Secara umum tujuan utama didirikannya
sebuah perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang optimal atas investasi yang
telah ditanamkan dan dapat mempertahankan kelancaran usaha dalam jangka waktu
yang panjang. Salah satu investasi tersebut adalah aktiva yang digunakan dalam
kegiatan normal perusahaan yaitu aktiva yang mempunyai umur ekonomis lebih dari
satu tahun. Untuk mencapainya diperlukan pengelolaan yang efektif
dalam penggunaan, pemeliharaan maupun pencatatan akuntansinya.
Bersama dengan berlalunya waktu
nilai ekonomis suatu aktiva tetap tersebut harus dapat dibebankan secara tetap
dan salah satu caranya adalah dengan menentukan metode penyusutan. Untuk itu
perlu diketahui apakah metode penyusutan yang telah diterapkan oleh perusahaan telah memperhatikan perubahan
nilai aktiva tetap yang menurun yang disebabkan karena berlalunya waktu atau
menurunnya manfaat yang diberikan aktiva tersebut.
Aktiva tetap biasanya merupakan
bagian investasi yang cukup besar dalam
jumlah keseluruhan asset perusahaan. Besarnya investasi yang ditanamkan
dalam aktiva tetap menjadikan aktiva tetap itu perlu mendapatkan perhatian yang
serius. Tidak hanya pada penggunaan dan operasinya saja tetapi juga dalam
akuntansinya yang biasanya mencakup perolehan aktiva tetap, penghentian atau
pelepasan aktiva tetap, serta penyajian dan pengungkapannya dalam laporan
keuangan.
Oleh karena
itu, perlunya untuk mengetahui serta memahami secara rinci tentang aktiva tetap
baik aktiva tetap berwujud maupun tidak berwujud. Dengan cara demikian kita
mampu mengaplikasikan apa saja yang terdapat di dalam aktiva tetap sebuah
perusahaan. Namun untuk mendapatkan rincian yang baik terhadap aktiva tetap,
diperlukan pengendalian terhadap aktiva berupa pengujian substantif.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
·
Apakah yang dimaksud dengan aktiva tetap
dan bagaimana penggolongan aktiva tetap?
·
Apa saja
transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap?
·
Apa
perbedaan karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar?
·
Apa perbedaan pengujian substantif
aktiva tetap dengan aktiva lancar ?
·
Bagaimana prosedur audit aktiva tetap?
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut :
·
Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan penggolongan aktiva tetap.
·
Untuk
mengetahui dan memahami bentuk transaksi yang bersangkutan dengan aktiva tetap.
·
Untuk mengetahui dan memahami perbedaan
karakteristik aktiva tetap dengan aktiva lancar.
·
Untuk mengetahui dan memahami perbedaan pengujian substantif aktiva tetap
dengan aktiva lancar.
·
Untuk
mengetahui dan memahami prosedur audit aktiva tetap.
Aktiva tetap
merupakan aktiva perusahaan yang tidak dimaksudkan untuk dijual belikan
melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan yang umumnya lebih dari
satu tahun, dan merupakan pengeluaran perusahaan dalam jumlah yang besar.
Sifat
pertama dari aktiva tetap adalah bahwa maksud perolehannya bukan untuk dijual
belikan melainkan untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan. Sifat ini lah yang
membedakannya dari persediaan barang ( inventory ). Contoh : mobil yang
diperdagangkan oleh dealer mobil merupakan persediaan barang sedangkan mobil
yang dipakainya untuk antar jemput pegawai merupakan aktiva tetap.
Sifat kedua
dari aktiva tetap adalah umurnya yang lebih dari satu tahun. Karena sifat
inilah maka kita mengenal unsur penyusutan dalam aktiva tetap. Penyusutan tidak
lain dari pada alokasi biaya tetap tersebut dalam masa umur aktiva tetap yang
bersangkutan.
Didalam
literatur dan peraktik akuntansi, aktiva yang mempunyai sifat pertama dan kedua
tersebut diatas sudah dianggap sebagai aktiva tetap. Akibatnya, semua aktiva
yang digunakan dalam kegiatan perusahaan dan berumur lebih dari satu tahun
langsung dijadikan aktiva tetap ( istilahnya adalah : dikapitalisasi ). Contoh
: sapu dan gelas minum yang dipakai dikantor ikut dikapitalisasi.
Mengkapitalisasi
aktiva yang tidak besar jumlahnya sebenarnya tidaklah bijaksana. Setiap aktiva
harus diadministrasikan dengan cara tertentu, misalnya harus ada kartu aktiva
tetap, penyusutan harus dihitung secara berkala misalnya satu bulan sekali, dan
harus ada inventarisasi atas aktiva tetap, misalnya setahun sekali.
Penatausahaan aktiva tetap ini memakan waktu dan biaya sedangkan biaya ini
mungkin melebihi biaya “ ativa tetap “ yang kecil.
Oleh karena
itu untuk digolongkan sebagai aktiva tetap, suatu aktiva juga harus mempunyai
sifat ketiga yaitu : yakni bahwa pengeluaran tersebut harus merupakan
pengeluaran yang besar bagi perusahaan tersebut. Dengan kata lain, suatu
perusahaan harus mempunyai kebijakan kapitalisasi yang menetapkan jumlah
minimum pengeluaran yang dapat dikapitalisasi. Ini berarti bahwa pengeluaran
dibawah jumlah minimum tersebut harus dibebankan kerugi laba tahun yang
berjalan.
Setiapa
perusahaan tentunya mempunyai kebijaksanaan kapitalisasi tersendiri, karena
material untuk suatu perusahaan belum tentu material untuk perusahaan yang lain. Contoh : sebuah
mesin tik dalam suatu biro perjalanan yang kecil mungkin sangat material jumlah
nya sedangkan mesin tik yang sama langsung harus dibebankan kerugi-laba
dalamsuatu perusahaan tambang.
Disamping
pengertian aktiva tetap, didalam pembicaraan sehari-hari sering dikenal istilah
barang/ harta tak bergerak yang merupakan lawan dari barang/harta tak bergerak.
Harta tak gerak tidak sama dengan aktiva tetap. Istilah barang gerak dan barang
tak gerak merupakan istilah hukum.
Dari uraian
diatas jelas bahwa barang tak gerak mungkin merupakan aktiva tetap tapi mungkin
juga tidak. Contoh : tanah tempat usaha merupakan barang tak gerak dan aktiva
tetap, sedangkan kalau tanah tersebut diperjual belikan, maka ia merupakan
barang tak gerak tapi bukan aktiva tetap.
Aktiva tetap dapat dibagi atas
tiga kelompok, yakni :
1.
Aktiva tetap yang dicantumkan berdasarkan harga
perolehannya, tanpa disusutkan atau dideplesi, misalnya : tanah dimana gedung
kantor atau suatu pabrik terletak.
2.
Aktiva tetap yang disusutkan, misalnya gedung,
mesin-mesin, perabot kantor, dll.
3.
Aktiva tetap yang dideplesi misalnya tanah-tanah
pertambangan.
Dalam suatu
pemeriksaan umum, pemeriksaan atas aktiva tetap mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1.
Untuk menentukan bahwa aktiva tersebut memang
ada.
2.
Untuk menetapkan hak milik atas aktiva tetap dan
apakah aktiva tersebut dijadikan jaminan.
3.
Untuk menentukan apakah penilaian aktiva
tersebut adalah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia.
4.
Untuk menentukan apakah penyusutan telah sesuai
dengan prinsip akuntansi indonesia dan apakah ia telah diterapkan secara
konsisten.
Unsur-unsur utama dari sistem pengendalian intern atas
aktiva tetap adalah :
1.
Adanya budget untuk pengeluaran bagi aktiva
tetap yang disetujui oleh pejabat yang berwenang. Persetujuan ini biasanya
dilakukan dalam berbagai tingkat tergantung dari jenis dan harga aktiva tetap
yang bersangkutan. Contoh : pembelian mesin pabrik yang baru harus mendapat
persetujuan dari dewan komisaris terlebih dahulu sedangkan pembelian mesin tik
atau mesin hitung cukup dengan persetujuan kepala bagian yang membutuhkan
perlengkapan tersebut dan direktur keuangan, dst.
2.
Adanya kebijaksanaan kapitalisasi secara
tertulis, yakni yang membedakan antara pengeluaran yang dianggap sebagai aktiva
tetap dan pengeluaran bukan aktiva tetap.
3.
Kebijaksanaan mengenai penjualan aktiva tetap,
prosedur pem-besi-tuan aktiva tetap, dan pemindahan suatu aktiva tetap dari
suatu bagian kebagian yang lain, atau dari suatu lokasi kelokasi yang lain atau dari suatu
anak perusahaan keanak perusahaan lain.
4.
Adanya kartu-kartu aktiva tetap dan
inventarisasi atas aktiva tetap secara berkala
5.
Adanya pengendalian dan pengawasan atas
aktiva-aktiva kecil dibawah tanggung jawab pejabat tertentu.
6.
Adanya asuransi kerugian atas aktiva tetap yang
bisa rusak karena kabakaran atau bencana lainnya atau kerugian karena hilang
atau dicuri.
1.
Minta dari langganan suatu daftar utama mengenai
aktiva tetapnya dengan informasi yang berikut :
Perubahan
dalam tahun bertajan
Harga perolehan
|
31 des sebelumnya
|
Penambahan
|
Pengurangan
|
31 des tahun berjalan
|
Tanah
Gedung
Mesin
|
Xxx
Xxx
xxx
|
Xxx
Xxx
xxx
|
Xxx
Xxx
xxx
|
Xxx
Xxx
Xxx
|
Total
|
A
|
B
|
C
|
D
|
Akumulasi Penusutan
|
||||
Tanah
Gedung
Mesin
|
Xxx
Xxx
xxx
|
Xxx
Xxx
xxx
|
Xxx
Xxx
xxx
|
Xxx
Xxx
Xxx
|
Total
|
E
|
F
|
G
|
H
|
Bandingkan total A dan E
dengan angka dalam kertas kerja tahun yang lalu dan lakukan footing dan
crossfooting.
2.
Periksa tambahan-tambahan atas aktiva tetap
dalam tahun berjalan( yang jumlahnya dalah B ) mengenai hal-hal yang berikut :
a.
Apakah tambahan aktiva tersebut benar ada. Ini
dapat dilakukan dengan melihat sendiri adanya tambahan tersebut.
b.
Adanya persetujuan dari pejabat yang berwenang
dan melalui prosedur yang telah ditetapkan.
c.
Bahwa tambahan tersebut dicatat dengan harga
perolehan dan kalau dibeli dengan mencicil, seluruh harga aktiva tersebut telah
dicatat dan bagian yang belum dilunasi dicatat sebagai hutang.
d.
Kelengkapan surat-surat atau dokumen pemilikan,
misalnya sertifikat tanah dan akte jual beli tanah, BPKB, dan lain-lain.
3.
Periksa pengurangan-pengurangan aktiva tetap
dalam tahun berjalan ( yang berjumlah total C ), khususnya mengenai :
a.
Persetujuan atau otorisasi atas pengurangan
aktiva tetap tersebut misalnya persetujuan untuk menjual aktiva tetap itu atau
untuk menjadikan aktiva tersebut sebagai besi tua.
b.
Kebenaran perlakuan akuntansi, misalnya dalam
penetapan untung atau rugi karena penjualan aktiva tersebut dan penyusutan
sampai saat penjualan. Ini juga meliputi pemeriksaaan atas total G.
4.
Periksa tambahan atas cadangan penyusutan ( yang
berjumlah total F ). Ini tidak lain merupakan pemeriksaan perhitungan
penyusutan. Yang harus diperhatikan disini adalah konsistensi pemakaian metode
penyusutan, misalnya kalau tahun lalu menggunakan metode penyusutan dengan
presentase tetap atau metode garis lurus, maka metode ini pula yang harus
ditetapkan tahun ini. Juga taksiran umur yang sama harus digunakan untuk aktiva
yang bersangkutan.
5.
Seperti penjelasan no 1, akuntansi dapat juga
meminta perincian dari masing-masing jenis aktiva tetap. Ini dapat berupa
daftar lengkap aktiva yang bersangkutan atau suatu daftar/ perincian tambahan
dan pengurangan aktiva tetap dalam tahun yang berjalan, jika digabungkan dengan
kertas kerja tahun lalu dapat merupakan daftar lengkap aktiva tetap sampai
dengan akhir tahun berjalan. Jika daftar ini sudah diperoleh, bandingkan
informasi dalam daftar ini dengan kartu-kartu aktiva tetap yang bersangkutan. Bandingkan
angka total dalam perincian aktiva tetap tersebut dengan angka dalam buku besar
yang bersangkutan.
6.
Periksa asuransi atas aktiva yang bersangkutan,
khususnya mengenai nilai pertanggungan, premi asuransi, orang atau badan yang
mendapatkan ganti kerugian, jenis asuransi, dan apakah polis asuransi masih
dalam masa berlakunya. Badan yang akan mendapatkan ganti rugi belum tentu
langganan yang mempunyai aktiva tersebut, misalnya jika aktiva tersebut juga
dijadikan barang jaminan pada bank. Dalam hal ini biasanya bank meminta agar
bank yang menjadi badan yang akan menerima ganti rugi.
7.
Pada pemeriksaan aktiva tetap sebenarnya
sekaligus kita dapat memeriksa perkiraan rugi laba yang bersangkutan, misalnya
:
a.
Biaya penyusutan dan akumulasi penyusutan
b.
Untun g atau rugi karena penjualan aktiva tetap
c.
Kerugian karena pem-besi-tuan aktiva tetap
d.
Kerugian karena bencana yang memusnakan aktiva
tetap dan ganti rugi dari perusahaan asuransi
e.
Biaya reparasi mesin-mesi.
8.
Kalau perusahaan juga mempunyai hutang terutama
hutang jangka panjang, ada kemungkinan sebagian atau seluruh aktiva tetap
dijadikan jaminan. Hal ini dapat diketahui misalnya dari perjanjian kredit atau
pada waktu pemeriksaan dokumen hak milik, ternyata dokumen ini tidak ada dan
katanya disimpan oleh pemberi kredit. Jika aktiva tetap dijadikan jaminan maka
prosedur yang berikut harus dijalankan :
a.
Pengiriman permintaan pengukuhan saldo
(permintaan konfirmasi ) kepada pemberi
kredit, lengkap dengan permintaan daftar barang jaminan yang ditahan oleh
pemberi kredit.
b.
Pinjam polis asuransi dan lihat ada atau
tidaknya banker’s clause yang menetapkan bahwa bank menjadi badan yang akan
menerima ganti rugi.
c.
Catat syarat barang jaminan untuk dicantumkan
dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan sebagai disclosure dan dalam surat
pernyataan pelanggan.
d.
Kalau aktiva tetap itu dihipotekkan, lakukan
pemeriksaan kadaster, yaitu dengan meminta keterangan tertulis tentang status
aktiva tersebut dari kantor pendaftaran tanah.
1)
Sebaiknya digunakan istilah akumulasi penyusutan
dan biaya penyusutan daripada menggunakan istilah penyusutan saja baik untuk
pos neraca maupun pos rugi laba.
2)
Akumulasi penyusutan hendaknya disajikan sebagai
pengurangan atas harga perolehan, sehingga nilai buku dapat dilihat langsung
dari neraca. Ada beberapa perusahaan yang mencantumkan akumulasi penyusutan
disebelah kredit neraca dan bukan sebagai pengurangan dari biaya perolehan
aktiva tetap tersebut. Kalau hal ini dilakukan, hendaknya :
a.
Neraca sebelah kiri jangan disebut aktiva dan
yang disebelah kanan jangan disebut pasiva melainkan disebut debet dan kredit.
Hal ini disebabkan karena dalam sisi debet dari nerac, aktiva tetap dinyatakan
dalam bentuk harga perolehan tanpa dikurangi akumulasi penyusutan, sehingga
untuk disebut aktiva sisi debet neraca sebenarnya terlalu tinggi ( Overstated
). Juga akumulasi penyusutan yang diletakkan disebelah kredit neraca bukanlah
merupakan hutang atau modal, meskipun bersaldo kredit.
b.
Cadangan penyusutan hendaknya jangan ditaruh
dibawah modal atau laba yang ditahan. Hal ini mungkin akan menimbulkan salah
pengertian seolah-olah direksi menyisihkan pendapatan atau laba yang ditahan (
seolah-olah merupakan appropriation dari retained earning ).
3)
Dasar penilaian aktiva tetap harus dicantumkan
dalam neraca atau dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan. Dasar penelitian
yang dapat diterima adalah dasar harga perolehan. Penilaian kembali tidak
sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia.
4)
Metode penyusutan yang digunakan juga harus
dicantumkan dalam neraca atau catatan ikhtisar keuangan.
5)
Kebijaksanaan kapitalisasi harus dicantumkan
dalam ikhtisar keuangan atau catatan mengenai ikhtisar keuangan.
6)
Barang-barang yang dijadikan jaminan harus
dicantumkan dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan.
7)
Aktiva tetap yang sudah tidak dipakai karena
sudah tua atau secara ekonomis tidak dapat lagi digunakan, tidak boleh dicatat
sebagai aktiva tetap dan harus dicatat sebagai aktiva lain dengan harga besi
tua ( salvage value ).
1)
Sering terjadi bahwa aktiva tetap dibeli dari
atau dibuat oleh perusahaan yang masih berafiliasi dengan perusahaan/ pelanggan
yang diperiksa. Contoh: PT. ABC yang mendapat kredit investasi dari suatu bank
untuk mendirikan hotel, kemudian membuat suatu perusahaan pemborong bangunan (
PT. DEF ) atau PT. PQR yang merupakan suatu usaha patungan ( Joint venture )
antara sebuah perusahaan indonesia dengan suatu perusahaan asing. Perusahaan
asing ini mensupply aktiva tetap dan aktiva tersebut mungkin barang bekas pakai
yang diperbaiki kemudian dikirim ke Indonesia.
Dalam kedua contoh ini ada masalah penetapan harga perolehan yang wajar
karena pihak yang mensupply aktiva tetap tersebut masih berafiliasi dengan
perusahaan yang diperiksa. Dalam bahas inggris transaksi ini disebut related party transaction atau transaksi
yang tidak at arm’s length.
Dalam hal ini harus ada penjelasan ( disclosure
) dalam catatan mengenai ikhtisar keuangan tentang jenis dan besarnya
transaksi tersebut.
2)
Didalam pembahasan prosedur pemeriksaan,
disebutkan bahwa akuntan harus melihat adanya aktiva yang bersangkutan untuk
menyakinkan dirinya sendiri bahwa aktiva tersebut memang ada. Kalau aktiva ini
hanya sekedar gedung, mesin tik atau suatu kendaraan bermotor, hal ini masih
mudah, kesukaran sering timbul karena aktiva yang ingin dilihat merupakan suatu
perlengkapan yang tidak begitu dikenal oleh akuntan, sehingga kita tidak dapat
memastikan bahwa barang yang kita lihat memang sungguh-sungguh barang yang
hendak dilihat.
Kalau barang tersebut mempunyai catatan teknis yang juga tercetak pada
perlengkapan yang bersangkutan maka ia dapat membandingkan catatan yang ada
pada dokumen pembelian dengan catatan pada perlengkapan. Kalau sistem
pengendalian intern dapat dipercaya, akuntan dapat mencocokkan nomor aktiva
tetap berdasarkan register atau kartu aktiva langganan. Kalau akuntan masih
tidak puas ia dapat menggunakan tenaga ahli dalam lapangan yang bersangkutan.
3)
Selain transaksi pembelian yang tidak at arm’s length seperti kasus no 1,
mungkin juga ada transaksi penjualan aktiva tetap yang dilakukan tidak at arm’s length , misalnya penjualan
rumah instansi pada seorang direktur.
Dalam hal ini akuntan harus melihat prosedur dan kebijakansanaan intern
dalam menjual aktiva pada direkturnya. Akuntan harus sangat berhati-hati kalau
peristiwa tersebut terjadi pada perusahaan yang dijalankan oleh orang-orang
yang bukan menjadi pemilik modal, karena transaksi seperti itu mungkin hanya
menguntungkan pribadi direktur tersebut. Kenyataan yang dapat lebih
mencurigakan akuntan dalam hal prosedur intern tidak jelas ialah kalau sebelum
rumah tersebut dijual, rumah tersebut diperbaiki lebih dulu dan biaya perbaikan
dibebankan pada perusahaan sedang harga jual dilakukan dengan nilai buku yang
sudah rendah.
4)
Sering dilihat bahwa aktiva tetap dibeli dengan
harga yang terlalu tinggi dibandingkan dengan harga yang umum berlaku untuk
barang tersebut pada waktu itu dan ditempat yang sama. Kesulitannya disini
adalah bahwa unsur komisi atau kick back yang telah menambah harga aktiva tetap
tersebut tidak dapat dibuktikan oleh akuntan.
Pimpinan perusahaan atau dewan komisaris seharusnya diberi tahu mengenai
keadaan ini, tetapi bukan dengan pemberitahuan bahwa ada unsur komisi atau kick
back melainkan adanya barang yang dibeli dengan harga yang lebih tinggi. Disini
harga pasaran umumnya dan sumber harga tersebut sebaiknya juga dicantumkan.
Kalau barang-barang tersebut dapat ditenderkan dan pembelian tersebut dilakukan
tanpa tender hal ini juga harus dicantumkan dalam surat komentar akuntan.
5)
Didalam salah satu prosedur pemeriksaan diatas
disebutkan bahwa akuntan harus menelaah jumlah pertanggungan asuransi untuk
menentukan apakah jumlah pertanggungan itu cukup, kurang atau bahkan lebih. Hal
ini bukanlah hal yang mudah, dan sangatlah tidak bijaksana untuk menentukan
kecukupan jumlah pertanggungan asuransi dengan sekedar membandingkan nilai buku
aktiva tetap itu dengan jumlah pertanggungannya atau dengan membandingkan
jumlah pinjaman ( misalnya dari bank ) dengan jumlah pertanggungannya.
Membandingkan nilai buku dengan jumlah pertanggungan mempunyai kelemahan
sebagai berikut :
a.
Nilai buku tidak mencerminkan harga atau nilai
aktiva yang bersangkutan. Misalnya, jika aktiva tetap tersebut sudah disusutkan
penuh, nilai bukanya nol. Perbandingan antara jumlah pertanggungan dengan nilai
buku dapat memberi kesan seolah-olah jumlah pertanggungan terlalu besar.
b.
Misalkan aktiva tetapnya masih baru sehingga
nilai buku masih menggambarkan nilai aktiva tetap. Membandingkan nilai buku
dengan jumlah pertanggungan belum tentu memberikan gambaran mengenai kecukupan
jumlah pertanggungan. Contoh : dalam industri tekstil, harga bangunan yang
sangat tinggi disebabkan karena perlunya fondasi bangunan yang khusus. Kalau
terjadi kebakaran ditaksir fondasi ini masih tetap dapat dipertahankan sehingga
tidak perlu jumlah pertanggungannya sama dengan nilai buku aktiva baru.
Membandingkan nilai buku
dengan persyaratan kredit bank juga tidak selalu tepat. Bank misalnya dapat
mensyaratkan jumlah barangg jaminan 150% dari jumlah debetstand hutang dan
karenanya jumlah pertanggungan juga dibuat 150% dari debetstand. Jumlah pertanggungan
ini mungkin cukup, mungkin kurang atau mungkin juga berlebihan, karena jumlah
pertanggungan yang cukup tidaklah mempunyai hubungan langsung dengan
persyaratan kredit bank.
6)
Dimuka disebutkan bahwa nilai aktiva tetap yang
sesuai dengan prinsip akuntansi indonesia adalah harga perolehan atau harga
historis. Kalau pemegang saham mempunyai gedung yang mempunyai harga historis
Rp. 2.500.000 tapi bernilai Rp. 25.000.000 pada saat ini, gedung tersebut
dujadikannya sebagai penyetoran modal, ia tentu saja dapat mengatakan bahwa
penyetoran modal nya bernilai Rp. 25.000.000 dan bukan Rp. 2.500.000. dalam hal
ini dari segi si pemegang saham harga Rp. 25.000.000 adalah harga penilaian
kembali ( appraised value ) tapi untuk PT harga Rp. 25.000.000 dalah harga
perolehan. Sehingga kalau kita memeriksa PT tadi, penilaian aktiva tetapnya
adalah sesuai dengan prinsip akuntansi indonesi. Tapi disini perlu ada catatan
mengenai related Party transaction tersebut.
7)
Penyusutan aktiva tetap berdasarkan prinsip akuntansi
belum tentu sama dengan umur aktiva yang disebutkan dalam peraturan perpajakan.
Akuntan atau pembantunya harus menyusun suatu kertas kerja yang merekonsiliasi
penyusutan menurut prinsip akuntansi dan penyusutan untuk keperluan pajak.
Rekening
aktiva tetap digunakan untuk menampung pencatatan atas aktiva perusahaan atau
organisasi yang mempunyai manfaat ekonomis lebih dari satu tahun. Aktiva-aktiva
yang termasuk dalam katagori ini antara lain, tanah, bangunan, jalan, jembatan,
bangunan air, instalasi dan jaringan, mesin, peralatan, kendaraan, serta mebel.
Aktiva tersebut tidak akan habis dalam waktu satu tahun. Rekening nominal yang
berkaitan erat dengan aktiva tetap adalah biaya depresiasi, perbaikan, dan sewa
gedung atau aktiva lainnya.
Aktiva tetap
sering kali merupakan komponen terbesar dari total aktiva dalam neraca
perusahaan atu organisasi. Biaya-biaya yang berhubungan dengan aktiva tetap
merupakan faktor yang material dalam laporan rugi laba. Pemeriksaan terhadap
aktiva tetap memakan waktu dan biaya yang relatif labih sedikit dibandingkan
dengan pemeriksaan aktiva lancar.
Dalam audit
atas aktiva tetap , auditor harus memisahkan pengujian kedalam katagori berikut
:
1)
Melaksanakan prosedur analitis
Jenis prosedur analitis tergantung pada sifat operasi klien. Prosedur
analitis untuk aktiva tetap :
Prosedur analitis
|
Salah saji yang mungkin
|
Membandingkan beban
penyusutan yang dibagi dengan biaya aktiva tetap kotor dengan tahun
sebelumnya
|
Salah saji beban penyusutan
dan akumulasi penyusutan
|
Membandingkan akumulasi
penyusutan yang dibagi dengan biaya aktiva tetap kotor dengan tahun sebelumnya
|
Salah saji akumulasi
penyusutan
|
Membandingkan reparasi dan
pemeliharaan bulanan atau tahunan, beban perlengkapan, beban peralatan kecil,
dan akun-akun serupa dengan tahun sebelumnya
|
Membebankan jumlah yang
harus dikapitalisasi
|
Membandingkan biaya manufaktur
kotor yang dibagi dengan beberapa ukuran produksi dengan tahun sebelumnya
|
Peralatan yang menganggur
atau peralatan yang disingkirkan tetapi belum dihapus
|
2)
Memverifikasi akuisisi tahun berjalan
Perusahaan harus mencatat penambahan selama tahun berjalan dengan benar
karena aktiva memiliki pengaruh jangka panjang terhadap laporan keuangan.
Kegagalan untuk mengkapitalisasi aktiva tetap, atau mencatat akuisisi pada
jumlah yang salah, akan mempengaruhi neraca sehingga perusahaan melepas atau
membuang aktiva itu. Laporan laba rugi juga akan terpengaruh hingga aktiva itu
telah sepenuhnya disusutkan.
Karena pentingnya akuisis periode berjalan dalam audit aktiva tetap,
auditor menggunakan tujuh dari delapan tujuan audit yang berkaitan dengan saldo
sebagai kerangka referensi bagi pengujian atas rincian saldo: (1) eksistensi
(2) kelengkapan (3) keakuratan (4) klasifikasi (5) pisah batas (6) detail
tie-in (7) serta hak dan kewajiban.
Tujuan audit yang berkaitan dengan saldo dan pengujian audit yang umum
ditunjukkan pada tabel dibawah ini :
Tujuan audit yang berkaitan
dengan saldo
|
Pengujian atas rincian saldo
yang umum
|
Komentar
|
Akuisisi tahun berjalan
dalam skedul akuisisi sama dengan jumlah file induk terkait, dan totalnya
sama dengan buku besar umum (detail tie-in)
|
Memfooting skedul akuisisi.
Menelusuri setiap akuisisi
ke file induk untuk melihat jumlah an deskripsinya.
Menelusuri total kebuku
besar umum.
|
Memfooting skedul akuisisi
dan menelusuri setiap akuisisi yang harus dibatasi kecuali pengendaliannya
lemah.
Semua kenaikan saldo buku
besar umum selama tahun tersebut harus direkonsiliasi dengan skedul
|
Akuisisi tahun lalu berjalan
seperti yang tercantum dalam daftar memang ada (eksistensi)
|
Memeriksa faktur vendor dan
laporan penerimaan.
Memeriksa aktiva secara
fisik.
|
Bukanlah hal yang umum untuk
memeriksa secara fisik aktiva yang diperoleh kecuali pengendaliannya lemah
atau jumlahnya meterial
|
Akuisisi yang ada telah
dicatat (kelengkapan)
|
Memeriksa faktur vendor yang
berhubungan erat dengan akun seperti reparasi dan pemeliharaan untuk
mengungkapkan item-item yang akan menjadi aktiva tetap.
Mereview perjanjian lease
dan sewa.
|
Tujuan ini merupakan salah
satu yang paling penting untuk aktiva tetap
|
Akuisisi tahun berjalan yang
ada dalam daftar sudah akurat. (keakuratan)
|
Memeriksa vendor
|
Luasnya tergantung pada
resiko inheren dan efektifitas pengendalian internal.
|
Akuisisi tahun berjalan yang
ada dalam daftar telah diklasifikasikan dengan benar. (klasifikasi)
|
Memeriksa faktur vendor
dalam akun aktiva tetap untuk mengungkapkan item-item yang harus
diklasifikasikan sebagai aktiva tetap kantor, pabrik, dll.
Memeriksa faktur vendor yang
berhubungan erat dengan akun seperti reparasi untuk mengungkapkan item-item
yang akan menjadi aktiva tetap.
Memeriksa beban sewa dan
lease untuk lease yang dapat dikapitalisasi.
|
Tujuannya berkaitan erat
dengan pengujian untuk kelengkapan. Hal ini dilakukan dalam kaitannya dengan
tujuan tersebut dan pengujian untuk keakuratan.
|
Akuisis tahun berjalan
dicatat pada periode yang benar (pisah batas).
|
Mereview transaksi yang
mendekati tanggal neraca pada periode yang benar.
|
Biasanya dilakukan sebagai
bagian dari pengujian pisah batas utang usaha.
|
Klien memiliki hak atas akuisisi
tahun berjalan (hak)
|
Memeriksa faktur vendor
|
Biasanya tidak ada masalah
untuk aktiva tetap.
Akte properti, aktiva tidak
berwujud, dan tagihan pajak sering kali diperiksa untuk tanah dan bangunan
utama.
|
Titik awal untuk memverifikasi akuisisi tahun berjalan umumnya merupakan
sebuah skedul yang diperoleh dari klien menyangkut semua akuisisi yang dicatat
pada akun aktiva tetap dibuku besar umum selama tahun tersebut. Klien
memperoleh informasi ini dari file induk aktiva tetap. Skedul yang tipikal memuat
deskripsi, notasi apakah barang tersebut baru atau bekas, umur aktiva untuk
tujuan penyusutan, metode penyusutan, dan biaya atau harga perolehannya.
3)
Memverifikasi pelepasan tahun berjalan
Transaksi yang melibatkan pelepasan aktiva tetap sering kali disalahsajikan
apabila pengendalian internal perusahaan tidak memiliki metode formal untuk
memberi tahu manajemen tentang penjualan, tukar tambah, pengabaian, atau
pencurian mesin dan peralatan yang tercatat. Jika klien lalai
mencatatpelepasan, biaya awal akun aktiva tetap akan dinyatakan terlalu tinggi,
dan nilai buku bersih akan dinyatakan terlalu tinggi hingga aktiva telah
disusutkan sepenuhnya. Metode formal untuk menelusuri pelepasan dan provisi
menyangkut otorisasi yang tepat atas penjualan atau pelepasan aktiva akan
membantu mengurangi resiko salah saji. Juga harus ada verifikasi internal yang
memadai atas pelepasan yang tercatat untuk memastikan bahwa aktiva telah
dihapus dengan benar dari catatan akuntansi.
Tujuan utama auditor dalam memverifikasi penjualan, tukar tambah, atau
pengabaian aktiva tetap adalah untuk mengumpulkan bukti yang cukup bahwa semua
pelepasan telah dicatat dan pada jumlah yang benar. Titik awal untuk
memverifikasi pelepasan adalah skedul klien yang berisi catatan tentang
pelepasan itu. Skedul tersebut umumnya mencantumkan tanggal kapan aktiva
dilepas atau dibuang, nama orang atau perusahaan yang mengakuisisi aktiva,
harga jual, biaya awal, tanggal akuisis dan akumulasi penyusutan.
Ketika suatu aktiva dijual atau dibuang begitu saja tanpa ditukar dengan
aktiva pengganti, keakuratan transaksi dapat diverifikasi dengan memeriksa
faktur penjualan terkait dan file induk aktiva tetap. Auditor harus
membandingkan biaya dan akumulasi penyusutan yang ada dalam file induk dengan
ayat jurnal yang tercatat dalam jurnal umum serta menghitung kembali keuntungan
atau kerugian atas pelepasan aktiv a sebagai perbandingan dengan catatan
akuntansi. Jika terjadi tukar tambah aktiva dengan aktiva pengganti, auditor
harus memastikan bahwa aktiva yang baru dikapitalisasi dan aktiva yang
digantikan dihapus secara layak dari catatan, dengan mempertimbangkan nilai
buku aktiva yang ditukar tambah dan biaya tambahan aktiva yang baru.
4)
Memverifikasi saldo akhir akun aktiva
Dua tujuan auditor ketika mengaudit aktiva tetap termasuk menentukan bahwa
:
a.
Semua aktiva tetap yang tercatat ada secara
fisik pada tanggal neraca
b.
Semua aktiva tetap yang dimiliki telah dicatat.
Ketika merancang
pengujian audit untuk memenuhi tujuan tersebut, pertama auditor
mempertimbangkan sifat pengendaliaqn internal terhadap aktiva tetap. Idealnya,
auditor mampu menyimpulkan bahwa pengendalian cukup kuat untuk memungkinkannya
bergantung pada saldo yang dicatat dari tahun sebelumnya. Pengendalian yang
penting meliputi penggunaan file induk untuk setiap aktiva tetap, pengendalian
fisik yang memadai terhadap aktiva yang mudah dipindahkan ( seperti, komputer,
perkakas, dan kendaraan ), penulisan nomor identifikasi kesetiap aktiva tetap,
serta perhitungan fisik periodik atas aktiva tetap dan rekonsiliasinya oleh
personil akuntansi. Metode formal untuk memberi tahu departemen akuntansi
tentang semua pelepasan aktiva tetap juga merupakan pengendalian yang penting
terhadap saldo aktiva yang dicatatketahun berjalan.
5)
Memverifikasi beban penyusutan
Beban penyusutan merupakan salah satu dari beberapa akun beban yang tidak
diverifikasi sebagai bagian dari pengujian pengendalian dan pengujian subtantif
atas transaksi. Jumlah yang tercatat ditentukan dengan alokasi internal dan
bukan oleh transaksi pertukaran dengan pihak luar. Jika beban penyusutan
berjumlah material, akan diperlukan lebih banyak pengujian yang terinci atas
beban penyusutan ketimbang untuk akun yang telah diverifikasi melalui pengujian
pengendalian dan pengujian subtantif atas transaksi.
Tujuan audit Yng berkaitan dengan saldo yang paling penting untuk beban
penyusutan adalah keakuratan. Auditor harus berfokus pada penentuan apakah
klien mengikuti kebijakan penyusutan yang konsisiten dari periode ke periode,
dan apakah perhitungan klien sudah benar.
Dalam menentukan hal yang pertama, auditor harus mempertimbangkan empat
aspek:
1.
Umur manfaat akuisisi periode berjalan
2.
Metode penyusutan
3.
Estimasi nilai sisa
4.
Kebijakan penyusutan aktiva dalam tahun akuisisi
dan disposisi
Kebijakan
klien dapat ditentukan melalui diskusi dengan personil yang berwenang dan
membandingkan responnya dengan informasi yang ada dalam file permanen auditor.
Dalam memutuskan kelayakan umur manfaat yang dibebankan ke aktiva yang baru
saja diakuisisi, auditor harus mempertimbangkan umur fisik aktiva, umur yang
diharapkan, ( dengan memperhatikan keusangan atau kebijakan normal perusahaan
untuk meningkatkan mutu aktiva tetap ), dan kebijakan perusahaan yang
ditetapkan menyangkut pertukaran peralatan.
6)
Memverifikasi saldo akhir akumulasi penyusutan
Pendebetan ke akumulasi penyusutan biasanya diuji sebagai bagian dari audit
atas pelepasan aktiva, sementara kredit diverifikasi sebagai bagian dari beban
penyusutan. Jika auditor menelusuri transaksi tertentu ke catatan akumulasi
penyusutan dalam file induk aktiva tetap sebbagai bagian dari pengujian
tersebut, maka hanya diperlukan sedikit pengujian tambahan atas saldo akhir
akumulasi penyusutan.
Dua tujuan yang biasanya ditekankan dalam audit atas saldo akhir akumulasi
penyusutan adalah :
1.
Akumulasi penyusutan yang dinyatakan pada file
induk aktiva tetap sama dengan buku besar umum. Tujuan ini dapat dipenuhi
dengan menguji footing akumulasi penyusutan dalam file induk aktiva tetap dan
menelusuri totalnya kebuku besar umum.
2.
Akumulasi penyusutan dalam file induk sudah
akurat.
Dalam
beberapa kasus, umur aktiva tetap khusunya properti pabrik mungkin saja
berkurang secara signifikan kerena umumnya permintaan pelanggan atas produk,
kerusakan fisik yang tidak terduga, modifikasi operasi, atau perubahan lainnya.
Berdasarkan kemungkinan-kemungkinan tersebut, auditor harus mengevaluasi
kememadaian penyisihan untuk akumulasi penyusutan setiap tahun guna memastikan
bahwa nilai buku bersih tidak melampaui nila realisasi aktiva.
Jenis aktiva tetap yang berbeda mempunyai
resiko bawaan dan resiko pengendalian yang juga berbeda. Resiko bawaan untuk
tanah adalah lebih rendah dibandingkan resiko bawaan untuk kendaraan maupun
bangunan. Hal ini diakibatkan oleh kerentanan dalam pengendalian dan kerumitan
dalam perhitungan dari estimasi umur ekonomis dan nilai residualnya. Variasi
dalam resiko bawaan dan resiko pengendalian antar berbagai aktiva tersebut
perlu diperhatikan oleh auditor dengan menentukan tingkat resiko deteksi yang
tepat untuk masing-masing pernyataan. Disamping itu, terdapat berbagai faktor
lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya resiko bawaan. Resiko bawaan pada
pernyataan penilaian atau pengalokasian adalah relatif tinggi pada pembelian
aktiva tetap dengan menggunakan kredit jangka panjang.
Resiko
pengendalian aktiva tetap pada umumnya relatif rendah karena transaksi ini
jarang terjadi dan terdapat otorisasi pimpinan atas pembelian aktiva tetap yang
penting. Meskipun resiko pengendaliannya rendah sehingga resiko deteksinya
ditetapkan pada tingkat yang tinggi, auditor perlu menggunakan pendekatan
pengutamaan pengujian subtantif. Hal ini disebabkan karena transaksi pembelian
aktiva tetap secara individual memiliki pengaruh yang material terhadap laporan
keuangan.
2.9 Sebuah Kasus Audit Asset Tetap
Pada Desember 2006 Indonesia
Corruptin Watch (ICW) melaporkan kasus dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dalam ruislaag (tukar guling) antara asset PT. Industri Sandang
Nusantara (ISN), sebuah BUMN yang bergerak di bidang tekstil, dengan asset
PT. GDC, sebuah perusahaan swasta.
Dalam ruislaag tersebut PT. ISN menukarkan
tanah seluas 178.497 meter persegi di kawasan Senayan dengan Tanah seluas 47 hektar
beserta Pabrik dan mesin di karawang.
Berdasarkan hasil temuan Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II Tahun Anggaran 1998/1999, menyatakan
ruislaag itu berpotensi merugikan keuangan Negara sebesar Rp. 121,628 miliar.
Kerugian itu terdiri dari kekurangan
luas bangunan pabrik dan mesin milik PT. GDC senilai Rp. 63,954 miliar,
berdasarkan penilaian aktiva tetap oleh PT. Sucofindo pada 1999; penyusutan
nilai asset pabrik milik PT. GDC senilai Rp. 31,546 miliar; dan kelebihan
perhitungan harga tanah senilai Rp. 0,127 miliar. Selain itu juga ditemukan
bahwa terdapat nilai saham yang belum dibayarkan oleh PT. GDC sebesar Rp. 26
miliar.
Telaah Kasus
Dalam kasus Ruislaag di atas, karena
ketidakjelasan prosedur dan syarat-syarat tukar guling asset, sehingga sangat
rawan untuk diselewengkan.
Seharusnya keputusan Tukar Guling
tidak hanya menjadi wewenang salah satu pejabat saja, melainkan melibatkan
beberapa pejabat sebagai pengendali dan control yang baik. Selain itu juga
diperlukan sebuah aturan baku oleh perusahaan mengenai tukar guling, sehingga
kemungkinan penyelewengan menjadi berkurang.
Diperlukan juga control dari lembaga
bersangkutan terhadap penelitian tim penilik yang meneliti kelengkapan mengenai
status asset, dokumen kelengkapan asset, sehingga tidak ada manipulasi dari
nilai asset tersebut serta proses tukar menukar.
Walaupun menggunakan jasa Appraisal,
penilaian asset tetap juga tetap harus diawasi untuk mencegah
kecurangan-kecurangan.
Dari kasus diatas dapat dibuktikan
bahwa PT. ISN memiliki pengendalian intern yang sangat buruk. Sehingga PT. ISN
rawan dicurangi oleh rekanan-rekanan bisnisnya maupun oleh oknum-oknum pejabat
perusahaan yang ingin mengambil keuntungan. Oleh karena itu hal pertama yang
harus dibenahi oleh PT. ISN adalah soal Pengendalian Internnya
1) Aktiva Tetap
merupakan aset suatu perusahaan yang berwujud, yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu periode.
2) Dari sudut substansi, aktiva tetap
dapat dibagi menjadi:
a) Tangible
Assets atau aktiva berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan.
b) Intangible
Assets atau aktiva yang tidak berwujud seperti Goodwill, hak paten, hak cipta, dan
lain-lain.
Dari sudut disusutkan atau Tidak dapat
dibagi menjadi :
a) Depreciated
Plant Assets yaitu aktiva tetap yang dapat disusutkan seperti bangunan, peralatan, mesin, inventaris, dan
lain-lain.
b) Undepreciated
Plant Assets yaitu aktiva tetap yang tidak disusutkan seperti tanah.
Berdasarkan
jenis dapat dibagi menjadi:
a. Tanah yang diatasnya didirikan
bangunan atau digunakan operasi, misalnya sebagai lapangan, halaman, tempat
parkir dan lain sebagainya.
b. Bangunan, baik bangunan kantor, toko maupun
bangunan untuk pabrik;
c. Mesin;
d. Inventaris;
e. Kendaraan dan perlengkapan atau
alat-alat lainnya.
3)
Tujuan
pengujian substantif terhadap saldo aktiva tetap:
· Memperoleh keyakinan tentang keandalan catatan akuntansi yang berkaitan
dengan aktiva tetap
· Membuktikan kebenaran aktiva tetap dan keterjadian transaksi yang berkaitan
dengan aktiva tetap yang dicantumkan dineraca.
· Membuktikan hak kepemilikan klien atas aktiva tetap yang dicantumkan di
neraca.
· Membuktikan kewajaran penilaian aktiva tetap yang dicantumkan dineraca.
· Membuktikan kewajaran penyajian dan pengungkapan aktiva tetap dineraca.
4)
Prosedur audit atas aktiva
tetap
· Prosedur audit awal
· Pengujian analitik
· Pengujian terhadap transaksi rinci
· Pengujian terhadap saldo akun rinci
· Verifikasi penyajian dan pengungkap.
I.
Mahasiswa
dan masyarakat luas harus lebih memahami bagaimana ketentuan-ketentuan mengenai
aktiva tetap agar tidak terjadi kesalahan pada pemahaman terhadap aktiva tetap.
II. Auditor
harus mengaudit sesuai dengan prosedur audit agar tidak terjadi kesalahan dalam
pengauditan.
III. Akuntan
harus memahami dengan baik bagaimana pencatatan aktiva tetap yang baik dan
benar agar tidak terjadi salah pencatatan dalam transaksi keuangan.
AlvinA.Arens, RandalJ.Elder, & MarkS.Beasley.
(2008). Auditing dan Jasa Assurance. Jakarta: Erlangga.
IndraBastian. (2006). Audit Sektor Publik.
Jakarta: Salemba Empat.
TheodorusM.TuanaKotta. (1982). Auditing petunjuk
pemeriksaan akuntan publik. Jakarta: Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia .
http://iipsaja.blogspot.com/2009/04/contoh-kasus-audit-fixed-asset.
0 komentar:
Posting Komentar