BAB
16
ASPEK
KEPERILAKUAN PADA ETIKA AKUNTAN
A. DILEMA
ETIKA
Akuntan
didalam aktivitas auditnya memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan
karena auditor mewakili banyak konflik kepentingan yang melekat dalam proses
audit. Konflik ini akan menjadi sebuah dilema etika ketika auditor diharuskan
membuat keputusan yang menyangkut independensi dan integritasnya dalam imbalan
ekonomis yang mungkin dijanjikan disisi lain. Dilema etika muncul sebagai
konsekuensi konflik audit karena auditor berada dalam situasi pengambilan
keputusan antara yang etis dan tidak etis.
Penalaran
Moral
Penalaran
moral dan pengembangan memainkan peran kunci dalam seluruh area profesi
akuntansi. Akuntan yang secara kontinu dihadapkan pada dilema berada pada
konflik nilai. Akuntan pajak misalnya, ketika memutuskan kebijakan mengenai
metode akuntansi yang akan dipilih, membutuhkan waktu untuk memutuskan antara
metode yang mencerminkan sifat ekonomi sesungguhnya dari transaksi atau metode
yang paling sesuai menggambarkan perusahaan.
B. MODEL
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS
Banyak
sumber berbeda telah menyajikan landasan konseptual tentang besaran riset
perilaku etis akuntan. Misalnya saja, kerangka kerja teoritis tentang
pengambilan keputusan etis dipinjam dari psikologi sosial.
Pendekatan
Kognitif Lingkungan Terhadap Pengembalian Keputusan Etis
Ketika
banyak riset yang berhubungan dengan perilaku etis individual untuk mengukur
tingkat moral reasoning individual, telah berkembang
pendekatan tambahan yang membahas komponen lain dari model riset. Misalnya,
mereka menyebutnya skala etis multidimensional (sem) sebagai ukuran kesadaran
modal, yang merupakan komponen pertama dari model rest dan menghubungkan teori
perencanaan perilaku dengan komponen lain.
Reidenach
mengembangkan sem untuk fokus pada dinamika pengambilan keputusan yang
melibatkan perilaku etis yang belum diselidiki. Delapan skala likert yang
bipolar dibagi kedalam tiga dimensi, yaitu keadilan moral, relativisme dan
kontraktualisme, yang dimasukkan dalam ukuran. Skenario etis degunakan dengan
memasukkan deskripsi atas situasi tunggal sepanjang 100 kata. Flory et al,
menggunakan SEM untuk mengkaji respon etis terhadap 300 akuntan manajemen yang
bersertifikat terhadap empat skenario manajemen laba. Tujuan utama dari studi
tersubut adalah memvalidasi penggunaan SEM dalam konteks akuntansi. Ketika
tujuan ini dicapai, gambaran yang ditampilkan tidak mendukung variabilitas
antar subjek, sehingga menghasilkan perhatian pada validasi eksternal.
Cohen
kemudian memperluas riset Reidabach dan Robin terhadap situasi multinasional.
Hasil untuk sampel subjek di negara-negara Amerika Serikat dan lainnya
menunjukkan munculnya konflik tambahan yaitu utilitarianisme yang penting dalam
pengambilan keputusan etis. Sementara SEM dikritik sebagai gagal untuk
memasukkan kerangka kerja psikolog dalam proses ethical reasoning Flory
merespon dengan menunjukkan bagaimana ukuran ini secara teoritis berbeda dari
karya pengembangan moral Kolhberg dan Rest, serta bahwa ukuran ini mungkin
menjadi alat yang lebih baik untuk memahami proses moral reasoning
akuntan.
Model
Alternatif Pengambilan Keputusan Etis
Noreen
(1988), memperluas teori agensi dengan membahas ekonomi etis dalam konteks
kontrak. Didasarkan pada minat individual, dia menyatakan aksi yang paling menguntungkan.
Terdapat model pengambilan keputusan etis lain yang dikembangkan secara
spesifik untuk profesi akuntansi. Misalnya, untuk lebih memahami situasi dimana
auditor dianggap melanggar kode etik dan perilaku profesional AICPA, lampe dan
finn membuat model dari proses keputusan etis auditor sebagai proses dengan
lima elimen (pemahaman keuntungan, pengendalian dampak, keputusan lain,
penilaian lain, dan pengambilan keputusan final) untuk dibandingkan dengan
model yang berbasis kode etik dan perilaku profesional AICPA. Dengan cara yang
sama, finn dan lampe membuat model dari keputusan berkaitan dengan penyampaian
pengaduan auditor.
Dalam
mengomentari keadaan riset saat ini dalam paradigma etika akuntansi, Machintosh
yang mengadopsi perspektif filosofi sosial, menyatakan bahwa riset saat ini
menekankan suatu perspektif yang hanya mengukur penerimaan sosial, dan bukannya
perspektif etis yang sesungguhnya. Ia menyatakan bahwa sementara riset sekarang
menggunakan ukuran etis alternatif, orang berperilaku agak etis atau kurang
etis, ini adalah masalah ini atau itu.
Terakhir,
ia mempertanyakan penggunaan metodologi positivistik saat ini dengan mencatat
bahwa etika adalah masalah nilai (apa yang seharusnya) dan bukan fakta (apa
ini). Lebihlanjut lagi, masalah ini semakin rumit dengan adanya fakta bahwa
individu yang berbeda mungkin menyampaikan sasaran normatif yang berbeda yang
didasarkan pada konteks dan individu masing-masing.
C. RISET
PERILAKU ETIS AKUNTAN
Bagian
berikut mendefinisikan dan menjelaskan empat area riset akuntansi utama yang
menyelidiki tingkat moral reasoning akuntan dan perilaku yang berhubungan,
yaitu studi pendidikan etika, studi pengembangan etika, studi penilaian etika,
dan studi etika lintas budaya. Studi pendidikan etika menyelidiki apakah
pendidikan memengaruhi keahlian moral reasonig siswa dalam program akuntansi.
Studi
pengembangan etika berusaha meningkatkan poin kerier mereka. Studi penilaian
etika mengkaji hubungan antara ukurn moral reasoning dengan perilaku spesifik
dalam akuntansi, auditing, atau perpajakan. Terakhir, studi etika lintas budaya
menyelidiki perbedaan dalam keahlian moral reasoning dan/atau keputusan etika
akuntan dari belahan dunia yang berbeda.
Studi
Pendidikan Etika
Studi
pendidikan etika berusaha menentukan efek pendidikan terhadap keahlian moral
reasoning dari para praktisi dan mahasiswa akuntansi. Sementara hasil dari
banyak studi umumnya telah menunjukkan bahwa pendidikan kampus secara positif
berhubungan dengan pengaruh tingkat moral reasoning individual, temuan dalam
ranah akuntansi telah menunjukkan bahwa akuntan pada umumnya tidak mengalami
kemajuan pada tingkat perkembangan moral sama seperti lulusan kampus lainnya.
M.
Armstrong (1987)
Satu
studi pertama yang menyelidiki hubungan antara perkembangan moral dan riset
perilaku dilakukan m. Armstrong (1987). Tingkat moral reasoning dari CPA
dibandingkan dengan yang sudah dan belum lulus. Hal yang mengejutkan, skor DIT
rata-rata CPA secara signifikan lebih rendah dari pada kedua kelompok tersebut.
M.armstrong (1987) menyimpulkan bahwa para CPA yang menjadi responden kelihatannya
mencapai tingkat kematangan moral orang dewasa pada umumnya.
Ponemon
Dan Glazer (1990)
Poneman
dan glazer memperluas penyelidikan ke dalam tingkat moral reasoning akuntan
dengan membandingkan mahasiswa dengan alumni untuk dua lembaga pendidikan yang
terletak di daerah timur amerika serikat. Lembaga yang pertama adalah suatu
kampus seni liberal swasta yang menawarkan jurusan akuntansi. Sementara lembaga
yang kedua, american assembly of colligiate school bisiness (AACSB) merupakan
lembaga yang terpandang dalam mengadakan program akuntansi.
St.
Pierre, nelson dan gabbin (1990)
St
pierre et al. Mengkaji hubungan tingkat moral reasoning . sampel yang terdiri
atas 479 mahasiswa senior dari semua disiplin ilmu yang berbeda yang
terdiri atas jurusan bisnis dan non bisnis pada universitas ukuran menengah di
bagian timur Amerika serikat diminta untuk melengkapi DIT. Ukuran lain yang
dikumpulkan berkaitan dengan sbjek adalah jurusan, gender, dan paparan awal
terhadap etika dalam kurikulum formal.
Studi
Pengembangan Etika
Sementara
studi pendidikan etika mengkaji dampak pendidikan terhadap praktisi dan
mahasiswa akuntansi, studi pengembangan etika berfokus pada pengembangan moral
reasoning dalam profesi akuntansi. Beberapa studi misalnya menemukan bahwa posisi
auditor dalam perusahaan berbanding terbalik dengan tingkat moral reasoning.
Riset memberikan bukti kuat mengenai eksistensi sosialitan etis. Individu yang
dipromosikan mempunyai tingkat ethical reasoning yang serupa dengan manajemen.
Bukti ini mendukung keyakinan bahwa promosi individual dapat ditekan oleh
budaya etika perusahaan.
Ponemon
(1990)
Ponemon
menyelidiki ethical reasoning dan penilaian praktisi akuntansi dalam perusahaan
publik. Lima puluh sua praktisi CPA dari bermacam-macam posisi diperusahaan
publik di daerah timur laut Amerika Serikat berpartisipasi dalam studi. Subjek
mengisi wawancara penilaian moral atau MJI dan paradigma auditing. Dilema
auditing dikembangkan dari studi kasus dari kehidupan nyata yang melibatkan
kantor akuntan publik dan dua klien audit besar.
Dilema
tersebut digambarkan sebagai serangkaian kejadian yang terjadi dalam suatu
krisis dengan kedua klien. Baik MJI dan dilema auditing diskor secara serupa,
sehingga memungkinkan untuk membandingkan secara langsung skor tersebut.
Hasilnya menunjukkan bahawa subjek tidak berbeda secara signifikan antara kedua
dilema.
Studi
Keputusan Etis
Studi
keputusan etis berfokus kepada hubungan antara bermacam-macam ukuran dan
perilaku terhadap bidang akuntansi. Bagian berikut menelaah studi representatif
yang mengkaji:
1. Isu
independensi
2. Pelanggaran
lain kode etik dan perilaku profesional AICPA
3. Pendeteksian
atas penipuan dalam laporan keuangan dan komunikasinya
4. Ketidakpatuhan
pembayaran pajak
5. Perilaku
disfungsional spesifik dalam profesi akuntansi.
Studi
Etis Lintas Budaya
Sebagian
besar studi yang berhubungan dengan akntansi dan etika difokuskan kepada
profesi akuntansi di Amerika serikat. Perbedaan budaya mungkin muncul diantara
kelompok profesi akuntansi dari negara berbeda. Meskipun demikian, perbandingan
antara profesi akuntansi di Amerika Serikat dengan kelompok lain dapat
memberikan pemahaman yang berharga tentang penetapan standar organisasi
internasional.
D. IMPLIKASI
BAGI RISET MENDATANG
Satu
masalah menonjol yang masih dihadapi oleh peneliti akuntansi dalam menyelidiki
dimensi etika profesi akuntansi berhubungn dengan keputusan apakah akan terus
memperluas atau menyatukan teori konflik dan ukuran dalam kerangka kerja
pengambilan keputusan etika empat komponen dari Rest.
Gaa
misalnya, menekankan pentingnya kemajuan diluar penjelasan ini dan menyampaikan
penempatan kerangka kerja teoretis kognisi moral yang spesifik bagi profesi
akuntansi. Ia menyampaikan bahwa kerangka kerja ini harus melibatkan pengakuan
atas peranan akuntan dalam masyarakat dan tanggung jawab mereka terhadap
bermacam-macam pemangku kepentingan, serta keahlian moral akuntan.
Dengan
cara yang sama, Ponemon dan Gabhart dalam bidang etika untuk auditor dan
akuntan mengakui bahwa keputusan-keputusan akuntan telah menjadi subjek dari
bermacam-macam kelompok konstituen termasuk organisasi klien yang menbayar
pelayanan mereka, kantor akuntan profesional di mana karyawan menjadi anggota
akuntan, profesi akuntan itu sendiri, dan publik umum (yang mengandalkan
angka-angka dalam laporan keuangan).
Tanggung
jawab beragam ini (dan sering kali bertentangan) menunjukkan bahwa proses
resolusi konflik etika akuntan mungkin tidak cukup sesuai dengan model
pengambilan keputusan yang lebih umum dari Rest. Meskipun demikian jika model
Rest sahih untuk menjelaskan perilaku etis akuntan, maka ukuran dan konflik
yang bertentangan dalam menghubungkan keempat komponen tersebut harus
disatukan.
Dengan
demikian, riset medatang harus melanjutkan kemajuan di dua dimensi:
1. Melanjutkan
integrasi model dan ukuran kognitif yang berbeda dalam model Rest
2. Mengembangkan
sebuah model pengambilan keputusan etis kognitif yang khusus untuk profesi
akuntansi.
0 komentar:
Posting Komentar