungan tangguhan xxx
(K) Keuntungan xxx
3.)
Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih, metode ini
digunakan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak
tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar.
Pencatatanya sama dengan poin 2, hanya saja jurnal pengakuan keuntungan dibuat
saat seluruh piutang telah salesai ditagih.
6.
Pada saat akad murabahah piutang diakui sebesar biaya perolehan ditambah dengan
keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang
murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi sama dengan
akuntansi konvensional, Yaitu: saldo piutang – penyisihan kerugian piutang.
Jurnal untuk penyisihan piutang tak tertagih:
(D) Beban Piutang tak tertagih xxx
(K) Penyisihan piutang tak tertagih xxx
7.
Potongan pelunasan piutang murabahah diberikan pada saat pelunasan, diakui
sebagai pengurang keuntungan murabahah dan dapat dilakukan dengan cara:
(a)
Diberikan pada saat pelunasan, jurnal:
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan
Ditangguhkan xxx
(K) Piutang Murabahah
xxx
(K) Keuntungan murabahah xxx
(net setelah dikurangi potongan pelunasan)
(b)
memberikan setelah pelunasan (penjual menerima pelunasan dan membayarkan
potongan kepada pembeli). Jurnal:
Pada saat penerimaan piutang dari pembeli:
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan murabahah xxx
Pada
saat pengembalian kepada pembeli:
(D) Keuntungan murabahah xxx
(K) Kas xxx
(c) Jika
potongan diberikan karena adanya penurunan kemampuan pembayaran pembeli diakui
sebagai beban.
(D) Kas xxx
(D) Keuntungan Ditangguhkan xxx
(D) Beban xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(K) Keuntungan
Murabahah xxx
8.
Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya, dan denda yang
diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
(D) Dana Kebajikan-Kas xxx
(K) Dana Kebajikan-
Pendapatan
denda xxx
9. Pengakuan dan pengukuran uang muka :
- uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar
jumlah yang
diterima
;
- pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka
diakui sebagai
pembayaran piutang
(merupakan bagian pokok)
- Jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka
dikembalikan kepada
pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya biaya yang
telah dikeluarkan oleh penjual.
Jurnal yang terkait
dengan penerimaan uang muka:
a. Penerimaan uang muka dari pembeli:
(D) Kas
xxx
(K) Utang
lain-uang
muka murabahah xxx
b. Apabila murabahah jadi dilaksanakan
(D) Utang lain-uang
muka murabahah xxx
(K) Piutang
Murabahah xxx
Sehingga untuk penentuan marjin keuntungan diberdasarkan
atas nilai piutang (harga jual kepada pembeli setelah dikurangi uang muka).
10. Pesanan
dibatalkan, jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih besar
daripada biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi
permintaan calon pembeli maka selisihnya dikembalikan pada calon pembeli.
(D) Utang lain-uang
muka
murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx
(K) Kas /Utang xxx
Pesanan dibatalkan, jika
uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih kecil daripada biaya yang
telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi permintaan calon pembeli,
maka penjual dapat meminta pembeli untuk membayarkan kekurangannya kekurangannya.
(D) Kas/Piutang xxx
(D) Utang lain-uang
muka
murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx
Pesanan dibatalkan, dan
perusahaan menanggung kekurangan nya atau uang muka sama dengan beban yang
dikeluarkan:
(D) Utang lain-uang
muka
murabahah xxx
(K) Pendapatan operasional xxx
11. Penyajian
Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang
dapat direalisasikan: saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang. Margin murabahah tangguhan
disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
12. Pengungkapan
Penjual
mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak terbatas pada:
(a)
harga perolehan aset murabahah
(b)
janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan;
dan
(c)
pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah
b.
Akuntansi untuk pembeli
1. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui
sebesar biaya perolehan murabahah tunai.
(D) Aset xxx
(K) Kas xxx
Utang yang
timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah sebesar
harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan), aset dicatat sebesar biaya perolehan tunai
dan selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai
diakui sebagai beban murabahah tangguhan.
(D) Aset xxx
(D) Beban Murabahah
Tangguhan xxx
(K) Utang murabahah
xxx
2. Beban
murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi
pelunasan utang murabahah.
(D) Utang murabahah xxx
(K) Kas xxx
(D) Beban xxx
(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx
3. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah,
diperlakukan sebagai pengurang beban murabahah tangguhan.
Jurnal Diskon
pembelian yg diterima setelah akad Murabahah
(D) Kas xxx
(K) Beban Murabahah Tangguhan xxx
Jurnal
potongan pelunasan dan potongan hutang murabahah:
(D)
Utang Murabahah xxx
(D)
Beban Murabahah xxx
(K)
Kas xxx
(K)
Beban Murabahah Tangguhan xxx
4. Denda
yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad
diakui sebagai kerugian.
(D)
Kerugian xxx
(K) Kas/Utang xxx
5. Uang
muka
Pembeli
membayarkan uang muka.
(D) Uang muka xxx
(K) Kas xxx
Jika
sudah memberikan uang muka, maka ketika penyerahan barang jurnalnya:
(D) Aset xxx
(D) Beban murabahah tangguhan xxx
(K) Uang muka xxx
(K) Utang murabahah xxx
Jika
pembeli membatalkan dan dikenakan biaya, maka diakui sebagai kerugian. Apabila
biaya yang dikenakan lebih kecil dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kas xxx
(D) Kerugian xxx
(K) Uang muka xxx
Sedangkan
biaya yang dikenakan lebih besar dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kerugian xxx
(K) Uang muka xxx
(K) Kas atau uatang xxx
Pengakuan
dan pengukuran urbun (uang muka) adalah sebagai berikut:
a.
Urbun diakui sebagai uang muka pembeli sebesar jumlah yang diterima bank pada
saat diterima.
b.
Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah maka urbun diakui sebagai pembayaran
piutang.
c.
Jika barang batal dibeli oleh nasabah maka urbun dikembalikan kepada nasabah
setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh bank.
6. Penyajian
Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra
account) utang murabahah.
7.
Pengungkapan
Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan
transaksi murabahah, tetapi tidak
terbatas pada:
(a) nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi
murabahah;
(b) jangka waktu murabahah tangguh
(c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
2.5 Ilustrasi Akuntansi Akad
Murabahah
Contoh ilustrasi akuntansi akad murabahah dalam wasilah (2013).
1. Tunai
Transaksi Murabahah Tunai Dengan Pesanan
Transaksi (dalam
ribuan rupiah)
|
Penjual
|
Pembeli
|
||
|
Debit
|
Kredit
|
Debit
|
Kredit
|
1 januari 2016
Penjual dan pembeli melakukan akad murabahah. penjual membeli dari pihak
lain barang yang akan dijual kepada pembeli. Penjual
membeli persediaan dari pihak lain dengan harga Rp100.000 dan akan diserahkan
pada 1 juni 2016. Pesanan meningkat.
|
Aset Murabahah 100.000
|
Kas / Utang 100.000
|
|
|
1 maret 2016
Jika terjadi penurunan nilai sebelum barang pesanan diserahkan kepada
pembeli sebesar Rp5.000
|
Beban Penurunan
Nilai 5.000
|
Aset Murabahah 5.000
|
|
|
1 juni 2016
Penjual sesuai akad menyerahkan barang kepada pembeli dengan nilai
Rp115.000
|
Kas 115.000
|
Pendapatan Margin Murabahah
20.000
Aset murabahah 95.000
|
Aset 115.000
|
Kas 115.000
|
Transaksi Murabahah Tunai Pesanan Tidak Mengikat
Transaksi (dalam
ribuan rupiah)
|
Penjual
|
Pembeli
|
||
|
Debit
|
Kredit
|
Debit
|
Kredit
|
1 januari 2016
Jika penjual memperoleh aset murabahah dengan harga
belisebesar Rp100.000
|
Aset Murabahah 100.000
|
Kas / Utang 100.000
|
|
|
1 maret 2016
Jika terjadi penurunan
nilai sebelum barang pesanan diserahkan kepada pembeli sebesar Rp5.000. Pesanan
tidak mngikat.
|
Kerugian Penurunan Nilai 5.000
|
Aset Murabahah 5.000
|
|
|
15 maret 2016
Penjual sesuai akad
menyerahkan barang kepada pembeli dengan nilai Rp115.000. Secara tunai.
|
Kas 115.000
|
Pendapatan Margin Murabahah
20.000
Aset Murabahah 95.000
|
Aset 115.000
|
Kas 115.000
|
1 april 2016
Apabila diskon
diberikan oleh pihak ketiga setelah akad ditandatangani oleh pembeli dan
penjual, sebesar Rp5.000 dan biaya pengembalian diskon Rp1.000.
|
|
|
|
|
Pada
saat menerima diskon dari pihak ketiga
|
|
|
|
|
Jika
merupakan hak pembeli :
|
|
|
|
|
Saat diskon diterima
|
Kas 4.000
|
Utang 4.000
|
|
|
Saat diskon dibayarkan kepada pembeli
|
Utang 4.000
|
Kas 4.000
|
Kas 4.000
|
Aset 4.000
|
Saat diskon tidak dapat dibayarkan kepada pembeli karena pembeli tidak
diketahui secara pasti keberadaanya
|
Dana Kebajikan-Kas 4.000
|
Dana Kebajikan-Denda 4.000
|
|
|
Jika merupakan hak
penjual :
|
|
|
|
|
Saat diskon diterima dan diperjanjikan dalam akad
|
Kas 4.000
|
Pendapatan Margin Murabahah
4.000
|
|
|
Jika tidak dijanjikan dalam akad
|
Kas 4.000
|
Pendapatan Operasional
Lain 4.000
|
|
|
2. Non-Tunai
Tidak Menggunakan Akun Penjualan dan Harga Pokok
Penjualan Ketika Barang Diserahkan (biasa digunakan daam lembaga keuangan)
Transaksi (dalam
ribuan rupiah)
|
Penjual
|
Pembeli
|
||
|
Debit
|
Kredit
|
Debit
|
Kredit
|
1 januari 2016
Penjual dan pembeli
melakukan akad murabahah pesanan mengikat. Penjual membeli dari pihak
lainbarang yang akan dijual kepada pembeli.
Penjual membeli persediaan dari pihak lain dengan harga Rp200.000 dan
akan diserahkan pada 1 juni 2016 akan dibayarkan dalam dua kali angsuran.
|
Aset Murabahah 200.000
|
Kas / Utang 200.000
|
|
|
1 juni 2016
Penjualan sesuai akad
menyerahkan barang kepada pembeli dengan nilai Rp250.000 secara tidak tunai
dan akan dibayar selama 2 tahun. Nilai tunai dari aset Rp200.000. dengan 2
kali angsuran.
|
Piutang Murabahah
250.000
|
Margin Murabahah
Tangguhan 50.000
Aset Murabahah 200.000
|
Aset 200.000
Beban Murabahah Ditangguhkan 50.000
|
Utang 250.000
|
|
(Margin murabahah tangguhan
akan diamortisasi sepanjang akad)
|
(beban murabahah ditangguhkan akan diamortasi sepanjang akad)
|
||
1 juni 2017
Pembayaran sebesar
Rp125.000
|
Kas 125.000
Margin Murabaha Tangguhan
25.000
|
Piutang Murabahah 125.000
Pendapata Margin Murabahah
25.000
|
Utang
Murabahah 125.000
Beban Murabahah 25.000
|
Beban Murabahah Ditangguhkan 25.000
Kas 125.000
|
1 juni 2018
Pembayaran sesuai Rp125.000
|
Kas 125.000
Margin MurabahahTangguhan 25.000
|
Piutang Murabahah 125.000
PendapatanMargin Murabaha 25.000
|
Utang Murabahah 125.000
Beban Murabahah 25.000
|
Beban Murabahah Ditangguhkan 25.000
Kas 125.000
|
Penyelesaian Utang Piutang Murabahah Bermasalah
Restrukturisasi Utang Piutang
Transaksi (dalam
ribuan rupiah)
|
Penjual
|
Pembeli
|
||
|
Debit
|
Kredit
|
Debit
|
Kredit
|
12 Mei 2018
penjual dan pembeli melakukan akad murabahah. Penjual membeli dari pihak
lain barang yang akan dijual kepada pembeli dengan
harga Rp1.000.000. barang akan diserahkan pada pembeli tanggal 1 juni
2018
|
Aset 1.000.000
|
Kas/utang 1.000.000
|
|
|
1 juni 2018
penjual menyerahkan barang kepada pembeli dengan nilai Rp1.250.000. secara
tidak tunai dan akan dibayar selama 10 x angsuran.
|
Piutang Murabahah 1.250.000
|
Margin Murabahah
Tangguhan 250.000
Aset
1.000.000
|
Aset
1.000.000
Beban Murabahah
Tangguhan 250.000
|
Utang 1.250.000
|
Margin Murabahah
Tangguhan akan diamortisasi sepanjang akad proporsional dengan piutang yang
dilunasi
|
Beban Murabahah
Tangguhan akan diamortisasi sepanjang akad proporsional dengan utang yang
dilunasi
|
|||
Jurnal setiap pembayaran angsuran
|
Kas
125.000
Margin Murabahah
Tangguhan 25.000
|
Piutang Murabahah 125.000
Pendapatan Margin
Murabahah25.000
|
Utang Murabahah 125.000
Beban
Murabahah 25.000
|
Beban Murabahah
Tangguhan 25.000
Kas 125.000
|
Sampai dengan angsuranke-5, pembeli dapat membayarangsuran dengan baik.
Untuk angsuran berikutnya pembeli mengalami penurunan kemampuan bayar,
sehingga penjual memutuskan akan melakukan rekstrukturisasi utang
murabahahnya. Posisi terakhir dari akun terkait dengan utang piutang
murabahah adalah:
|
Piutang murabahah
625.000
Margin Murabhah Tangguhan
(125.000)
500.000
|
Utang murabahah
625.000
Beban Murabahah Tangguhan
(125.000)
500.000
|
Jika
Rekstrukturisasi Utang Piutang Murabahah Bermasalah dalam Bentuk Pemberian Potongan
Tagihan Murabahah
Transaksi (dalam ribuan rupiah)
|
Penjual
|
Pembeli
|
||
|
Debit
|
Kredit
|
Debit
|
Kredit
|
Apabila penjual memberi potongan tagihan
sebesar Rp75.000 sehingga saldo piutang/utang menjadi Rp550.000
(625.000-75.000).
|
Margin Murabahah Tangguhan 75.000
|
Piutang
Murabaha 75.000
|
Utang Murabaha 75.000
|
Beban Murabaha Tangguhan 75.000
|
Angsuran keenam dan seterusnya Rp
110.000 (550.000/5)
|
Kas 110.000
Margin
Murabahah Tangguhan 10.000
|
Piutang Murabahah110.000
PendapatanMargin Murabahah10.000
|
Utang Murabahah110.000
Beban Murabahah10.000
|
Beban Murabahah Tangguhan 10.000
Kas 110.000
|
Apabila penjual memberi potongan tagihan
sebesar Rp175.000 sehingga saldo piutang/utang menjadi Rp450.000
(625.000-175.000)
|
Margin Murabahah Tangggungan 125.000
Kerugian Restrukturisasi 50.000
|
Piutang Murabahah175.000
|
Utang Murabahah175.000
|
Beban Murabahah Tangguhan 125.000
Keuntungan Restrukturisasi 50.000
|
Angsuran
keenam dan seterunya Rp 90.000 (450.000/5); saldo keuntungan tangguhan dan
beban tangguhan sudah Rp 0.
|
Kas 90.000
|
Piutang Murabahah90.000
|
Utang Murabahah90.000
|
Kas
90.000
|
Jika
Rekstrukturisasi Utang Piutang Murabahah Bermasalah dalam Bentuk Penjadwalan Kembali
Tagihan Murabahah
Transaksi (dalam ribuan rupiah)
|
Penjual
|
Pembeli
|
||
|
Debit
|
Kredit
|
Debit
|
Kredit
|
Apabila penjual memberi perpanjangan
waktu, di mna seharusnya pembeli harus melunasi 5 angsuran lagi (angsuran
ke-6 sampai ke-10) menjaadi 10 kali angsuran untuk saldo utang/piutang yang
ada, maka besarnya angsuran menjadi lebih kecil yaitu Rp 62.500 (625.000/10)
Untuk setiap kali
angsuran
|
Kas 62.000
Margin Murabahah Tangguhan
12.500
|
Piutang Murabahah 62.500
Pendapata Margin
Murabaha 12.500
|
Utang Murabahah62.500
Beban Murabahah12.500
|
Beban
MurabahahTangguhan 12.500
Kas 62.500
|
Jika
Rekstrukturisasi Utang Piutang Murabahah Bermasalah dalam Bentuk Konversi Akad
Transaksi (dalam ribuan rupiah)
|
Penjual
|
Pembeli
|
||
|
Debit
|
Kredit
|
Debit
|
Kredit
|
Apabila Aset pembeli dijual kepada
penjual dengan nilai pasar Rp 800.000.
|
Aset 800.000
|
Kas 800.000
|
Kas 800.000
|
Aset 800.000
|
Pelunasan Utang
Piutang
|
Margin Murabahah
Tangguhan 125.000
Kas 625.000
|
Pendapatan Margin
Murabahah125.000
Piutang Murabahah625.000
|
Utang Murabahah625.000
Beban Murabahah125.000
|
Beban Murabahah
Tangguhan 125.000
Kas 625.000
|
Kemudian selisih nilai jual aset dengan
utang dapat digunakan sebagai uang muka IMBT, bagian modal mudharabah
musyarakah atau musyarakah menurun. Perlakuan akuntansinya mengikuti
masing-masing jenis akad tersebut
|
Kas 175.000
|
Dana Syirkah Temporer 175.000
|
Investasi Musyaraka
/Beban Sewa 175.000
|
Kas 175.000
|
Apabila aset pembeli dijual ke penjual
dengan nilai pasar Rp550.000
|
Aset 550.000
|
Kas 550.000
|
Kas 550.000
|
Aset 550.000
|
Margin Murabahah
Tangguhan 125.000
Kas 550.000
Piutang lain-lain 75.000
|
Pendapatan Margin
Murabahah125.000
Piutang Murabahah625.000
|
Utang Murabahah625.000
Beban Murabahah125.000
|
Beban Murabahah
Tangguhan 125.000
Kas 550.000
Utang lain-lain 75.000
|
|
Apabila debitur
melunasi sisanya
|
Kas 75.000
|
Piutang Lain-lain 75.000
|
Utang Lain-lain 75.000
|
Kas 75.000
|
Apabila debitur
membebaskan sisa utang debitur
|
Kerugian Restrukturisasi
75.000
|
Piutang 75.000
|
Utang 75.000
|
KeuntunganRestrukturi
asi 75.000
|
2.6 Harga
Kredit lebih tinggi dari harga tunai
Meskipun
para ulama generasi awal tidak menyetujui harga yang lebih tinggi pada jual
beli pembayaran tunda, para pengikut mazhab hanafi, mazhab syafi’i dan beberapa
fuqaha dari mazhab-mazhab lain menganut pandangan bahwa kenaikan harga pada
jual-beli dengan pembayaran tunda adalah boleh (syaukani, V: 152).
Menurut
ulama dari mazhab hanbali, ibn qayyim, “ketika seseorang menjual sesuatu dengan
harga seratus (rupiah) bila dibayar tunda, atau dengan harga lima puluh
(rupiah) bila dibayar tunai, maka tidak ada riba dalam hal ini” (syihata, tt
:104), baghawi (w. 516) 1122 menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pendapat
mengenai murabahah dengan syarat bahwa si pembeli dan penjual setuju terhadap
salah satu harga (dari dua harga yaitu harga tunai dan harga kredit) (VIII,
143).
Ini,
katanya, adalah pendapat thomas (w.106/725). Pandangan ini secara tidak
langsung mengatakan bahwa mengenakan harga yang lebih tinggi pada jual beli
dengan pembayaran tunda adalah haram kecuali jika si penjual berkata kepada
pembeli, “saya akan menjual barang ini dengan harga sekian kalau tunai dan
dengan harga sekian kalau kredit.” Jika si penjual sejak awal mengatakan bahwa
ia akan menjual barang dengan harga sekian dan sekian untuk kredit dan ia tidak
menyebutkan berapa harga tunainya, tidak ada masalah ketidaksahan di sini.
Banyak fuqaha, termasuk sarakhsi (w.483/1090), marghinani, ibn qudmah, da
Nawawi secara tegas menyatakan bahwa pengenaan harga yang lebih tinggi pada
jual-beli kredit adalah praktik yang biasa dalam perdagangan, dan berdasarkan
hal ini, para fuqaha memperbolehkan harga yang lebih tinggi (Muhammad, 2005).
2.7 Jaminan untuk pembiayaan murabahah
Meminta
jaminan atas uang pada dasarnya bukanlah sesuatu yang tercela, demikian menurut
Al-Qur’an dan sunnah. Al-Qur’an memerintahkan umat islam untuk menulis tagihan
utang mereka, dan jika perlu, meminta jaminan atas utang itu (Al-Qur’an,
2:283).
Dalam
sejumlah kesempatan, nabi memberikan jaminannya kepada krediturnya atas utang
beliau. Jaminan adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa hak-hak
krediturnya tidak akan dihilangkan, dan untuk menghindarkan diri dari “memakan
harta orang dengan cara bathil” (Al-Qur’an, 2:188; 4:161 ; 9:34).
Namun
demikian, karena meminta jaminan dipandang oleh para pendukung perbankan islam
sebagai suatu penghemat dalam aliran dana bank untuk para pengusaha kecil,
bank-bank islam cenderung mengkritik bank-bank konvensional terlalu
‘berorientasi jaminan’ (security
oriented). Dalam kalimat international islamic bank for investment and
development (IIBID), jaminan-jaminan adalah’unsur terpenting’ dalam keputusan
memberikan pinjaman oleh bank konvensional. Secara tidak langsung ini
menyatakan bahwa bagi bank islam, jaminan bukanlah soal penting dalam keputusan
pembiayaan (Muhammad, 2005).
2.8 Penyebab
akad murabahah belum seratus persen syariah syariah
Menurut
Rizal, Yaya (2013), hal yang menyebabkan akad murabahah belum dapat diterapkan
seratus persen syariah dapat berasal dari Perbankan atau dari kalangan praktisi
bahwa nasabah itu sendiri. Berikut
ini beberapa kendala yang umum ditemukan:
1. Ketentuan
perpajakan
Sampai saat ini
belum ada satupun ketentuan perpajakan yang mengecualikan produk perbankan
syariah, sehingga apabila bank syariah melakukan transaksi rill, seperti
jual-beli atau sewa maka ia akan terkena pajak. Hal ini tidak terkecuali,
apakah bank melakukan untuk kepentingannya sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah. Karena murabahah, salam dan istishad adalah produk yang termasuk
jual-beli, yaitu antara bank dengan nasabah (penjualan), maka produk itu
terkena pajak pembelian dan pajak penjualan. Apabila keduanya dibebankan kepada
nasabah, dapat dibayangkan berapa tinggi harta yang harus dibayar oleh nasabah,
sehingga membuat bank syariah tidak kompetitif lagi.
2. Ketentuan
hukum
murabahah yang
diterapkan secara konsisten dalam perbankan syariah juga akan menghadapi
masalah hukum. Seperti telah dijelaskan bahwa nasabah akan mendapatkan celah
untuk membantah bahwa berhutang kepada bank, karena yang diterimanya adalah
barang, bukan uang. Padahal kondisi hukum di indonesia masih menganggap bahwa
bank adalah lembaga pinjaman (uang) dan pinjaman itu akan efektif menjadi
hutang apabila yang diberikan ini dalam bentuk uang.
3. Sikap
nasabah
Adakalanya
murabahah tidak dapat berjalan sesuai dengan yang digariskan oleh syariah
karena sikap nasabah sendiri. Misalnya ada kasus, nasabah tidak ingin bank
mengetahui tempat ia bisa membeli atau berbelanja. Dalam kasus ini syarat bahwa
harga pokok/ awal harus diketahui oleh kedua pihak jadi tidak terpenuhi
4. Sikap
Bank
Terhadap
penyimpangan murabahah juga terjadi karena sikap para bankir yang cenderung
mencari aman dan menghindari risiko, sehingga transaksi murabahah yang
dilakukan terkesan dipaksakan sesuatu yang memang tidak sesuai dengan murabahah
itu sendiri. Padahal produk perbankan syariah sendiri bukan hanya murabahah.
2.9 Tipe-tipe penerapan murabahah dalam
perbankan syariah di indonesia
Menurut
Rizal, Yaya (2013), ada
berbagai pola penerapan murabahah dalam perbankan syariah. Namun kesemuanya
dapat dibagi menjadi tiga kategori besar:
a. Tipe pertama
penerapan
murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqh muamalah. Menurut tipe ini, bank
membeli lebih dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada
perjanjian sebelumnya. Hal ini mencangkup dalam perpindahan kepemilikan. Tipe
ini menimbulkan masalah dalam harga akibat pajak berganda kepada perpindahan
kepemilikan yang terjadi dua kali.
b. Tipe kedua
mirip
dengan tipe pertama, tapi perpindahan
c. Tipe ketiga
Tipe
ini paling banyak di praktikan oleh bank syariah. Bank melakukan perjanjian
murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli sendiri barang yang akan dibelinya. Dana lalu dikreditkan ke
rekening nasabah dan nasabah menandatangani tanda terima uang. Tanda terima
uang ini menjadi dasar bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak
berhutang kepada bank karena tidak menerima uang sebagai sarana pinjaman.
Praktik seperti ini tidak dapat diterima oleh standar internasional, “ bahwa
dewan pegawai syariah dallah Al-Barakah tidak memperbolehkannya karena
dikhwatirkan sama dengan transaksi riba yang diharamkan. Dewan syariah nasional
dalam menetapkan fatwa tentang pembiayaan murabahah menyiratkan bolehnya
transaksi dengan perwakilan ini. Namun perlu diingat bahwa penetapan fatwa
sepeti itu harus dikaitkan dengan situasi yang tidak memungkinkan penerapan
murabahah dalam perbankan syariah, baik secara legal maupun perpajakan.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi berdasarkan isi makalah yang
telah dipaparkan oleh penulis maka dapat disimpulkan :
1. Berdasarkan asal kata dan beberapa pendapat para ahli
dapat disimpulkan bahwa akad murabahah adalah suatu
bentuk jual-beli di mana penjual memberi tahu kepada pembeli tentang harga
pokok (modal) barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok tersebut
kemudian memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan.
2. Jenis – jenis akad murabahah ada 2 yaitu, murabahah
dengan pesanan dan murabahah tanpa pesanan. Murabahah dengan pesanan adalah penjual
tidak melakukan pembelian
barang sebelum adanya akad murabahah. Murabahah tanpa pesanan adalah penjual
memiliki persediaan barang dagang/murabahah.
3. Dasar hukum akad murabahah terdiri dari alqur’an,
as-sunnah, ijma, kaidah syariah dan fatwa DSN MUI.
4. Perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102 adalah bagaimana proses
pencataan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari
pihak-pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga
syariah. Terdiri dari akuntansi untuk penjual dan pembeli mulai
dari perolehan sampai pada pengungkapan.
3.2 Kritik
dan Saran
Demikian makalah yang penulis buat.
Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin
disampaikan, silahkan sampaikan kepada penulis.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon
dapat memaafkan dan memakluminya, karena penulis adalah hamba allah yang tak
luput dari salah,khilaf, alfa dan lupa.
0 komentar:
Posting Komentar