FOLLOW SOSIAL MEDIA KAMI

.

Bagikan

Bagikan
Kunjungi kelompokakuntansi.blogspot.com

Audit atas siklus piutang dagang - Makalah audit

BAB I PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Dalam sebuah proses audit terdapat proses pengujian, diantaranya adalah pengujian pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi pada siklus penjualan dan penagihan. Kedua jenis pengujian tersebut merupakan bagian dari tahap II dalam proses audit. Setelah memahami kedua pengujian tersebut maka proses audit selanjutnya adalah melanjutkan ketahap III dan berfokus pada prsedur analitis substantive dan pengujian perincian saldo dalam siklus penjualan dan penagihan.
Dalam pembahasan ini akan mengilustrasikan betapa pentingnya bagi auditor untuk memilih bukti yang tepat dalam melakukan verifikasi saldo akun terhadap siklus penjualan dan penagihan, setelah menentukan batas salah saji yang dapat diterima, menjalankan prosedur identifikasi risiko untuk menilai risiko pengendalian dan risiko yang tak terhindarkan, serta melakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi.
Dalam siklus penjualan dan penagihan ini akan membahas mengenai desain untuk prosedur analisis substantive dan pengujian perincian saldo dari dua akun kunci neraca pada siklus tersebut, yaitu piutang dagang dan cadangan kerugian piutang.

1.2       Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah metodologi desain pengujian perincian saldo?
2. Bagaimanakah cara mendesain pengujian perincian saldo?
3. Bagaimanakah konfirmasi piutang dagang yang baik?
4. Bagaimanakah cara untuk mengembangkan pengujian atas program audit perinci?

1.3       Tujuan Penulisan
1. Mampu Memahami Metodologi Dalam Mendesain Pengujian Perincian Saldo.
2. Mampu mendesain dan melakukan prosedur analitis untuk akun - akun dalam siklus penjualan dan penagihan.
3. Memahami bagaimana konfirmasi pitaung yang baik.
4. Mampu mendesain dan melakukan pengujian perincian saldo piutang dagang.

BAB II KAJIAN TEORI


2.1       Metodologi Desain Pengujian Perincian Saldo
Metodologi desain pengujian perincian saldo yang menggunakan model resiko audit digunakan para auditor dalam mendesain pengujian yang tepat untuk saldo piutang dagang. Dalam metodologi tersebut berkaitan dengan kertas kerja perencanaan bukti yang diperkenalkan dalam bab materialitas dan resiko.
Bukti yang memadai yang akan dipakai dalam pengujian perincian saldo harus diputuskan berbasis dengan tujuan dengan tujuan (objective-by-objective). Pengambilan keputusan ini menjadi kompleks karena adanya beberapa interaksi yang mempengaruhi atas bukti tersebut. Contohnya auditor harus mengevaluasi pelanggaran dan mempertimbangkan risiko bawaan (inherest risk). Potensi dan resiko ini dapat bervariasi sesuai dengan tujuannnya, seperti halnya hasil pengujian pengendalian identifikasi risiko, yang bervariasi sesuai dengan tujuan.Auditor itu harus pula mempertimbangkan hasil  pengujian subtantif dari penjualan dan penerimaan kas.
Dalam mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang, auditor harus memenuhi delapan tujuan perincian saldo. Delapan tujuan umum ini sama untuk seluruh akun, yang disebut tujuan audit yang terkait dengan saldo piutang dagang.
Kedelapan tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
a)      Piutang dagang dalam neraca saldo sesuai dengan jumlah pada berkas utama, dan  jumlah totalnya secara tepat ditambahkan sesuai dengan buku besar (kecocokan  perincian). 
b)      Perincian piutang dagang yang terjadi (Keberadaan).
c)      Seluruh piutang dagang sudah dihitung (Kelengkapan).
d)      Jumlah piutang dagang yang tepat (Akurasi).
e)      Piutang dagang diklasifikasikan dengan benar (Klasifikasi).
f)       Pisah batas waktu piutang dagang yang tepat (pisah batas)
g)      Piutang dagang dinyatakan dalam nilai yang dapat direalisasikan (Nilai Terealisasi)
h)      Klien memiliki hak atas piutang dagang

Kolom dalam kertas kerja perencanaan bukti termasuk tujuan audit terkait saldo. auditor menggunakan faktor-faktor yang ada untuk membantu mengetahui resiko deteksi piutang dagang yang terencana, sesuai tujuannya.

2.1.1    Mengidentifikasi Risiko Bisnis Klien yang Mempengaruhi Piutang Dagang (Tahap I)
Pengujian atas piutang dagang didasarkan pada prosedur penilaian resiko audit agar auditor memahami bisnis dan industri klien. Sebagai bagian dari pemahaman tersebut, auditor mempelajari lingkungan bisnis dan industri klien serta mengevaluasi tujuan manajemen dan proses bisnis yang mengidentifikasi risiko bisnis secara signifikan dapat mempengaruhi pelaporan keuangan, termasuk piutang dagang.
Risiko bisnis klien yang mempengaruhi piutang dagang oleh auditor dianggap sebagai resiko tak terhindarkan dan dijadikan bukti perencanaan untuk piutang dagang. Contohnya, sebagai hasil dari perubahan lingkungan ekonomi dalam industri, auditor  bisa meningkatkan risiko bawaan dalam nilai realisasi bersih piutang dagang.

2.1.2    Mengidentifikasi Salah Saji yang Dapat diterima dan Mengevaluasi Resiko Bawaan (Tahap I)
Auditor terlebih dahulu memberikan penilaian awal mengenai materialitas untuk keseluruhan laporan keuangan, lalu mengalokasikan jumlah yang dianggap material untuk setiap akun neraca, termasuk piutang dagang. Alokasi ini disbut penentuan salah saji yang dapat diterima (tolerable mistatement).Piutang dagang biasanya merupakan salah satu bagian terpenting dari pelporan keuangan bagi perusahaan dengan penjualan kredit. Meskipun saldo piutang dagang tersebut kecil, transaksi dalam siklus penjualan dan penagihan yang memengaruhi saldo tersebut biasanya berjumlah besar.
Auditor mentukan resiko tak terhindarkan untuk masing-masing akun (misalnya puitang dagang) dengan mempertimbangkan resiko bisnis dan industri perusahaan klien. PSA 70 (SA 316) mengindikasikan bahwa auditor harus bisa mengidentifikasi risiko pelanggaran dalam pengakuan pendapatan. Hal ini biasanya memengaruhi evaluasi auditor trhadap resiko tersebut untuk tujuan: eksistensi, batas waktu penjualan, pengembalian barang dagangan, dan batas penetapan cadangan kerugian piutang. Klien biasanya baik secara segaja maupun tidak sengaja salah menetapkan cadangan atas piutang tak tertagih (nilai realisasi bersih) karena sulitnya menentukan jumlah yang tepat.

2.1.3    Mengevaluasi Risiko Pengendalian dalam Siklus penjualan dan penagihan (Tahap I)
Pengendalian internal atas penjualan dan bukti penerimaan kas yang berhubungan dengan piutang dagang biasanya berlangsung secara efektif di banyak perusahaan karena manajemen sangat peduli dengan pencatatan yang akurat untuk menjaga hubungan baik dengan pelanggan. Auditor umumnya memperhatikan tiga aspek pengendalian internal, yaitu:
1. Pengendalian untuk menghindari atau mendeteksi pencurian.
2. Pengendalian atas penetapan pisah batas.
3. Pengendalian yang berhubungan dengan cadangan piutang tidak tertagih.
Auditor harus menghubungkan risiko pengendalian atas tujuan audit terkait transaksi dan tujuan audit terkait saldo, terutama untuk merencanakan risiko deteksi dan bukti-bukti yang akan digunakan dalam pengujian perincian saldo.hubungan dua hal ini biasanya mudah ditemukan.

2.1.4    Mendesain dan Melakukan Mengujian Pengendalian dan Pengujian Subtantif atas Transaksi (Tahap II)
Hasil pengujian pengendalian menentukan apakah resiko pengendalian atas penjualan dan penerimaan kas perlu direvisi.Auditor menggunakan hasil pengujian subtantif atas transaksi untuk menentukan apakahrisiko pengendaliam atas penjualan dan penerimaan kas perlu direvisi.auditor menggunakan hasil pengujian subtantif atas transaksi untuk mentukan apakah perencanaan resiko deteksi sudah memenuhi untuk setiap tujuan audit terkait saldo piutang dagang.

2.1.5    Mendesain dan Melakukan Prosedur Analitis (Tahap III)
Prosedur analitis biasanya dilakuikan dalam tiga tahap audit : selama perencanaan, saat  pelaksanaan pengujian terperinci dan saat menyelesaikan audit. Prosedur analitis umumnya dialkukan selama tahap pengujian diselesaikan setelah tanggal neraca, namun sebelum dilakukan pengujian perincian saldo. Hal ini menimbulkan keinginan untuk melakukan ekstensifikasi prosedur analitis sebelum klien mencatat seluruh transaksi selama tahun tersebut dan menyelesaikan laporan keuangan.
Auditor menjalankan prosedur analitis untuk seluruh siklus penjualan dan penagihan, tidak hanya piutang dagang. Hal ini perlu dilakukan karena terdapat hubungan erat antara laporan laba rugi dengan akun-akun pada neraca. Jika auditor mengidentifikasi adanya kesalahan penyajian dalam penjualan atau pengembalian barang dagangan dengan menggunakan prosedur analitis, piutang dagang kemungkian besar akan menutupi kesalahan tersebut.

2.1.6    Mendesain dan melakukan Pengujian Perincian Saldo Piutang dagang (Tahap III)
Pengujian perincian yang tepat terhadap saldo bergantung pada faktor-faktor yang disebutkan dalam kertas kerja perencanaan bukti.Resiko deteksi yang terncana untuk setiap tujuan audit terkait saldo piutang dagang ditampilkan pada baris kedua.Keputusan ini secara subjektif ditentukan auditor untuk setiap faktor yang disebutkan dalam baris tersebut.
Tugas menggabungkan faktor-faktor penentu risiko deteksi terencana cukup kompleks karena pengukuran untuk setiap faktor bisa saja salah dan penentuan bobot untuk setiap faktor sifatnya sangat subjektif.Sebaliknya, hubungan abtar faktor dan resiko deteksi terencana biasanya mudah dilakukan. Sebagai contoh, Auditor tahu risiko tinggi yang tak terhindrkan atau resiko pengendalian menurunkan risiko deteksi terencana, sedangkan hasil yang baik untuk pengujian substantif atas transaksi meningkatkan risiko deteksi terencana dan menurunkan pengujian subtantif ternecana lainnya.

2.2       Mendesain Pengujian Perincian Saldo
Meskipun auditor menekankan akun-akun neraca dalam pengujian perincian saldo, akun laporan laba-rugi tidak dilupakan karena akun laporan laba/rugi diuji sebagai produk sampingan dari pengujian neraca. Sebagai contoh, jika auditor mengkonfirmasi saldo  piutang dagang dan menemukan lebih saji yang disebabkan karena kesalahan dalam  penagihan ke pelanggan, maka baik piutang dagang maupun penjualan menjadi lebih saji.
Dalam membahas pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus pada tujuan audit terkait saldo. Kita akan mengasumsikan dua hal, yaitu:
1. Auditor telah melengkapi kertas kerja.
2. Auditor telah menetapkan risiko deteksi terencana untuk pengujian atas tujuan audit-terkait saldo.

2.2.1    Piutang Dagang Ditambahkan secara Tepat dan Sesuai dengan Berkas Utama dan Buku Besar
Pada umumnya, pengujian atas piutang dagang dan cadangan kerugian piutang dilakukan  berdasarkan neraca saldo. Sebuah neraca saldo menyajikan saldo piutang dagang pada tanggal neraca termasuk data saldo piutang untuk setiap pelanggan disertai perincian saldo untuk kurun waktu antara tanggal penjualan dan tanggal neraca.
Biasanya, auditor melakukan pengujian atas informasi yang didapatkan dari kecocokan  perincian (detail tie-in) dalam neraca saldo, sebelum melakukan pengujian lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi yang diuji sama dengan buku besar dan  piutang dagang pada berkas utama. Total kolom dan kolom yang berkaitan dengan umur  piutang harus diuji dan total pada neraca saldo dibandingkan dengan buku besar. Sebagai tambahan, auditor harus menelusuri sampel untuk saldo masing-masing dokumen  pendukung, seperti duplikat bukti penjualan untuk mencocokkan nama pelanggan, saldo, dan penghitungan umur piutang yang tepat. Perluasan pengujian terhadap kecocokan  perincian bergantung pada jumlah rekening, tingkat pengujian atas berkas utama sebagai  bagian dari uji pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi, dan tingkat  pengujian yang dilakukan oleh auditor internal atau pihak independen lain sebelum auditor. Auditor sering kali menggunakan peranti lunak audit untuk menjumlah ke bawah (foot) dan ke samping (cross-foot) pada neraca saldo dan menghitung ulang taksiran umur piutang.

2.2.2    Piutang Dagang Dicatat Sesuai Keberadaannya
Konfirmasi atas saldo tagihan pelanggan merupakan pengujian paling penting untuk menentukan keberadaan piutang dagang yang dicatat. Ketika pelanggan tidak menanggapi konfirmasi, maka auditor perlu memeriksa dokumen pendukung untuk mengecek pengiriman barang , juga menguji bukti penerimaan kas selama masa tenggat (subsequent) untuk mengetahui apakah pembayaran sudah dilakukan. Biasanya, auditor tidak menguji dokumen pengiriman atau bukti penerimaan kas dalam sampel yang dikonfirmasi, melainkan memperluas penggunaan dokumen tersebut sebagai alternative  bukti bagi konfirmasi yang tidak ditanggapi.

2.2.3    Piutang Dagang Dicatat secara Lengkap
Bagi auditor, sulit untuk melakukan pengujian saldo rekening di luar neraca saldo, kecuali bergantung pada pertimbangan data piutang dagang di berkas utama. Contohnya,  jika klien tanpa sengaja tidak memasukkan piutang dagang pada neraca saldo, kemungkinan hal ini akan dapat dideteksi ketika auditor melakukan penjumlahan ke bawah terhadap piutang dagang di neraca saldo, kemudian melakukan rekonsiliasi saldo melalui akun pengntrol di buku besar.
Jika seluruh penjualan kepada pelanggan tidak dimasukkan dalam jurnal penjualan, maka kurang saji pada piutang dagang tidak dapat diungkap melalui pengujian perincian saldo. Sebagai contoh, auditor jarang mengirimkan konfirmasi piutang dagang kepada  pelanggan dengan saldo nol, sebagian karena hasil penelitian menyebutkan bahwa  pelanggan biasanya tidak merespons permintaan konfirmasi yang menunjukkan saldo mereka kurang. Sebagai tambahan, penjualan yang tidak tercatat kepada pelanggan baru akan sulit diidentifikasi dalam konfirmasi karena nama pelanggan tersebut tidak masuk dalam berkas utama. Kurang saji atas penjualan dan piutang dagang lebih baik dideteksi dari prosedur analitis dan pengujian substantive atas transaksi pengiriman yang dilakukan, tetapi tidak dicatat (tujuan kelengkapan atas pengujian transaksi penjualan).

2.2.4    Akurasi Piutang Dagang
Konfirmasi rekening yang diambil dari neraca saldo merupakan bentuk pengujian  perincian saldo yang paling umum dilakukan untuk mengetahui akurasi piutang dagang. Bila pelanggan tidak merespons permintaan konfirmasi, auditor dapat melihat data  pendukung untuk memperoleh keyakinan atas keberadaan piutang tersebut. Auditor melakukan pengujian debet dan kredit pada saldo pelanggan individu dengan memeriksa dokumen pendukung untuk pengiriman dan penerimaan kas.

2.2.5    Piutang Dagang Diklasifikasikan dengan Benar
Umumnya, auditor dapat mengevaluasi klasifikasi piutang dagang dengan mudah, yaitu dengan menelaah neraca saldo untuk piutang yang jumlahnya material dari afiliasi, karyawan, direktur, atau pihak terkait lainnya. Auditor perlu mengecek apakah piutang yang sifatnya jangka panjang sudah dipisahkan dari piutang dagang biasa, dan saldo kredit pada piutang dagang yang jumlahnya besar diklasifikasikan kembali menjadi utang dagang. Terdapat hubungan erat antara tujuan audit-terkait klasifikasi saldo dengan klasifikasi terkait, penyajian atas pemahamannya, dan tujuan pengungkapannya. Untuk mencapai tujuan audit-terkait klasifikasi saldo, auditor harus menetapkan apakah klien telah mengklasifikasikan piutang dagang secara benar. Sebagai contoh, auditor akan menetapkan apakah piutang dari pihak terkait telah dipisahkan di neraca saldo. Untuk memenuhi persyaratan penyajian dan pengungkapan, auditor harus memastikan bahwa klasifikasi disajikan secara benar dengan menentukan apakah transaksi antara pihak- pihak yang terkait dengan perusahaan telah dicatat secara tepat dalam laporan keuangan selama menyelesaikan tahapan audit.

2.2.6    Penetapan Pisah Batas (Cutoff) Piutang Dagang secara Tepat
Salah saji akibat pisah batas (Cutoff Misstatement) terjadi ketika transaksi dalam waktu berjalan dicatat selama jeda waktu antara pembuatan pelaporan dan waktu audit, atau sebaliknya. Tujuan pengujian pisah batas, tanpa memperhatikan jenis transaksi, adalah untuk melihat apakah transaksi yang terjadi di akhir periode akuntansi dicatat  pada periode yang tepat. Hal ini adalah salah satu tujuan terpenting dari siklus karena salah saji dalam pisah batas memengaruhi laba periode berjalan. Sebagai contoh, kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam menetapkan penjualan yang terjadi setelah tanggal neraca sebagai penjualan periode berjalan, atau kesalahan tidak memasukkan pembelian barang dagangan pada periode berjalan, akan menyebabkan lebih saji laba bersih secara material.
Salah saji akibat penetapan pisah batas terjadi pada penjualan, retur dan cadangan barang dagangan, serta penerimaan kas. Untuk masing-masing hal tersebut, auditor  perlu melakukan tiga pendekatan dalam menetapkan kewajaran pisah batas, yaitu:
1. Menetapkan kriteria pisah batas yang tepat.
2. Mengevaluasi apakah klien telah melakukan prosedur yang memadai untuk menentukan tingkat kewajaran pisah batas.
3. Menguji apakah pisah bats yang ditetapkan adalah tepat.

2.2.6.1  Pisah Batas Penjualan.
Sebagian besar klien yang bergerak di bidang perdagangan dan manufaktur mencatat penjualan berdasarkan kriteria pengiriman barang. Beberapa  perusahaan mencatat faktur pada saat perpindahan kepemilikan, yang dapat terjadi sebelum pengiriman (seperti dalam kasus barang yang diproduksi khusus), pada saat memulai pengiriman, atau selama pengiriman berlangsung. Agar pengukuran dilakukan secara tepat pada periode berjalan, maka metode yang digunakan harus mengikuti Prinsip Akuntansi Berterima Umum (Generally Accepted Accounting Principles/GAAP) dan diterapkan secara konsisten.
Bagian terpenting pada evaluasi metode klien dalam menetapkan pisah batas adalah saat menentukan prosedur apa yang digunakan. Jika klien menerbitkan dokumen pengiriman secara urut nomor, maka auditor akan sangat mudah mengevaluasi dan menguji pisah  batasnya. Pemisahan tugas antara fungsi pengiriman dan penagihan juga menguatkan kecenderungan untuk mencatat transaksi pada periode yang tepat. Bagaimana pun juga,  jika pengiriman dilakukan oleh armada perusahaan, jika pencatatan pengiriman tidak diberi nomor, dan jika orang yang melakukan pengiriman dan penagihan tidak independen satu sama lain, maka auditor akan sulit memastikan bahwa pisah batas yang ditetapkan adlah akurat.
Ketika pengendalian internal klien dianggap memadai, maka auditor biasanya dapat melakukan verifikasi pisah batas dengan memeriksa nomor dokumen pengiriman pada saat pengiriman terakhir di akhir periode, lalu membandingkan nomor ini dengan  pencatatan penjualan selama periode berjalan dan periode jeda (subsequent). Sebagai ilustrasi, diasumsikan nomor dokumen pengiriman untuk pengriman terakhir periode  berjalan adalah 1489. Seluruh penjualan yang dicatat sebelum akhir periode harus diawali dengan dokumen nomor 1490 dan tidak ada penjualan dicatat dan dikirimkan selama periode jeda yang bernomor 1489 atau lebih kecil. Seorang auditor dapat menguji hal ini dengan membandingkan catatan penjualan dan dokumen pengiriman terkait untuk  beberapa hari terakhir pada periode berjalan, dan beberapa hari di awal periode jeda.

2.2.6.2 Pisah Batas Retur dan Cadangan Penjualan.
GAAP mensyaratkan retur penjualan harus dibandingkan dengan penjualan terkait jika  jumlahnya material. Sebagai contoh, jika pengiriman pada periode berjalan dikembalikan  pada periode jeda (subsequent period), maka retur penjualan seharusnya dianggap sebagai persediaan periode berjalan). Di kebanyakan perusahaan, retur penjualan dicatat  pada periode akuntansi di mana transaksi ini terjadi, dengan asumsi yang hamper sama, yaitu adanya saling-hapus (offsetting) jumlah pada awal dan akhir periode akuntansi. Pendekatan ini dapat diterima selama jumlahnya tidak material. Beberapa perusahaan menyediakan cadangan, mirip dengan cadangan piutang tak tertagih, untuk jumlah retur yang diperkirakan terjadi selama periode jeda.
Jika auditor yakin bahwa klien mencatat seluruh retur penjualan tepat pada waktunya, maka pengujian pisah batas bias dilakukan dengan mudah dan langsung. Auditor dapat menguji dokumen pendukung sebagai sampel untuk retur dan cadangan penjualan yang dicatat selama periode jeda sampai tanggal penutupan untuk menentukan tanggal  penjualan. Jika auditor melihat bahwa jumlah yang dicatat selama periode jeda secara signifikan berbeda dari retur dan cadangan penjualan di awal periode audit, maka mereka  perlu melakukan penyesuaian. Sebagai contoh, suatu perusahaan bisa mengalami kenaikan retur penjualan saat melakukan penjualan melalui internet. Hal ini disebabkan karena pembeli tidak bisa memeriksa produk sebelum dibeli. Sebagai tambahan, jika evaluasi pengendalian internal atas pencatatan retur dan cadangan penjualan hasilnya tidak efektif, maka lebih banyak sampel dibutuhkan untuk melakukan verifikasi terhadap  pisah batas.

2.2.6.3 Pisah Batas Penerimaan Kas.
Dalam audit, biasanya penentuan pisah batas penerimaan kas dianggap tidak terlalu  penting dibandingkan pisah batas untuk penjualan, retur, dan cadangan penjualan. Hal ini disebabkan karena penentuan pisah batas penerimaan kas yang kurang tepat hanya akan memengaruhi saldo kas dan piutang dagang, bukan laba. Jika salah saji tersebut material, maka hal tersebut dapat memengaruhi penyajian wajar atas akun-akun ini, terutama ketika jumlah kas kecil atau bersaldo negative.
Pengujian untuk salah saji pisah batas penerimaan kas (biasanya disebut holding the cash receipts book open) cukup mudah dilakukan, yaitu dengan menelusuri pencatatan  penerimaan kas ke setoran bank pada periode jasa yang terdapat di laporan bank. Jika  beberapa hari tertunda, maka terdapat indikasi salah saji dalam penentuan pisah  batas.Pada tingkat tertentu, auditor dapat mengandalkan konfirmasi atas piutang dagang untuk menemukan salah saji pada pisah batas penjualan, retur, dan cadangan penjualan, dan penerimaan kas. Sulit membedakan salah saji pisah batas dari suatu beda waktu (timing difference) normal yang terjadi karena pengiriman dan pembayaran dalam  perjalanan pada akhir periode. Sebagai contoh, jika pembeli mengirimkan dan mencatat  pembayaran cek kepada klien untuk rekening yang belum dibayar tanggal 30 Desember sedangkan klien menerima dan mencatatnya tanggal 2 Januari, maka pencatatan oleh  pembeli dan klien akan berbeda pada tanggal 31 Desember. Hal ini bukan salah saji, melainkan terdapat beda waktu sehubungan dengan waktu pengiriman. Sulit bagi auditor untuk menentukan apakah situasi seperti ini disebut salah saji atau beda waktu, jika  jawaban konfirmasi dijadikan sumber informasi. Situasi tersebut membutuhkan  penyelidikan lebih lanjut, misalnya dengan pemeriksaan dokumen pendukung.

2.2.6.4 Piutang Dagang Dinyatakan dalam Nilai Terealisasi
GAAP mensyaratkan perusahaan mencatat piutang dagang dalam jumlah tertinggi yang dapat ditagih. Nilai terealisasi piutang dagang sama dengan jumlah total piutang dagang dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih.
Untuk menghitung cadangan, klien mengestimasi jumlah total piutang dagang yang diperkirakan tidak dapat ditagih. Prediksi ini tentunya tidak dapat dilakukan secara tepat, tetapi auditor perlu mengevaluasi apakah klien sudah menetapkan cadangannya secara masuk kal dengan mempertimbangkan semua fakta. Untuk melakukan evaluasi ini, auditor sering kali menyiapkan skedul audit yang menganalisis cadangan piutang tak tertagih. Untuk memulai evaluasi cadangan atas piutang tak tertagih, auditor menganalisis hasil  pengujian pengendalian mengenai kebijakan kredit klien. Jika kebijakan ini tidak  berubah dan hasil pengujian kebijakan kredit dan persetujuan kredit konsisten dengan tahun sebelumnya, maka perubahan saldo cadangan piutang tak tertagih seharusnya hanya merefleksikan perubahan kondisi ekonomi dan volume penjualan. Jika kebijakan kredit klien berubah secara signifikan, maka auditor harus berhati-hati dalam mempertimbangkan dampak dari perubahan ini.
Auditor sering kali mengevaluasi kecukupan cadangan dengan memeriksa akun-akun  jangka panjang pada neraca saldo secara hati-hati untuk menentukan mana yang belum dibayar setelah tanggal neraca. Besaran saldo dan umur piutang yang belum dibayar dapat dibandingkan dengan informasi serupa tahun-tahun sebelumnya untuk mengevaluasi apakah jumlah piutang jangka panjang meningkat atau menurun selama kurun waktu tersebut. Auditor dapat juga menilai kolektibilitas piutang dagang dengan memeriksa berkas-berkas kredit, mendiskusikan dengan manajer kredit dan menganalisis  berkas korespondensi klien. Prosedur ini sangat penting jika terdapat hanya sedikit rekening bersaldo tingi yang tidak tterbayarkan dengan basis regular.
Auditor menghadapi dua kesalahan yang biasa terjadi dalam mengevaluasi cadangan dengan memeriksa saldo jangka panjang secara individu pada neraca saldo. Pertama, mereka mengabaikan tingkat kecukupan cadangan untuk akun jangka pendek, meskipun  beberapa akun ini jelas-jelas tak tertagih. Kedua, sulit untuk membandingkan hasil tahun  berjalan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam basis yang tidak terstruktur. Jika akun-akun ini secara progresif tidak tertagih selama beberapa tahun, maka akun ini telah diabaikan. Untuk menghindari dua kesalahan tersebut, klien dapat menyusun sejarah penghapusan piutang tak tertagih (bad debt write-offs) selama kurun waktu tertentu sebagai referensi dalam mengevaluasi cadangan tahun berjalan. Sebagai contoh, klien dapat menetapkan 2% dari akun berjalan, 10% dari akun berumur 30-90 hari, dan 35% dari semua saldo yang berumur lebih dari 90 hari dianggap tidak tertagih. Auditor dapat memberlakukan persentase ini ke neraca saldo dan membandingkan hasilnya dengan saldo pada akun cadangan. Auditor tentunya harus memverifikasi kewajaran dari  persentase yang digunakan dan berhati-hati dalam memperhitungkan perubahan kondisi.

2.2.6.5 Piutang Tak Tertagih
Setelah auditor puas dengan akun cadangan, mudah baginya untuk memeriksa piutang tak tertagih. Diasumsikan bahwa:
· Saldo awal akun cadangan diverifikasi sebagai bagian dari audit sebelumnya.
· Jumlah tak tertagih yang dihapus diverifikasi sebagai bagian dari pengujian substantive atas transaksi.
· Saldo akhir akun cadangan diverifikasi untuk berbagai tujuan.Piutang tak tertagih   merupakan saldo sisa yang diverifikasi dari perhitungan kembali.



2.2.6.6 Klien Berhak atas Piutang Dagang
Hak klien atas piutang dagang biasanya tidak menyebabkan masalah audit karena  piutang umumnya memang milik klien. Dalam beberapa kasus, ada bagian dari piutang dagang yang dijadikan jaminan, ditujukan untuk pihak lain, atau dijual dengan nilai lebih rendah. Umumnya, pelanggan tidak tahu-menahu tentang hal tersebut, sehingga konfirmasi piutang pun tidak dapat memberikan kejelasan. Untuk mendapatkan informasi mengenai keterbatasan hak klien atas piutangnya, auditor perlu mendiskusikan dengan klien, melakukan konfirmasi ke bank, atau memeriksa kontrak utang sebagai  bukti bahwa piutang dagang dipakai sebagai jaminan, dan memeriksa berkas korespondensi.

2.2.6.7 Penyajian dan Pengungkapan Piutang dagang
Pengujian dari keempat tujuan audit-terkait penyajian dan pengungkapan dilakukan sebagai bagian dari penyelesaian tahapan audit. Beberapa pengujian atas penuajian dan  pengungkapan dilakukan untuk memenuhi tujuan audit-terkait saldo. Contohnya, ketika  pengujian penjualan dan piutang dagang dilakukan, auditor harus memahami dan mengevaluasi kewajaran kebijakan klien atas pengakuan pendapatan untuk mengetahui
pengungkapannya secara wajar dalam laporan keuangan. Auditor juga perlu memutuskan apakah klien secara wajar telah menghitung saldo dan menyajikan informasi dari pihak- pihak terkait. Untuk mengevaluasi kecukupan penyajian dan pengungkapan tersebut, auditor perlu memiliki pemahm SAK dan persyaratan penyajian dan pengungkapan secara menyeluruh.
Bagian penting dari evaluasi meliputi keputusan apakah klien telah memisahkan hal-hal material yang memerlukan pengungkapan terpisah dalam laporan keuangan. Contohnya,  piutang dari pegawai atau perusahaan afiliasi harus dipisahkan dari piutang dengan  pelanggan lainnya, jika jumlahnya material. Dengan cara yang serupa, SEC mensyaratkan juga bahwa perusahaan harus memisahkan pengungkapan penjualan dan asset dari segmen bisnis yang berbeda. Buku besar gabungan dalam laporan keuangan  juga perlu memisahkan saldo akun-akun yang tidak relevan dengan pengguna eksternal laporan. Jika seluruh akun gabungan yang dimasukkan dalam buku besar diungkapkan secara terpisah dalam laporan, maka hal ini akan membingungkan pengguna laporan.

2.3       Konfirmasi Piutang Dagang

2.3.1    Persyaratan Standard Auditing
Standard audit mensyaratkan konfirmasi piutang dagang dalam kondisi normal. PSA 07 (SSA 330) menyebutkan tiga pengecualian terhadap persyaratan konfirmasi tersebut, yaitu :
1.      Piutang dagang jumlahnya tidak material. Hal ini biasa terjadi pada perusahaan tertentu, misalnya totko diskon dengan penjualan tunai dan kartu kredit.
2.      Auditor mempertimbangkan bahwa konfirmasi merupakan bukti yang tidak efektif karena tingkat respon yang rendah atau tidak dapat diandalkan. Dalam industry tertentu, seperti rumah sakit, tingkat respon untuk konfirmasi itu sangat rendah.
3.      Kombinasi dari tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian adalah rendah dan bukti substantive lain dapat diakumulasikan sebagai bukti yang cukup. Jika klien memiliki pengendalian internal efektif dan risiko bawaan yang cukup rendah terhadap siklus penjualan dan penagihannya, maka auditor perlu memenuhi persyaratan dengan melakukan pengujian pengendalian, pengujian substantive atas transaksi, dan prosedur analitis.


2.3.2    Konfirmasi Piutang

2.3.2.1 Konfirmasi positif
Konfirmasi positif adalah konfirmasi yang ditujukan kepada debitur untk meminta konfirmasi secara langsung apakah saldo yang disebutkan dalam konfirmasi tersebut  benar atau salah.
Formulir konfirmasi kosong adalah jenis konfirmasi positif yang tidak menyebutkan  jumlah yang dikonfirmasi, tetapi mensyaratkan penerima untuk mengisi jumlahnya atau memasukkan informasi lain. Formulir kosong ini jarang digunakan dalam praktik karena  biasanya tingkat responnya lebih rendah.
Konfirmasi tagihan adalah bentuk lain dari konfirmasi positif yang merupakan konfirmasi individual, bukan saldo keseluruhan piutang pelanggan. Banyak pelanggan menggunakan system
voucher sehingga mereka bisa mengkonfirmasi tagihan individual, tetapi bukna informasi saldo keseluruhan. Akibatnya, penggunaan konfirmasi tagihan ini menaikkan tingkat respon.

2.3.2.2. Konfirmasi negative
Konfirmasi negative juga ditujukan kepada debitur, tetapi hanya meminta respon jika debitur tidak menyetujui jumlah yang dinyatakan dalam konfirmasi. Konfirmasi positif merupakan bukti yang lebih dapat diandalkan karena auditor dapat melakukan prosedur lain jika respon tidak diperoleh dari debitur. Dengan konfirmasi negative, pelanggan bisa saja tidak merespon dan dianggap menyetujui jumlah yang dikonfirmasi, meskipun mungkin sebenarnya pelanggan mengabaikan permintaan konfirmasi. Auditor berhak menentukan jenis konfirmasi yang akan digunakan, dan hal ini sebaiknya  berdasarkan fakta dalam audit. PSA 07 menyatakan bahwa konfirmasi negative dapat dilakukan hanya jika tiga kondisi berikut dipenuhi.
1. Piutang dagang terdiri dari sejumlah besar akun bersaldo kecil.
2. Kombinasi antara risiko pengendalian dan risiko bawaan adalah rendah. Kombinasi risiko tidak dapat dikatakan rendah jika pengendalian internal tidak efektif atau terdapat kemungkinan salah saji. Jika audit tahun sebelumnya mengindikasikan bahwa piutang dagang sering tidak akurat, maka konfirmasi negative tidak tepat untuk dilakukan.
3. Jika diyakini bahwa penerima konfirmasi tidak mengabaikan konfirmasi yang diminta. Misalnya, jika tingkat respon konfirmasi positif tahun-tahun sebelumnya sangat tinggi atau jika terdapat tingkat respon yang tinggi pada klien yang sama.
Biasanya, jika konfirmasi negative dilakukan, maka auditor akan memberikan penekanan  pada efektifitas pengendalian internal, pengujian substantive dan prosedur analitis sebagai bukti kewajaran piutang dagang, dan mengasumsikan bahwa mayoritas penerima konfirmasi akan membaca dengan seksama dan merespon permintaan konfirmasi.
Konfirmasi negative biasanya digunakan untuk audit rumah sakit, toko ritel, bank, dan industry lain yang piutang dagangnya berhubungan dengan masyarakat umum. Kombinasi konfirmasi negative dan konfirmasi positif juga biasa dilakukan dengan mengirimkan konfirmasi positif kepada debitur dengan saldo besar dan menggunakan konfirmasi negative kepada debitur bersaldo kecil.
Pilihan konfirmasi oleh auditor dipengaruhi oleh materialitas dari total piutang dagang,  jumlah dan ukuran setiap akun, risiko pengendalian, risiko yang tak terhindarkan, efektifitas dari konfirmasi sebagai bukti audit, dan ketersediaan bukti audit lain.
2.3.3    Penetepan Waktu
Bukti yang paling dapat diandalkan dari konfirmasi diperoleh saat konfirmasi tersebut dikirimkan sesegera mungkin setelah penutupan tanggal neraca. Dengan ini auditor dapat secara langsung menguji saldo piutang dagang dari laporan keuangan tanpa perlu memperhatikan transaksi yang terjadi antara tanggal konfirmasi dan tanggal neraca. Selain itu, untuk melakukan audit berbasis ketepatan waktu, biasanya diperlukan konfirmasi akun-akun selama tanggal intermin.
Jika auditor memutuskan untuk mengkonfirmasi piutang dagang sebelum akhir tahun, maka auditor tersebut biasanya menyiapkan skedul ke depan untuk merekonsiliasi saldo  piutang dagang pada tanggal neraca.

2.3.4    Keputusan Pengambilan Sampel

1.      Jumlah sampel
Factor utama yang mempengaruhi jumlah sampel dalam melakukan konfirmasi piutang dagang terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
·           Salah saji yang dapat diterima.
·           Risiko yang tak terhindarkan (ukuran relative dari total piutang dagang, jumlah
akun, hasil pengujian tahun sebelumnya, dan ekspektasi salah saji).
·           Risiko pengendalian.
·           Risiko deteksi yang diperoleh dari pengujian substantive lainnya (perluasan dan
hasil dari pengujian substantive atas transaksi, prosedur analitis, dan pengujian
detail lainnya).
·           Tipe konfirmasi (konfirmasi negative biasanya membutuhkan sampel lebih
banyak).

2.      Pemilihan Sampel Pengujian
Beberapa tingkatan sampel diperlukan bagi hamper seluruh jenis konfirmasi. Dalam melakukan pendekatan untuk memilih tingkatan sampel, auditor perlu mempertimbangkan besaran nominal akun per individu dan jangka waktu peredaran  piutang dagang. Dalam banyak kasus, auditor mengambil sampel seluruh akun diatas  jumlah nominal tertentu dan memilih sampel acak atas sisanya.

2.3.5    Menjalankan Pengendalian
Setelah sampel konfirmasi ditentukan, auditor perlu melakukan pengendalian konfirmasi hingga dikembalikan dari pelanggan. Jika klien membantu menyiapkan konfirmasi, seperti memasukkan surat konfirmasi ke dalam amplop tertutup, atau melekatkan cap  pada amplop, auditor harus melakukan pengawasan ketat.

2.3.6    Tindak Lanjut Bila Tidak Ada Tanggapan
Surat konfirmasi yang tidak dikembalikan oleh pelanggan tidak dapat dianggap sebagai  bukti audit. Misalnya, tidak ada tanggapan atas konfirmasi positif bukan berarti merupakan bukti audit. Sama halnya dengan konfirmasi negative, jika tidak ada respon maka auditor tidak boleh menyimpulkan bahwa pelanggan menerima permintaan konfirmasi dan membenarkan permintaan informasi.
Jika menggunakan konfirmasi positif, PS 07 mensyaratkan prosedur tindak lanjut bila terdapat konfirmasi yang tidak diatnggapi. Biasanya, tindak lanjut dilakukan dengan mengirimkan permintaan konfirmasi kedua atau bahkan ketiga. Jika pelanggan tetap tidak mengembalikan surat konfoirmasi, maka perlu dilakukan tindak lanjut dengan  prosedur alternative. Tujuan dari prosedur alternative adalah menentukan, tanpa konfirmasi, apakah akun yang tidak dijawab memang benar ada, dan disajikan dengan  benar pada tanggal konfirmasi. Untuk setiap konfirmasi positif yang tidak dikembalikan, auditor dapat memeriksa dokumen untuk menguji keberadaan dan akurasi transaksi  penjualan individu yang tercantum dalam saldo akhir piutang dagang.

2.3.7    Analisis Perbedaan
Ketika permintaan konfirmasi dikembalikan oleh pelanggan, auidtor harus menentukan alasan jika ditemukan perbedaan. Dalam banyak kasus, perbedaan tersebut disebabkan oleh beda waktu antara pencatatan klien dan pelanggan. Beda waktu perlu dipisahkan dari pengecualian (exeption), yang merupakan salah saji atas saldo piutang dagang. Jenis  perbedaan yang biasa terjadi pada hasil konfirmasi meliputi :

1.      Pembayaran yang dilakukan
Perbedaanbiasanya terjadi ketika pelanggan sudah melakukan pembayaran sebelum tanggal konfirmasi, tetapi klien belum menerima  pembyaran saat pencatatan sebelum tanggal konfirmasi. Hal ini perlu diselidiki dengan saksama dengan seksama untuk mengetahui kemungkinan salah saji akibat pisah batas  penerimaan kas, penggelapan dengan mengguhkan pencatatan penerimaan kas (lapping), atau pencurian kas.

2.      Barang Belum diterima
Perbedaan ini biasanya timbul karena klien mencatat penjualan  pada tanggal pengiriman dan pelanggan mencatat pembelian pada saat barang diterima. Waktu ketika barang dalam masa pengiriman menyebabkan perbedaan pelaporan tanggal  penerimaan barang atau salah saji akibat pisah batas pada catatan pelanggan.

3.      Pengembalian Barang
Kesalahan klien dalam mencatat memo kredit dapat terjadi karena beda waktu atau kesalahan pencatatan retur dan cadangan penjualan. Sama halnya dengan perbedaan lain, hal ini perlu diselidiki.

4.      Kesalahan Klerikal dan Jumlah yang Dipertentangkan
Perbedaan yang terjadi dalam laporan pencatatan klien biasanya terjadi ketika pelanggan menyatakan terjadinya kesalahanatas harga barang, kerusakan barang, jumlah barang yang tidak diterima, dan lain-lain. Perbedaan ini perlu diselidiki untuk menentukan apakah klien melakukan kesalahan dan berapa jumlah keslahan yang terjadi.
Dalam banyak kasus, auditor akan meminta klien merekonsiliasi perebdaan tersebut, dan jika perlu, akan mengkomunikasikan dengan pelanggan untuk menyelesaikan  perbedaan tersebut. Auditor perlu berhati-hati dalam melakukan verifikasi kesimpulan klien untuk setiap perbedaan yang signifikan.

2.3.8    Pengambilan Kesimpulan
Ketika masalah perbedaan sudah diselesaikan, termasuk perbedaan yang ditemukan saat melakukan prosedur alternatif, auditor harus melakukan evaluasi ualng terhadap  pengendalian internal. Setiap salah saji harus harus dianalisis untuk menentukan apakah hal ini konsisten atau tidak konsisten dengan tingkat yang ditetapkan dalam resiko  pengendalian. Jika terdapat jumlah salah saji yang signifikan dan tidak konsisten dengan evaluasi resiko pengendalian, maka perlu dilakukan revisi terhadap evaluasi dan mempertimbangkan dampak revsisi tersebut terhadap audit.
Auditor pada perusahaan  publik harus juga mempertimbangkan implikasi dari audit pengendalian internal atas  pelaporan keuangan. Selain itu, perlu dipastikan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi dengan  benar. Meskipun jumlah salah saji dalam sampel tidak signifikan dalam mempengaruhi laporan keuangan, auditor perlu mempertimbangkan jika salah saji itu menjadi material dalam populasi.
Generalisasi hasil sampel ke populasi dapat dialakukan melalui teknik  pengambilan sampel sacara statistik atau non statistik. Auditor harus selalu mengevaluasi kondisi kualitatif dan salah saji yang ditemukan dalam sampel, tampa memperhatikan nominal salah saji populasi yang diestimasi. Bahkan, jika salah saji yang diestimasi lebih kecil dari salah saji yang dapat diterima untuk piutang dagang, salah saji yang ditemukan dalam sampel bisa saja merupakan gejala dari masalah yang lebih serius.
Keputusan akhir tentang piutang dagang dan penjualan adalah mengenai apakah bukti memadai telah diperoleh melalui pengujian pengendalian dan pengujian subtantif atas transaksi, prosedur analitis, prosedur pisah batas, konfirmasi, dan pengujian subtantif lain untuk menguatkan pengambilan keputusan mengenai kebenaran saldo yang disajikan.

2.3.9        Mengembangkan PengujianAtas Program Audit Perinci
Untuk lebih mempermudah pemahaman maka dalam membahas subbab ini, maka akan digunakan contoh kasus pada PT Perkakas Prima guna mengilustrasikan pengembangan  prosedur program audit untuk pengujian perincian dalam siklus penjualan dan penagihan. Prosedur ini ditentukan atas dasar pengujian pengendalian dan pengujian substantive atas transaksi.
Mira Abadi, seorang auditor senior, menyiapkan kertas kerja perencanaan bukti sebagai  panduan dalam memutuskan seberapa luas pengujian perincian saldo tersebut. Informasinya adalah sebagai berikut:
·Salah saji yang dapat diterima. Ketentuan awal atas materealitas adalah diatas Rp 442.000.000 (sekitar 6% dari laba operasi sebesar Rp 7.370.000.000). Ia mengalokasikan Rp 265.000.000 ke audit piutang dagang.
·Risiko audit yang bias diterima. Mira menentukan risiko audit yang dapat diterima adalah tinggi, karena perusahaan dalam kondisi keuangan yang bagus, stabilitas keuangan yang tinggi, dan pengguna laporan keuangan yang hanya sedikit.
·Risiko bawaan. Mira menentukan bahwa tingkatan risiko yang tak terhindarkan adalah medium untuk keberadaan dan pisah batas karena hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai pengakuan pendapatan. Mira juga menentukan risiko yang tak terhindarkan adalah medium untuk nilai realisasi. Pada tahun-tahun sebelumnya, klien membuat  penyesuaian audit atas cadangan piutang tak tertagih karena terbukti kurang saji. Risiko  bawaan untuk tujuan lain ditetapkan rendah.
·Risiko pengendalian. Penentuan risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit sesuai dengan standar yang ada.
·Pengujian substantive atas hasil transaksi. Penentuan pengujian substantive atas hasil transaksi untuk setiap tujuan audit sesuai dengan standar yang ada.
·Prosedur analitis.
·Risiko deteksi terencana dan bukti audit terencana. Dua baris ini ditujukan untuk setiap tujuan berdasarkan kesimpulan dari dua baris lainnya.


BAB III PENUTUP


3.1       Kesimpulan
Jadi berdasarkan isi makalah yang telah dipaparkan oleh penulis maka dapat disimpulkan :
1.      Metodologi desain pengujian perincian saldo yang menggunakan model resiko audit digunakan para auditor dalam mendesain pengujian yang tepat untuk saldo piutang dagang. Dalam mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang, auditor harus memenuhi delapan tujuan perincian saldo. Auditor juga menggunakan faktor-faktor yang ada untuk membantu mengetahui resiko deteksi piutang dagang yang terencana, sesuai tujuannya.
2.      Dalam mendesain pengujian perincian saldo piutang dagang, kita berfokus pada tujuan audit terkait saldo.
3.      Tujian utama dari konfirmasi piutang adalah untuk memenuhi tujuan keberadaan, ketelitian dan pisah batas. Konfirmasi piutang yang baik harus memperhatikan jenis jenis konfoirmasi, saat pengiriman konfirmasi, ukuran sampel untuk konfirmasi, alamat dan pengawasan konfirmasi, dan tindak lanjut konfirmasi tak terjawab.
4.      Untuk mengembangkan pengujian atas program audit perimci caranya auditor harus mengidentifikasi kesalahan penyajian bisa ditoleransi, menetapkan risiko yang bisa diterima, risikon bawaan, risikon pengendalian, melakukan pengujian substantif transaksi, prosedur analitis dan risiko deteksi.

3.2       Saran - saran
1. Untuk dapat memahami metodologi desain pengujian perincian saldo sebaiknya mahasiswa harus mengetahui delapan tujuan perincian saldo dan faktor-faktor yang ada untuk membantu mengetahui resiko deteksi piutang dagang
2. Mahasiswa harus dapat mengidentifikasi kesalahan penyajian bisa ditoleransi, menetapkan risiko yang bisa diterima, risikon bawaan, risikon pengendalian, melakukan pengujian substantif transaksi, prosedur analitis dan risiko deteksi dalam audit piutang dagang.

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com