BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam
sebuah proses audit terdapat proses pengujian, diantaranya adalah pengujian
pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi pada siklus penjualan dan
penagihan. Kedua jenis pengujian tersebut merupakan bagian dari tahap II dalam
proses audit. Setelah memahami kedua pengujian tersebut maka proses audit
selanjutnya adalah melanjutkan ketahap III dan berfokus pada prsedur analitis
substantive dan pengujian perincian saldo dalam siklus penjualan dan penagihan.
Dalam
pembahasan ini akan mengilustrasikan betapa pentingnya bagi auditor untuk
memilih bukti yang tepat dalam melakukan verifikasi saldo akun terhadap siklus
penjualan dan penagihan, setelah menentukan batas salah saji yang dapat
diterima, menjalankan prosedur identifikasi risiko untuk menilai risiko
pengendalian dan risiko yang tak terhindarkan, serta melakukan pengujian
pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi.
Dalam
siklus penjualan dan penagihan ini akan membahas mengenai desain untuk prosedur
analisis substantive dan pengujian perincian saldo dari dua akun kunci neraca
pada siklus tersebut, yaitu piutang dagang dan cadangan kerugian piutang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah metodologi
desain pengujian perincian saldo?
2. Bagaimanakah cara
mendesain pengujian perincian saldo?
3. Bagaimanakah konfirmasi
piutang dagang yang baik?
4. Bagaimanakah cara
untuk mengembangkan pengujian atas program audit perinci?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mampu Memahami
Metodologi Dalam Mendesain Pengujian Perincian Saldo.
2. Mampu mendesain dan melakukan
prosedur analitis untuk akun - akun dalam siklus penjualan dan penagihan.
3. Memahami bagaimana
konfirmasi pitaung yang baik.
4. Mampu mendesain dan
melakukan pengujian perincian saldo piutang dagang.
BAB II KAJIAN
TEORI
2.1 Metodologi
Desain Pengujian Perincian Saldo
Metodologi
desain pengujian perincian saldo yang menggunakan model resiko audit digunakan
para auditor dalam mendesain pengujian yang tepat untuk saldo piutang dagang.
Dalam metodologi tersebut berkaitan dengan kertas kerja perencanaan bukti yang
diperkenalkan dalam bab materialitas dan resiko.
Bukti
yang memadai yang akan dipakai dalam pengujian perincian saldo harus diputuskan
berbasis dengan tujuan dengan tujuan (objective-by-objective). Pengambilan
keputusan ini menjadi kompleks karena adanya beberapa interaksi yang
mempengaruhi atas bukti tersebut. Contohnya auditor harus mengevaluasi
pelanggaran dan mempertimbangkan risiko bawaan (inherest risk). Potensi dan
resiko ini dapat bervariasi sesuai dengan tujuannnya, seperti halnya hasil
pengujian pengendalian identifikasi risiko, yang bervariasi sesuai dengan
tujuan.Auditor itu harus pula mempertimbangkan hasil pengujian subtantif dari penjualan dan
penerimaan kas.
Dalam
mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang, auditor harus memenuhi
delapan tujuan perincian saldo. Delapan tujuan umum ini sama untuk seluruh
akun, yang disebut tujuan audit yang terkait dengan saldo piutang dagang.
Kedelapan
tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
a) Piutang
dagang dalam neraca saldo sesuai dengan jumlah pada berkas utama, dan jumlah totalnya secara tepat ditambahkan
sesuai dengan buku besar (kecocokan
perincian).
b) Perincian
piutang dagang yang terjadi (Keberadaan).
c) Seluruh
piutang dagang sudah dihitung (Kelengkapan).
d) Jumlah
piutang dagang yang tepat (Akurasi).
e) Piutang
dagang diklasifikasikan dengan benar (Klasifikasi).
f) Pisah
batas waktu piutang dagang yang tepat (pisah batas)
g) Piutang
dagang dinyatakan dalam nilai yang dapat direalisasikan (Nilai Terealisasi)
h) Klien
memiliki hak atas piutang dagang
Kolom
dalam kertas kerja perencanaan bukti termasuk tujuan audit terkait saldo. auditor
menggunakan faktor-faktor yang ada untuk membantu mengetahui resiko deteksi
piutang dagang yang terencana, sesuai tujuannya.
2.1.1 Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Mempengaruhi
Piutang Dagang (Tahap I)
Pengujian atas
piutang dagang didasarkan pada prosedur penilaian resiko audit agar auditor
memahami bisnis dan industri klien. Sebagai bagian dari pemahaman tersebut,
auditor mempelajari lingkungan bisnis dan industri klien serta mengevaluasi
tujuan manajemen dan proses bisnis yang mengidentifikasi risiko bisnis secara
signifikan dapat mempengaruhi pelaporan keuangan, termasuk piutang dagang.
Risiko bisnis
klien yang mempengaruhi piutang dagang oleh auditor dianggap sebagai resiko tak
terhindarkan dan dijadikan bukti perencanaan untuk piutang dagang. Contohnya,
sebagai hasil dari perubahan lingkungan ekonomi dalam industri, auditor bisa meningkatkan risiko bawaan dalam nilai
realisasi bersih piutang dagang.
2.1.2 Mengidentifikasi Salah Saji yang Dapat diterima
dan Mengevaluasi Resiko Bawaan (Tahap I)
Auditor terlebih
dahulu memberikan penilaian awal mengenai materialitas untuk keseluruhan
laporan keuangan, lalu mengalokasikan jumlah yang dianggap material untuk
setiap akun neraca, termasuk piutang dagang. Alokasi ini disbut penentuan salah
saji yang dapat diterima (tolerable mistatement).Piutang dagang biasanya
merupakan salah satu bagian terpenting dari pelporan keuangan bagi perusahaan
dengan penjualan kredit. Meskipun saldo piutang dagang tersebut kecil,
transaksi dalam siklus penjualan dan penagihan yang memengaruhi saldo tersebut
biasanya berjumlah besar.
Auditor mentukan
resiko tak terhindarkan untuk masing-masing akun (misalnya puitang dagang)
dengan mempertimbangkan resiko bisnis dan industri perusahaan klien. PSA 70 (SA
316) mengindikasikan bahwa auditor harus bisa mengidentifikasi risiko
pelanggaran dalam pengakuan pendapatan. Hal ini biasanya memengaruhi evaluasi
auditor trhadap resiko tersebut untuk tujuan: eksistensi, batas waktu
penjualan, pengembalian barang dagangan, dan batas penetapan cadangan kerugian
piutang. Klien biasanya baik secara segaja maupun tidak sengaja salah
menetapkan cadangan atas piutang tak tertagih (nilai realisasi bersih) karena
sulitnya menentukan jumlah yang tepat.
2.1.3 Mengevaluasi Risiko Pengendalian dalam
Siklus penjualan dan penagihan (Tahap I)
Pengendalian
internal atas penjualan dan bukti penerimaan kas yang berhubungan dengan
piutang dagang biasanya berlangsung secara efektif di banyak perusahaan karena
manajemen sangat peduli dengan pencatatan yang akurat untuk menjaga hubungan
baik dengan pelanggan. Auditor umumnya memperhatikan tiga aspek pengendalian
internal, yaitu:
1. Pengendalian untuk
menghindari atau mendeteksi pencurian.
2. Pengendalian atas
penetapan pisah batas.
3. Pengendalian yang
berhubungan dengan cadangan piutang tidak tertagih.
Auditor
harus menghubungkan risiko pengendalian atas tujuan audit terkait transaksi dan
tujuan audit terkait saldo, terutama untuk merencanakan risiko deteksi dan bukti-bukti
yang akan digunakan dalam pengujian perincian saldo.hubungan dua hal ini
biasanya mudah ditemukan.
2.1.4 Mendesain dan Melakukan Mengujian
Pengendalian dan Pengujian Subtantif atas Transaksi (Tahap II)
Hasil
pengujian pengendalian menentukan apakah resiko pengendalian atas penjualan dan
penerimaan kas perlu direvisi.Auditor menggunakan hasil pengujian subtantif
atas transaksi untuk menentukan apakahrisiko pengendaliam atas penjualan dan
penerimaan kas perlu direvisi.auditor menggunakan hasil pengujian subtantif
atas transaksi untuk mentukan apakah perencanaan resiko deteksi sudah memenuhi
untuk setiap tujuan audit terkait saldo piutang dagang.
2.1.5 Mendesain
dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)
Prosedur
analitis biasanya dilakuikan dalam tiga tahap audit : selama perencanaan,
saat pelaksanaan pengujian terperinci
dan saat menyelesaikan audit. Prosedur analitis umumnya dialkukan selama tahap
pengujian diselesaikan setelah tanggal neraca, namun sebelum dilakukan
pengujian perincian saldo. Hal ini menimbulkan keinginan untuk melakukan
ekstensifikasi prosedur analitis sebelum klien mencatat seluruh transaksi
selama tahun tersebut dan menyelesaikan laporan keuangan.
Auditor
menjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan dan penagihan,
tidak hanya piutang dagang. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat hubungan
erat antara laporan laba rugi dengan akun-akun pada neraca. Jika auditor
mengidentifikasi adanya kesalahan penyajian dalam penjualan atau pengembalian
barang dagangan dengan menggunakan prosedur analitis, piutang dagang kemungkian
besar akan menutupi kesalahan tersebut.
2.1.6 Mendesain dan melakukan Pengujian Perincian
Saldo Piutang dagang (Tahap III)
Pengujian
perincian yang tepat terhadap saldo bergantung pada faktor-faktor yang
disebutkan dalam kertas kerja perencanaan bukti.Resiko deteksi yang terncana
untuk setiap tujuan audit terkait saldo piutang dagang ditampilkan pada baris
kedua.Keputusan ini secara subjektif ditentukan auditor untuk setiap faktor
yang disebutkan dalam baris tersebut.
Tugas
menggabungkan faktor-faktor penentu risiko deteksi terencana cukup kompleks
karena pengukuran untuk setiap faktor bisa saja salah dan penentuan bobot untuk
setiap faktor sifatnya sangat subjektif.Sebaliknya, hubungan abtar faktor dan
resiko deteksi terencana biasanya mudah dilakukan. Sebagai contoh, Auditor tahu
risiko tinggi yang tak terhindrkan atau resiko pengendalian menurunkan risiko
deteksi terencana, sedangkan hasil yang baik untuk pengujian substantif atas
transaksi meningkatkan risiko deteksi terencana dan menurunkan pengujian
subtantif ternecana lainnya.
2.2 Mendesain
Pengujian Perincian Saldo
Meskipun
auditor menekankan akun-akun neraca dalam pengujian perincian saldo, akun laporan
laba-rugi tidak dilupakan karena akun laporan laba/rugi diuji sebagai produk
sampingan dari pengujian neraca. Sebagai contoh, jika auditor mengkonfirmasi
saldo piutang dagang dan menemukan lebih
saji yang disebabkan karena kesalahan dalam
penagihan ke pelanggan, maka baik piutang dagang maupun penjualan
menjadi lebih saji.
Dalam
membahas pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus pada tujuan
audit terkait saldo. Kita akan mengasumsikan dua hal, yaitu:
1.
Auditor telah melengkapi kertas kerja.
2.
Auditor telah menetapkan risiko deteksi terencana untuk pengujian atas tujuan
audit-terkait saldo.
2.2.1 Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dan
Sesuai dengan Berkas Utama dan Buku Besar
Pada
umumnya, pengujian atas piutang dagang dan cadangan kerugian piutang
dilakukan berdasarkan neraca saldo.
Sebuah neraca saldo menyajikan saldo piutang dagang pada tanggal neraca
termasuk data saldo piutang untuk setiap pelanggan disertai perincian saldo
untuk kurun waktu antara tanggal penjualan dan tanggal neraca.
Biasanya,
auditor melakukan pengujian atas informasi yang didapatkan dari kecocokan perincian (detail tie-in) dalam neraca saldo,
sebelum melakukan pengujian lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi yang diuji sama dengan buku besar dan
piutang dagang pada berkas utama. Total kolom dan kolom yang berkaitan
dengan umur piutang harus diuji dan
total pada neraca saldo dibandingkan dengan buku besar. Sebagai tambahan,
auditor harus menelusuri sampel untuk saldo masing-masing dokumen pendukung, seperti duplikat bukti penjualan
untuk mencocokkan nama pelanggan, saldo, dan penghitungan umur piutang yang
tepat. Perluasan pengujian terhadap kecocokan
perincian bergantung pada jumlah rekening, tingkat pengujian atas berkas
utama sebagai bagian dari uji
pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi, dan tingkat pengujian yang dilakukan oleh auditor
internal atau pihak independen lain sebelum auditor. Auditor sering kali
menggunakan peranti lunak audit untuk menjumlah ke bawah (foot) dan ke samping
(cross-foot) pada neraca saldo dan menghitung ulang taksiran umur piutang.
2.2.2 Piutang
Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya
Konfirmasi
atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling penting untuk
menentukan keberadaan piutang dagang yang dicatat. Ketika pelanggan tidak
menanggapi konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa dokumen pendukung untuk
mengecek pengiriman barang , juga menguji bukti penerimaan kas selama masa
tenggat (subsequent) untuk mengetahui apakah pembayaran sudah dilakukan.
Biasanya, auditor tidak menguji dokumen pengiriman atau bukti penerimaan kas
dalam sampel yang dikonfirmasi, melainkan memperluas penggunaan dokumen
tersebut sebagai alternative bukti bagi
konfirmasi yang tidak ditanggapi.
2.2.3 Piutang
Dagang Dicatat secara Lengkap
Bagi
auditor, sulit untuk melakukan pengujian saldo rekening di luar neraca saldo,
kecuali bergantung pada pertimbangan data piutang dagang di berkas utama.
Contohnya, jika klien tanpa sengaja
tidak memasukkan piutang dagang pada neraca saldo, kemungkinan hal ini akan
dapat dideteksi ketika auditor melakukan penjumlahan ke bawah terhadap piutang
dagang di neraca saldo, kemudian melakukan rekonsiliasi saldo melalui akun
pengntrol di buku besar.
Jika
seluruh penjualan kepada pelanggan tidak dimasukkan dalam jurnal penjualan,
maka kurang saji pada piutang dagang tidak dapat diungkap melalui pengujian
perincian saldo. Sebagai contoh, auditor jarang mengirimkan konfirmasi piutang
dagang kepada pelanggan dengan saldo
nol, sebagian karena hasil penelitian menyebutkan bahwa pelanggan biasanya tidak merespons permintaan
konfirmasi yang menunjukkan saldo mereka kurang. Sebagai tambahan, penjualan
yang tidak tercatat kepada pelanggan baru akan sulit diidentifikasi dalam
konfirmasi karena nama pelanggan tersebut tidak masuk dalam berkas utama.
Kurang saji atas penjualan dan piutang dagang lebih baik dideteksi dari
prosedur analitis dan pengujian substantive atas transaksi pengiriman yang
dilakukan, tetapi tidak dicatat (tujuan kelengkapan atas pengujian transaksi
penjualan).
2.2.4 Akurasi
Piutang Dagang
Konfirmasi
rekening yang diambil dari neraca saldo merupakan bentuk pengujian perincian saldo yang paling umum dilakukan
untuk mengetahui akurasi piutang dagang. Bila pelanggan tidak merespons
permintaan konfirmasi, auditor dapat melihat data pendukung untuk memperoleh keyakinan atas
keberadaan piutang tersebut. Auditor melakukan pengujian debet dan kredit pada
saldo pelanggan individu dengan memeriksa dokumen pendukung untuk pengiriman
dan penerimaan kas.
2.2.5 Piutang
Dagang Diklasifikasikan dengan Benar
Umumnya,
auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang dagang dengan mudah, yaitu
dengan menelaah neraca saldo untuk piutang yang jumlahnya material dari
afiliasi, karyawan, direktur, atau pihak terkait lainnya. Auditor perlu
mengecek apakah piutang yang sifatnya jangka panjang sudah dipisahkan dari
piutang dagang biasa, dan saldo kredit pada piutang dagang yang jumlahnya besar
diklasifikasikan kembali menjadi utang dagang. Terdapat hubungan erat antara
tujuan audit-terkait klasifikasi saldo dengan klasifikasi terkait, penyajian
atas pemahamannya, dan tujuan pengungkapannya. Untuk mencapai tujuan
audit-terkait klasifikasi saldo, auditor harus menetapkan apakah klien telah
mengklasifikasikan piutang dagang secara benar. Sebagai contoh, auditor akan
menetapkan apakah piutang dari pihak terkait telah dipisahkan di neraca saldo.
Untuk memenuhi persyaratan penyajian dan pengungkapan, auditor harus memastikan
bahwa klasifikasi disajikan secara benar dengan menentukan apakah transaksi
antara pihak- pihak yang terkait dengan perusahaan telah dicatat secara tepat
dalam laporan keuangan selama menyelesaikan tahapan audit.
2.2.6 Penetapan
Pisah Batas (Cutoff) Piutang Dagang secara Tepat
Salah
saji akibat pisah batas (Cutoff Misstatement) terjadi ketika transaksi dalam
waktu berjalan dicatat selama jeda waktu antara pembuatan pelaporan dan waktu
audit, atau sebaliknya. Tujuan pengujian pisah batas, tanpa memperhatikan jenis
transaksi, adalah untuk melihat apakah transaksi yang terjadi di akhir periode
akuntansi dicatat pada periode yang
tepat. Hal ini adalah salah satu tujuan terpenting dari siklus karena salah
saji dalam pisah batas memengaruhi laba periode berjalan. Sebagai contoh,
kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam menetapkan penjualan yang
terjadi setelah tanggal neraca sebagai penjualan periode berjalan, atau
kesalahan tidak memasukkan pembelian barang dagangan pada periode berjalan,
akan menyebabkan lebih saji laba bersih secara material.
Salah
saji akibat penetapan pisah batas terjadi pada penjualan, retur dan cadangan
barang dagangan, serta penerimaan kas. Untuk masing-masing hal tersebut,
auditor perlu melakukan tiga pendekatan
dalam menetapkan kewajaran pisah batas, yaitu:
1.
Menetapkan kriteria pisah batas yang tepat.
2.
Mengevaluasi apakah klien telah melakukan prosedur yang memadai untuk
menentukan tingkat kewajaran pisah batas.
3.
Menguji apakah pisah bats yang ditetapkan adalah tepat.
2.2.6.1
Pisah
Batas Penjualan.
Sebagian besar
klien yang bergerak di bidang perdagangan dan manufaktur mencatat penjualan
berdasarkan kriteria pengiriman barang. Beberapa perusahaan mencatat faktur pada saat
perpindahan kepemilikan, yang dapat terjadi sebelum pengiriman (seperti dalam
kasus barang yang diproduksi khusus), pada saat memulai pengiriman, atau selama
pengiriman berlangsung. Agar pengukuran dilakukan secara tepat pada periode
berjalan, maka metode yang digunakan harus mengikuti Prinsip Akuntansi
Berterima Umum (Generally Accepted
Accounting Principles/GAAP) dan
diterapkan secara konsisten.
Bagian terpenting
pada evaluasi metode klien dalam menetapkan pisah batas adalah saat menentukan
prosedur apa yang digunakan. Jika klien menerbitkan dokumen pengiriman secara
urut nomor, maka auditor akan sangat mudah mengevaluasi dan menguji pisah batasnya. Pemisahan tugas antara fungsi
pengiriman dan penagihan juga menguatkan kecenderungan untuk mencatat transaksi
pada periode yang tepat. Bagaimana pun juga,
jika pengiriman dilakukan oleh armada perusahaan, jika pencatatan
pengiriman tidak diberi nomor, dan jika orang yang melakukan pengiriman dan
penagihan tidak independen satu sama lain, maka auditor akan sulit memastikan
bahwa pisah batas yang ditetapkan adlah akurat.
Ketika
pengendalian internal klien dianggap memadai, maka auditor biasanya dapat melakukan
verifikasi pisah batas dengan memeriksa nomor dokumen pengiriman pada saat
pengiriman terakhir di akhir periode, lalu membandingkan nomor ini dengan pencatatan penjualan selama periode berjalan
dan periode jeda (subsequent). Sebagai ilustrasi, diasumsikan nomor dokumen
pengiriman untuk pengriman terakhir periode
berjalan adalah 1489. Seluruh penjualan yang dicatat sebelum akhir
periode harus diawali dengan dokumen nomor 1490 dan tidak ada penjualan dicatat
dan dikirimkan selama periode jeda yang bernomor 1489 atau lebih kecil. Seorang
auditor dapat menguji hal ini dengan membandingkan catatan penjualan dan
dokumen pengiriman terkait untuk
beberapa hari terakhir pada periode berjalan, dan beberapa hari di awal
periode jeda.
2.2.6.2 Pisah Batas Retur dan Cadangan Penjualan.
GAAP
mensyaratkan retur penjualan harus dibandingkan dengan penjualan terkait
jika jumlahnya material. Sebagai contoh,
jika pengiriman pada periode berjalan dikembalikan pada periode jeda (subsequent period), maka
retur penjualan seharusnya dianggap sebagai persediaan periode berjalan). Di
kebanyakan perusahaan, retur penjualan dicatat
pada periode akuntansi di mana transaksi ini terjadi, dengan asumsi yang
hamper sama, yaitu adanya saling-hapus (offsetting) jumlah pada awal dan akhir
periode akuntansi. Pendekatan ini dapat diterima selama jumlahnya tidak
material. Beberapa perusahaan menyediakan cadangan, mirip dengan cadangan
piutang tak tertagih, untuk jumlah retur yang diperkirakan terjadi selama
periode jeda.
Jika
auditor yakin bahwa klien mencatat seluruh retur penjualan tepat pada waktunya,
maka pengujian pisah batas bias dilakukan dengan mudah dan langsung. Auditor
dapat menguji dokumen pendukung sebagai sampel untuk retur dan cadangan
penjualan yang dicatat selama periode jeda sampai tanggal penutupan untuk
menentukan tanggal penjualan. Jika
auditor melihat bahwa jumlah yang dicatat selama periode jeda secara signifikan
berbeda dari retur dan cadangan penjualan di awal periode audit, maka
mereka perlu melakukan penyesuaian.
Sebagai contoh, suatu perusahaan bisa mengalami kenaikan retur penjualan saat
melakukan penjualan melalui internet. Hal ini disebabkan karena pembeli tidak
bisa memeriksa produk sebelum dibeli. Sebagai tambahan, jika evaluasi
pengendalian internal atas pencatatan retur dan cadangan penjualan hasilnya
tidak efektif, maka lebih banyak sampel dibutuhkan untuk melakukan verifikasi
terhadap pisah batas.
2.2.6.3 Pisah Batas Penerimaan Kas.
Dalam
audit, biasanya penentuan pisah batas penerimaan kas dianggap tidak
terlalu penting dibandingkan pisah batas
untuk penjualan, retur, dan cadangan penjualan. Hal ini disebabkan karena
penentuan pisah batas penerimaan kas yang kurang tepat hanya akan memengaruhi
saldo kas dan piutang dagang, bukan laba. Jika salah saji tersebut material,
maka hal tersebut dapat memengaruhi penyajian wajar atas akun-akun ini,
terutama ketika jumlah kas kecil atau bersaldo negative.
Pengujian
untuk salah saji pisah batas penerimaan kas (biasanya disebut holding the cash
receipts book open) cukup mudah dilakukan, yaitu dengan menelusuri
pencatatan penerimaan kas ke setoran
bank pada periode jasa yang terdapat di laporan bank. Jika beberapa hari tertunda, maka terdapat
indikasi salah saji dalam penentuan pisah
batas.Pada tingkat tertentu, auditor dapat mengandalkan konfirmasi atas
piutang dagang untuk menemukan salah saji pada pisah batas penjualan, retur,
dan cadangan penjualan, dan penerimaan kas. Sulit membedakan salah saji pisah
batas dari suatu beda waktu (timing difference) normal yang terjadi karena
pengiriman dan pembayaran dalam
perjalanan pada akhir periode. Sebagai contoh, jika pembeli mengirimkan
dan mencatat pembayaran cek kepada klien
untuk rekening yang belum dibayar tanggal 30 Desember sedangkan klien menerima
dan mencatatnya tanggal 2 Januari, maka pencatatan oleh pembeli dan klien akan berbeda pada tanggal
31 Desember. Hal ini bukan salah saji, melainkan terdapat beda waktu sehubungan
dengan waktu pengiriman. Sulit bagi auditor untuk menentukan apakah situasi seperti
ini disebut salah saji atau beda waktu, jika
jawaban konfirmasi dijadikan sumber informasi. Situasi tersebut
membutuhkan penyelidikan lebih lanjut,
misalnya dengan pemeriksaan dokumen pendukung.
2.2.6.4 Piutang Dagang Dinyatakan dalam Nilai Terealisasi
GAAP
mensyaratkan perusahaan mencatat piutang dagang dalam jumlah tertinggi yang
dapat ditagih. Nilai terealisasi piutang dagang sama dengan jumlah total
piutang dagang dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih.
Untuk
menghitung cadangan, klien mengestimasi jumlah total piutang dagang yang
diperkirakan tidak dapat ditagih. Prediksi ini tentunya tidak dapat dilakukan
secara tepat, tetapi auditor perlu mengevaluasi apakah klien sudah menetapkan
cadangannya secara masuk kal dengan mempertimbangkan semua fakta. Untuk
melakukan evaluasi ini, auditor sering kali menyiapkan skedul audit yang
menganalisis cadangan piutang tak tertagih. Untuk memulai evaluasi cadangan
atas piutang tak tertagih, auditor menganalisis hasil pengujian pengendalian mengenai kebijakan
kredit klien. Jika kebijakan ini tidak
berubah dan hasil pengujian kebijakan kredit dan persetujuan kredit
konsisten dengan tahun sebelumnya, maka perubahan saldo cadangan piutang tak
tertagih seharusnya hanya merefleksikan perubahan kondisi ekonomi dan volume
penjualan. Jika kebijakan kredit klien berubah secara signifikan, maka auditor
harus berhati-hati dalam mempertimbangkan dampak dari perubahan ini.
Auditor
sering kali mengevaluasi kecukupan cadangan dengan memeriksa akun-akun jangka panjang pada neraca saldo secara
hati-hati untuk menentukan mana yang belum dibayar setelah tanggal neraca.
Besaran saldo dan umur piutang yang belum dibayar dapat dibandingkan dengan
informasi serupa tahun-tahun sebelumnya untuk mengevaluasi apakah jumlah
piutang jangka panjang meningkat atau menurun selama kurun waktu tersebut.
Auditor dapat juga menilai kolektibilitas piutang dagang dengan memeriksa
berkas-berkas kredit, mendiskusikan dengan manajer kredit dan menganalisis berkas korespondensi klien. Prosedur ini
sangat penting jika terdapat hanya sedikit rekening bersaldo tingi yang tidak
tterbayarkan dengan basis regular.
Auditor
menghadapi dua kesalahan yang biasa terjadi dalam mengevaluasi cadangan dengan
memeriksa saldo jangka panjang secara individu pada neraca saldo. Pertama,
mereka mengabaikan tingkat kecukupan cadangan untuk akun jangka pendek,
meskipun beberapa akun ini jelas-jelas
tak tertagih. Kedua, sulit untuk membandingkan hasil tahun berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam
basis yang tidak terstruktur. Jika akun-akun ini secara progresif tidak
tertagih selama beberapa tahun, maka akun ini telah diabaikan. Untuk
menghindari dua kesalahan tersebut, klien dapat menyusun sejarah penghapusan
piutang tak tertagih (bad debt write-offs) selama kurun waktu tertentu sebagai
referensi dalam mengevaluasi cadangan tahun berjalan. Sebagai contoh, klien
dapat menetapkan 2% dari akun berjalan, 10% dari akun berumur 30-90 hari, dan
35% dari semua saldo yang berumur lebih dari 90 hari dianggap tidak tertagih.
Auditor dapat memberlakukan persentase ini ke neraca saldo dan membandingkan
hasilnya dengan saldo pada akun cadangan. Auditor tentunya harus memverifikasi
kewajaran dari persentase yang digunakan
dan berhati-hati dalam memperhitungkan perubahan kondisi.
2.2.6.5 Piutang Tak Tertagih
Setelah
auditor puas dengan akun cadangan, mudah baginya untuk memeriksa piutang tak
tertagih. Diasumsikan bahwa:
·
Saldo awal akun cadangan diverifikasi sebagai bagian dari audit sebelumnya.
· Jumlah tak tertagih yang dihapus
diverifikasi sebagai bagian dari pengujian substantive atas transaksi.
· Saldo akhir akun cadangan diverifikasi
untuk berbagai tujuan.Piutang tak tertagih merupakan saldo sisa yang diverifikasi dari
perhitungan kembali.
2.2.6.6 Klien Berhak atas Piutang Dagang
Hak
klien atas piutang dagang biasanya tidak menyebabkan masalah audit karena piutang umumnya memang milik klien. Dalam
beberapa kasus, ada bagian dari piutang dagang yang dijadikan jaminan,
ditujukan untuk pihak lain, atau dijual dengan nilai lebih rendah. Umumnya,
pelanggan tidak tahu-menahu tentang hal tersebut, sehingga konfirmasi piutang
pun tidak dapat memberikan kejelasan. Untuk mendapatkan informasi mengenai
keterbatasan hak klien atas piutangnya, auditor perlu mendiskusikan dengan
klien, melakukan konfirmasi ke bank, atau memeriksa kontrak utang sebagai bukti bahwa piutang dagang dipakai sebagai
jaminan, dan memeriksa berkas korespondensi.
2.2.6.7 Penyajian dan Pengungkapan Piutang dagang
Pengujian
dari keempat tujuan audit-terkait penyajian dan pengungkapan dilakukan sebagai
bagian dari penyelesaian tahapan audit. Beberapa pengujian atas penuajian
dan pengungkapan dilakukan untuk
memenuhi tujuan audit-terkait saldo. Contohnya, ketika pengujian penjualan dan piutang dagang
dilakukan, auditor harus memahami dan mengevaluasi kewajaran kebijakan klien
atas pengakuan pendapatan untuk mengetahui
pengungkapannya
secara wajar dalam laporan keuangan. Auditor juga perlu memutuskan apakah klien
secara wajar telah menghitung saldo dan menyajikan informasi dari pihak- pihak
terkait. Untuk mengevaluasi kecukupan penyajian dan pengungkapan tersebut,
auditor perlu memiliki pemahm SAK dan persyaratan penyajian dan pengungkapan
secara menyeluruh.
Bagian
penting dari evaluasi meliputi keputusan apakah klien telah memisahkan hal-hal
material yang memerlukan pengungkapan terpisah dalam laporan keuangan.
Contohnya, piutang dari pegawai atau perusahaan
afiliasi harus dipisahkan dari piutang dengan
pelanggan lainnya, jika jumlahnya material. Dengan cara yang serupa, SEC
mensyaratkan juga bahwa perusahaan harus memisahkan pengungkapan penjualan dan
asset dari segmen bisnis yang berbeda. Buku besar gabungan dalam laporan
keuangan juga perlu memisahkan saldo
akun-akun yang tidak relevan dengan pengguna eksternal laporan. Jika seluruh
akun gabungan yang dimasukkan dalam buku besar diungkapkan secara terpisah dalam
laporan, maka hal ini akan membingungkan pengguna laporan.
2.3 Konfirmasi Piutang Dagang
2.3.1 Persyaratan
Standard Auditing
Standard
audit mensyaratkan konfirmasi piutang dagang dalam kondisi normal. PSA 07 (SSA
330) menyebutkan tiga pengecualian terhadap persyaratan konfirmasi tersebut,
yaitu :
1. Piutang
dagang jumlahnya tidak material. Hal ini biasa terjadi pada perusahaan tertentu,
misalnya totko diskon dengan penjualan tunai dan kartu kredit.
2. Auditor
mempertimbangkan bahwa konfirmasi merupakan bukti yang tidak efektif karena
tingkat respon yang rendah atau tidak dapat diandalkan. Dalam industry
tertentu, seperti rumah sakit, tingkat respon untuk konfirmasi itu sangat
rendah.
3. Kombinasi
dari tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian adalah rendah dan bukti
substantive lain dapat diakumulasikan sebagai bukti yang cukup. Jika klien
memiliki pengendalian internal efektif dan risiko bawaan yang cukup rendah
terhadap siklus penjualan dan penagihannya, maka auditor perlu memenuhi
persyaratan dengan melakukan pengujian pengendalian, pengujian substantive atas
transaksi, dan prosedur analitis.
2.3.2 Konfirmasi Piutang
2.3.2.1 Konfirmasi positif
Konfirmasi positif
adalah konfirmasi yang ditujukan kepada debitur untk meminta konfirmasi secara
langsung apakah saldo yang disebutkan dalam konfirmasi tersebut benar atau salah.
Formulir
konfirmasi kosong adalah jenis konfirmasi positif yang tidak
menyebutkan jumlah yang dikonfirmasi,
tetapi mensyaratkan penerima untuk mengisi jumlahnya atau memasukkan informasi
lain. Formulir kosong ini jarang digunakan dalam praktik karena biasanya tingkat responnya lebih rendah.
Konfirmasi
tagihan adalah bentuk lain dari konfirmasi positif yang
merupakan konfirmasi individual, bukan saldo keseluruhan piutang pelanggan.
Banyak pelanggan menggunakan system
voucher sehingga mereka bisa
mengkonfirmasi tagihan individual, tetapi bukna informasi saldo keseluruhan.
Akibatnya, penggunaan konfirmasi tagihan ini menaikkan tingkat respon.
2.3.2.2.
Konfirmasi negative
Konfirmasi
negative juga ditujukan kepada debitur, tetapi hanya meminta respon jika
debitur tidak menyetujui jumlah yang dinyatakan dalam konfirmasi. Konfirmasi
positif merupakan bukti yang lebih dapat diandalkan karena auditor dapat
melakukan prosedur lain jika respon tidak diperoleh dari debitur. Dengan
konfirmasi negative, pelanggan bisa saja tidak merespon dan dianggap menyetujui
jumlah yang dikonfirmasi, meskipun mungkin sebenarnya pelanggan mengabaikan
permintaan konfirmasi. Auditor berhak menentukan jenis konfirmasi yang akan
digunakan, dan hal ini sebaiknya
berdasarkan fakta dalam audit. PSA 07 menyatakan bahwa konfirmasi
negative dapat dilakukan hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi.
1. Piutang dagang terdiri
dari sejumlah besar akun bersaldo kecil.
2.
Kombinasi antara risiko pengendalian dan risiko bawaan adalah rendah. Kombinasi
risiko tidak dapat dikatakan rendah jika pengendalian internal tidak efektif
atau terdapat kemungkinan salah saji. Jika audit tahun sebelumnya
mengindikasikan bahwa piutang dagang sering tidak akurat, maka konfirmasi
negative tidak tepat untuk dilakukan.
3.
Jika diyakini bahwa penerima konfirmasi tidak mengabaikan konfirmasi yang
diminta. Misalnya, jika tingkat respon konfirmasi positif tahun-tahun
sebelumnya sangat tinggi atau jika terdapat tingkat respon yang tinggi pada
klien yang sama.
Biasanya, jika
konfirmasi negative dilakukan, maka auditor akan memberikan penekanan pada efektifitas pengendalian internal,
pengujian substantive dan prosedur analitis sebagai bukti kewajaran piutang
dagang, dan mengasumsikan bahwa mayoritas penerima konfirmasi akan membaca
dengan seksama dan merespon permintaan konfirmasi.
Konfirmasi
negative biasanya digunakan untuk audit rumah sakit, toko ritel, bank, dan
industry lain yang piutang dagangnya berhubungan dengan masyarakat umum.
Kombinasi konfirmasi negative dan konfirmasi positif juga biasa dilakukan
dengan mengirimkan konfirmasi positif kepada debitur dengan saldo besar dan
menggunakan konfirmasi negative kepada debitur bersaldo kecil.
Pilihan konfirmasi
oleh auditor dipengaruhi oleh materialitas dari total piutang dagang, jumlah dan ukuran setiap akun, risiko
pengendalian, risiko yang tak terhindarkan, efektifitas dari konfirmasi sebagai
bukti audit, dan ketersediaan bukti audit lain.
2.3.3 Penetepan Waktu
Bukti yang paling
dapat diandalkan dari konfirmasi diperoleh saat konfirmasi tersebut dikirimkan
sesegera mungkin setelah penutupan tanggal neraca. Dengan ini auditor dapat
secara langsung menguji saldo piutang dagang dari laporan keuangan tanpa perlu
memperhatikan transaksi yang terjadi antara tanggal konfirmasi dan tanggal
neraca. Selain itu, untuk melakukan audit berbasis ketepatan waktu, biasanya
diperlukan konfirmasi akun-akun selama tanggal intermin.
Jika auditor
memutuskan untuk mengkonfirmasi piutang dagang sebelum akhir tahun, maka
auditor tersebut biasanya menyiapkan skedul ke depan untuk merekonsiliasi
saldo piutang dagang pada tanggal
neraca.
2.3.4 Keputusan Pengambilan Sampel
1.
Jumlah
sampel
Factor utama yang mempengaruhi jumlah sampel dalam
melakukan konfirmasi piutang dagang terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
·
Salah saji yang dapat diterima.
·
Risiko yang tak terhindarkan
(ukuran relative dari total piutang dagang, jumlah
akun, hasil pengujian tahun sebelumnya, dan ekspektasi
salah saji).
·
Risiko pengendalian.
·
Risiko deteksi yang diperoleh
dari pengujian substantive lainnya (perluasan dan
hasil dari pengujian substantive atas transaksi, prosedur
analitis, dan pengujian
detail lainnya).
·
Tipe konfirmasi (konfirmasi
negative biasanya membutuhkan sampel lebih
banyak).
2.
Pemilihan
Sampel Pengujian
Beberapa tingkatan sampel diperlukan bagi hamper
seluruh jenis konfirmasi. Dalam melakukan pendekatan untuk memilih tingkatan sampel,
auditor perlu mempertimbangkan besaran nominal akun per individu dan jangka
waktu peredaran piutang dagang. Dalam
banyak kasus, auditor mengambil sampel seluruh akun diatas jumlah nominal tertentu dan memilih sampel
acak atas sisanya.
2.3.5 Menjalankan Pengendalian
Setelah sampel
konfirmasi ditentukan, auditor perlu melakukan pengendalian konfirmasi hingga
dikembalikan dari pelanggan. Jika klien membantu menyiapkan konfirmasi, seperti
memasukkan surat konfirmasi ke dalam amplop tertutup, atau melekatkan cap pada amplop, auditor harus melakukan
pengawasan ketat.
2.3.6 Tindak Lanjut Bila Tidak Ada Tanggapan
Surat konfirmasi
yang tidak dikembalikan oleh pelanggan tidak dapat dianggap sebagai bukti audit. Misalnya, tidak ada tanggapan
atas konfirmasi positif bukan berarti merupakan bukti audit. Sama halnya dengan
konfirmasi negative, jika tidak ada respon maka auditor tidak boleh
menyimpulkan bahwa pelanggan menerima permintaan konfirmasi dan membenarkan
permintaan informasi.
Jika menggunakan
konfirmasi positif, PS 07 mensyaratkan prosedur tindak lanjut bila terdapat
konfirmasi yang tidak diatnggapi. Biasanya, tindak lanjut dilakukan dengan
mengirimkan permintaan konfirmasi kedua atau bahkan ketiga. Jika pelanggan
tetap tidak mengembalikan surat konfoirmasi, maka perlu dilakukan tindak lanjut
dengan prosedur alternative. Tujuan dari
prosedur alternative adalah menentukan, tanpa konfirmasi, apakah akun yang
tidak dijawab memang benar ada, dan disajikan dengan benar pada tanggal konfirmasi. Untuk setiap
konfirmasi positif yang tidak dikembalikan, auditor dapat memeriksa dokumen
untuk menguji keberadaan dan akurasi transaksi
penjualan individu yang tercantum dalam saldo akhir piutang dagang.
2.3.7 Analisis Perbedaan
Ketika permintaan
konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auidtor harus menentukan alasan jika
ditemukan perbedaan. Dalam banyak kasus, perbedaan tersebut disebabkan oleh
beda waktu antara pencatatan klien dan pelanggan. Beda waktu perlu dipisahkan
dari pengecualian (exeption), yang merupakan salah saji atas saldo piutang
dagang. Jenis perbedaan yang biasa
terjadi pada hasil konfirmasi meliputi :
1.
Pembayaran
yang dilakukan
Perbedaanbiasanya terjadi ketika pelanggan sudah
melakukan pembayaran sebelum tanggal konfirmasi, tetapi klien belum
menerima pembyaran saat pencatatan
sebelum tanggal konfirmasi. Hal ini perlu diselidiki dengan saksama dengan
seksama untuk mengetahui kemungkinan salah saji akibat pisah batas penerimaan kas, penggelapan dengan mengguhkan
pencatatan penerimaan kas (lapping), atau pencurian kas.
2.
Barang
Belum diterima
Perbedaan ini biasanya timbul karena klien mencatat
penjualan pada tanggal pengiriman dan
pelanggan mencatat pembelian pada saat barang diterima. Waktu ketika barang
dalam masa pengiriman menyebabkan perbedaan pelaporan tanggal penerimaan barang atau salah saji akibat
pisah batas pada catatan pelanggan.
3.
Pengembalian
Barang
Kesalahan klien dalam mencatat memo kredit dapat
terjadi karena beda waktu atau kesalahan pencatatan retur dan cadangan
penjualan. Sama halnya dengan perbedaan lain, hal ini perlu diselidiki.
4.
Kesalahan
Klerikal dan Jumlah yang Dipertentangkan
Perbedaan yang terjadi dalam laporan
pencatatan klien biasanya terjadi ketika pelanggan menyatakan terjadinya
kesalahanatas harga barang, kerusakan barang, jumlah barang yang tidak
diterima, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu diselidiki untuk menentukan apakah
klien melakukan kesalahan dan berapa jumlah keslahan yang terjadi.
Dalam banyak kasus, auditor akan meminta klien
merekonsiliasi perebdaan tersebut, dan jika perlu, akan mengkomunikasikan
dengan pelanggan untuk menyelesaikan
perbedaan tersebut. Auditor perlu berhati-hati dalam melakukan
verifikasi kesimpulan klien untuk setiap perbedaan yang signifikan.
2.3.8 Pengambilan Kesimpulan
Ketika masalah
perbedaan sudah diselesaikan, termasuk perbedaan yang ditemukan saat melakukan
prosedur alternatif, auditor harus melakukan evaluasi ualng terhadap pengendalian internal. Setiap salah saji
harus harus dianalisis untuk menentukan apakah hal ini konsisten atau tidak
konsisten dengan tingkat yang ditetapkan dalam resiko pengendalian. Jika terdapat jumlah salah saji
yang signifikan dan tidak konsisten dengan evaluasi resiko pengendalian, maka
perlu dilakukan revisi terhadap evaluasi dan mempertimbangkan dampak revsisi
tersebut terhadap audit.
Auditor pada
perusahaan publik harus juga
mempertimbangkan implikasi dari audit pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Selain itu, perlu
dipastikan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi dengan benar. Meskipun jumlah salah saji dalam
sampel tidak signifikan dalam mempengaruhi laporan keuangan, auditor perlu
mempertimbangkan jika salah saji itu menjadi material dalam populasi.
Generalisasi hasil
sampel ke populasi dapat dialakukan melalui teknik pengambilan sampel sacara statistik atau non
statistik. Auditor harus selalu mengevaluasi kondisi kualitatif dan salah saji
yang ditemukan dalam sampel, tampa memperhatikan nominal salah saji populasi
yang diestimasi. Bahkan, jika salah saji yang diestimasi lebih kecil dari salah
saji yang dapat diterima untuk piutang dagang, salah saji yang ditemukan dalam
sampel bisa saja merupakan gejala dari masalah yang lebih serius.
Keputusan akhir
tentang piutang dagang dan penjualan adalah mengenai apakah bukti memadai telah
diperoleh melalui pengujian pengendalian dan pengujian subtantif atas transaksi,
prosedur analitis, prosedur pisah batas, konfirmasi, dan pengujian subtantif
lain untuk menguatkan pengambilan keputusan mengenai kebenaran saldo yang
disajikan.
2.3.9
Mengembangkan
PengujianAtas Program Audit Perinci
Untuk
lebih mempermudah pemahaman maka dalam membahas subbab ini, maka akan digunakan
contoh kasus pada PT Perkakas Prima guna mengilustrasikan pengembangan prosedur program audit untuk pengujian
perincian dalam siklus penjualan dan penagihan. Prosedur ini ditentukan atas dasar
pengujian pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi.
Mira
Abadi, seorang auditor senior, menyiapkan kertas kerja perencanaan bukti
sebagai panduan dalam memutuskan
seberapa luas pengujian perincian saldo tersebut. Informasinya adalah sebagai
berikut:
·Salah
saji yang dapat diterima. Ketentuan awal atas materealitas adalah diatas Rp
442.000.000 (sekitar 6% dari laba operasi sebesar Rp 7.370.000.000). Ia
mengalokasikan Rp 265.000.000 ke audit piutang dagang.
·Risiko
audit yang bias diterima. Mira menentukan risiko audit yang dapat diterima
adalah tinggi, karena perusahaan dalam kondisi keuangan yang bagus, stabilitas
keuangan yang tinggi, dan pengguna laporan keuangan yang hanya sedikit.
·Risiko
bawaan. Mira menentukan bahwa tingkatan risiko yang tak terhindarkan adalah
medium untuk keberadaan dan pisah batas karena hal-hal yang perlu diperhatikan
mengenai pengakuan pendapatan. Mira juga menentukan risiko yang tak
terhindarkan adalah medium untuk nilai realisasi. Pada tahun-tahun sebelumnya,
klien membuat penyesuaian audit atas
cadangan piutang tak tertagih karena terbukti kurang saji. Risiko bawaan untuk tujuan lain ditetapkan rendah.
·Risiko
pengendalian. Penentuan risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit sesuai
dengan standar yang ada.
·Pengujian
substantive atas hasil transaksi. Penentuan pengujian substantive atas hasil
transaksi untuk setiap tujuan audit sesuai dengan standar yang ada.
·Prosedur
analitis.
·Risiko
deteksi terencana dan bukti audit terencana. Dua baris ini ditujukan untuk setiap
tujuan berdasarkan kesimpulan dari dua baris lainnya.
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi berdasarkan isi makalah yang
telah dipaparkan oleh penulis maka dapat disimpulkan :
1. Metodologi
desain pengujian perincian saldo yang menggunakan model resiko audit digunakan
para auditor dalam mendesain pengujian yang tepat untuk saldo piutang dagang. Dalam
mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang, auditor harus memenuhi
delapan tujuan perincian saldo. Auditor juga menggunakan faktor-faktor yang ada
untuk membantu mengetahui resiko deteksi piutang dagang yang terencana, sesuai
tujuannya.
2. Dalam
mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus pada tujuan
audit terkait saldo.
3. Tujian
utama dari konfirmasi piutang adalah untuk memenuhi tujuan keberadaan,
ketelitian dan pisah batas. Konfirmasi piutang yang baik harus memperhatikan
jenis jenis konfoirmasi, saat pengiriman konfirmasi, ukuran sampel untuk
konfirmasi, alamat dan pengawasan konfirmasi, dan tindak lanjut konfirmasi tak
terjawab.
4. Untuk
mengembangkan pengujian atas program audit perimci caranya auditor harus
mengidentifikasi kesalahan penyajian bisa ditoleransi, menetapkan risiko yang
bisa diterima, risikon bawaan, risikon pengendalian, melakukan pengujian substantif
transaksi, prosedur analitis dan risiko deteksi.
3.2 Saran
- saran
1.
Untuk dapat memahami metodologi desain pengujian perincian saldo sebaiknya
mahasiswa harus mengetahui delapan tujuan perincian saldo dan faktor-faktor
yang ada untuk membantu mengetahui resiko deteksi piutang dagang
2.
Mahasiswa harus dapat mengidentifikasi kesalahan penyajian bisa ditoleransi,
menetapkan risiko yang bisa diterima, risikon bawaan, risikon pengendalian,
melakukan pengujian substantif transaksi, prosedur analitis dan risiko deteksi
dalam audit piutang dagang.
0 komentar:
Posting Komentar