BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perusahaan pasti mempunyai aktiva
tidak berwujud yang digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan. Aktiva tak
berujud adalah hak, hak istimewa dan keuntungan kompetitif yang timbul dari
pemilikan suatu aktiva yang berumur panjang, yang tidak memiliki wujud fisik
tertentu. Bukti pemilikan aktiva tak berujud bisa berupa kontrak, lisensi atau
dokumen lain. Dimana Aktiva tidak berwujud merupakan bagian dari Aset Nonlancar
lainnya yang di neraca diklasifikasikan dan disajikan sebagai Aset Lainnya.
Dengan penjelasan yang sangat minim
ini tentu saja berpotensi pada kurang akuratnya pencatatan terhadap transaksi
Aktiva tidak berujud tersebut. Sebagai bagian dari neraca, aktiva tidak
berwujud juga memerlukan standar akuntansi untuk memberi penjelasan yang
terkait dengan pengakuan, pengukuran, serta pengungkapan dan penyajian dalam
laporan keuangan. Selain itu juga terdapat kemungkinan adanya perlakuan khusus,
contohnya yang terkait dengan amortisasi dan penghentian serta penghapusannya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kelompok kami membuat makalah yang
berjudul “Aktiva Tidak Berwujud”.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apakah
pengertian dan karakteristik aktiva tidak berwujud?
2)
Apakah
klasifikasi dan prinsip dasar akuntansi untuk aktiva tidak berujud?
3)
Bagaimanakah
pencatatan dan penilaian aktiva tidak berujud tersebut?
4)
Apakah
yang dimaksud dengan contoh aktiva tidak berujud yang dapat dipertukarkan?
5)
Bagaimana
penyajian aktiva tidak berujud dalam laporan keuangan?
1.3 Tujuan
1)
Menjelaskan
pengertian dan karakteristik aktiva tidak berwujud
2)
Menjelaskan
klasifikasi dan prinsip dasar akuntansi untuk aktiva tidak berujud
3)
Menjelaskan
cara pencatatan dan penilaian aktiva tidak berujud tersebut
4)
Menjelaskan
yang dimaksud dengan contoh aktiva tidak berujud yang dapat dipertukarkan
5)
Menjelaskan
cara penyajian aktiva tidak berujud dalam laporan keuangan
BAB 2
ISI
2.1 Aktiva
Tak Berwujud (Intangible Asset)
Aktiva tak berujud adalah hak, hak
istimewa dan keuntungan kompetitif yang timbul dari pemilikan suatu aktiva yang
berumur panjang, yang tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan
aktiva tak berujud bisa berupa kontrak, lisensi atau dokumen lain. Aktiva tidak
berujud mungkin timbul dari:
a.
Pemerintah
– seperti hak paten, hak cipta, franchise, merek dagang dan nama dagang.
b.
Perusahaan
lain – misalnya pembelian yang mencakup pembayaran untuk goodwill.
c.
Penjualan
tertentu – seperti franchise dan lease.
2.2 Akuntansi Untuk
Aktiva Tak Berwujud
Secara umum, akutansi untuk aktiva
tak berujud adalah sejalan dengan akutansi untuk aktiva tetap. Seperti halnya
aktiva tetap, aktiva berujud juga dicatat atas harga dasar harga perolehan dan
harga perolehan ini dihapus secara rasional dan sistematis selama masa
manfaat aktiva tak berujud tersebut. Jika pada suatu saat dihentikan, maka
nilai buku aktiva tak berujud dihapuskan dari pembukuan dan dicatat pula laba
atau rugi penghentian (jika ada).
Namun demikian, terdapat sejumlah
perbedaan antara akutansi aktiva tak berujud bila dibandingkan dengan akutansi
aktiva tetap. Pertama, istilah yang digunakan untuk menghapus aktiva tak
berujud adalah amortisasi (bukan depresiasi). Untuk mencatat amortisasi aktiva
tak berujud maka rekening Biaya Amortosasi didebet dan rekening aktiva tak
berujud yang bersangkutan dikredit. Alternatif lain, bisa juga dikredit
rekening Akumulasi Amortisasi, seperti halnya akumulasi depresiasi pada aktiva
tetap. Namun sebagian besar perusahaan memilih cara yang sederhana, yaitu
dengan langsung mengkredit rekening aktiva tak berujud. Perbedaan kedua ialah
bahwa periode amortisasi suatu aktiva tak berujud tidak boleh melebihi 40
tahun. Sebagai contoh, jika masa manfaat suatu aktiva tak berujud adalah 60
tahun, maka amortisasinya harus dilakukan 40 tahun. Akan tetapi jika masa menfaat
aktiva tak berujud kurang dari 4 tahun, maka masa manfaat itulah yang akan
digunakan. Aturan tesebut dimaksudkan untuk menjaga agar semua aktiva tak
berujud, terutama yang tidak ketentuan masa manfaatnya, dihapus dalam periode
waktu yang wajar.
Berbeda dengan aktiva tetap,
amortisasi aktiva tak berujud hanya mengenal satu metoda, yaitu metoda garis
lurus. Oleh karena itu, perlakuan akutansi aktiva tak berujud pada berbagai
perusahaan relatif mudah diperbandingkan.
Aktiva tak berwujud mempunyai karakteristik penting, yaitu :
Kurang memiliki
eksistensi fisik, tidak seperti aktiva berwujud seperti property, pabrik, dan
peralatan, aktiva tak berwujud memperoleh nilai dari hak dan keistimewaan atau
privilege yang diberikan pada perusahaan yang menggunakannya.
Bukan merupakan
instrument keuangan, aktiva seperti deposito bank, piutang usaha, dan investasi
jangka panjang dalam obligasi serta saham tidak memiliki substansi fisik,
tetapi tidak diklasifikasikan sebagai aktiva tak berwujud. Aktiva ini merupakan
instrument keuangan dan menghasilkan nilainya dari hak untuk menerima kas atau
ekuivalen kas di masa depan.
Bersifat jangka
panjang dan menjadi subjek amortisasi, Aktiva tak berwujud menyediakan jasa
selama periode bertahun tahun. Investasi dalam aktiva ini biasanya dibebankan
pada periode masa mendatang melalui beban amortisasi periodik.
Akuntansi untuk aktiva tak berwujud
mempunyai masalah yang sama dengan akuntansi aktiva jangka panjang lainya,
yaitu menentukan nilai terbawa awalnya, akuntansi untuk jumlah setelah akuisisi
dalam kondisi bisnis normal ( amortisasi ), dan akuntansi untuk jumlah jika
nilainya turun secara substansial serta terus-menerus.
2.3 Klasifikasi Aktiva Tak Berwujud
Cara akuisisi ( manner of acquisition
). Aktiva tak berwujud dapat diperoleh dengan cara membelinya dari entitas
lain. Seperti membeli wiralaba atau paten dari orang lain. Cara lain untuk
memperoleh aktiva tak berwujud adalah dengan cara membuatnya sendiri melalui
operasi, contohnya adalah paten dan merek dagang.
Dapat diidentifikasi (
identifiability ). Beberapa kativa tak berwujud dapat diidentifikasi secara
terpisah dari perusahaan lainya. Contohnya hak pataen, merek dagang , dan
wiralaba. Aktiva tak berwujud lainya tidak dapat dipisahkan tetapi nilainya
dapat diturunkan dari nilai aktiva yang berhubungan denganya. Contohnya adalah
goodwill, yang nilainya dibedakan atas beberapa factor seperti loyalitas
konsumen atas kualitas produk, dan bukan dari kepemilikan khusus.
Dapat dipertukarkan ( exchangeability
). Beberapa aktiva tak berwujud dapat diidentifikasi dapat dijual maupun
dibeli, atau dengan kata lain dapat dipertukarkan. Contohnya termasuk paten,
merek dagang dan wiralaba. Aktiv atak berwujud lainya, yang dapat depertukarkan
kecuali dengan menjual perusahaan itu juga . Contohnya dalah biaya organisasi.
Tidak ada pihak lain yang mau membeli biaya organisasi ini secara terpisah (
terlepas dari perusahaanya ). Goodwill
adalah contoh aktiva tak berwujud yang tidak dapat diidentifikasi dan
tidak dapat dipertukarkan. Goodwill hanya hanya akan memepunyai nilai jika
dikombinasikan atau dihubungkan denan aktiva lainya dan tidak dapat diperoleh
kecuali dengan mengakuisisi aktiva lainya secara simultan.
Periode manfaat yang diharapkan (
period of expected benefit ). Beberapa aktiva tak berwujud, seperti biaya organisasi,
diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan dalam jangka waktu yang
tidak terbatas. Sebagai contoh paten memeiliki umur hukum selama 17 tahun, dan periode
manfaat leasehold yang dicantumkan dalam kontrak lease.
2.4 Prinsip Akuntansi Dasar Untuk Aktiva Tak berwujud
Akuntansi untuk aktiva tak berwujud
melibatkan prinsip dan prosedur akuntansi serupa yang diaplikasikan untuk
aktiva tak berwujud lainya, seperti properti, pabrik dan peralatan yaitu :
- Pada akuisisi menerapkan prinsip
biaya.
- Selama periode penggunaan,
menerapkan prinsip penandingan.
- Pada disposisi, menerapkan
prinsip pendapatan. Keuntungan atau kerugian yang diakui atas pelepasan
sama dengan selisih antara pertimbangan yang diterima.
Mencatat Biaya Pembelian Aktiva Tak Berwujud
Sesuai dengan prinsip biaya, aktiva
tak berwujud harus dicatat pada saat diakuisisi dengan biaya ekuivalen kas saat
ini. Biaya ini termasuk harga beli, biaya transfer dan hukum, dan setiap
pengeluaran lainya yang berkaitan dengan akuisisi. Biaya akuisisi merupakan
biaya pasar saat ini dari semua penukar yang diserahkan atau dari aktiva yang
diterima, mana yang lebih dapat ditentukan.
Perlakuan
akuntansi untuk berbagai jenis aktiva tak berwujud
|
Cara Akuisisi
|
|
Jenis
|
Pembelian
|
Dibuat secara internal
|
1. Aktiva
tak Berwujud yang dapat
diidentifikasi secara terpisah ( hak paten, merek dagang, dan biaya
organisasi )
|
1. Di
kapaitalisasikan pada biaya akuisisi.
2.
Diamortisasi selama umur hukum atau estimasi masa manfaat mana yang lebih
singkat dengan umur maksimum 40 tahun
|
1.
Dibebankan atau dikapitalisasi tergantung pada aktiva tak berwujud tertentu.
2. Jika
dikapitalisasi, akan di amortisasi sebagai aktiva tak berwujud yang dibeli.
|
2. Aktiva
tak berwujud yang tidak dapat diidentifikasi secara terpisah ( goodwill )
|
|
1.
Dibebankan pada saat terjadinya.
2. Tidak
tersedia pilihan untuk pengkapitalisasian, sehingga tidak akan ada amortisasi
|
Mencatat Biaya Aktiva Tak Berwujud yang Dibuat secara
Internal.
Kadang kala perusahaan membuat
sendiri aktiva tak berwujud, seperti paten. Hanya biaya yang secara spesifik
dapat diidentifikasi dari penciptaan aktiva tak berwujud tersebut hanya akan
diidentifikasi. Jadi, walaupun perusahaan telah mengeluarkan biaya penelitian yang
sangat besar untuk membentuk hal yang dipatenkan, namun hanya biaya untuk
mendapatkan paten tersebut yang dikapitalisasi sebagai aktiva. Karena kendala
ini, biaya yang dikapitalisasi untuk aktiva tak berwujud yang dibuat secara
internal mungkin tidak mencerminkan nilainya, sedangkan biaya yang
dikapitalisasi untuk aktiva tak berwujud yang dibeli melalui transaksi yang
wajar diasumsikan mencermikan nilainya.
2.5
Amortisasi Biaya Aktiva
Tak Berwujud
Beberapa fakor yang harus dipertimbangkan dalam mengestimasi
umur aktiva tak berwujud :
- Ketentuan hukum, peraturan, atau
kontraktual yang dapat membatasi umur manfaat maksimum.
- Ketentuan untuk pembaruan (
renewal ) atau perpanjangan ( extension ) yang dpat mengubah batas umur
masa manfaat aktiva tersebut.
- Pengaruh keusangan, permintaan,
dan factor ekonomis lainya yang dapat mengurangi umur manfaat.
- Perkiraan umur pelayanan (
service life ) dari seorang atau kelompok pegawai.
- Tindakan yang diharapkan
dilakukan pesaing dan pihak lainya yang dapat membatasi keunggulan
kompetitif yang sudah ada.
- Umur manfaat yang tidak terbatas
dan masa manfaat yang tidak dapat diproyeksikan dengan layak.
- Apakah aktiva tak berwujud itu
terdiri dari berbagai factor individual dengan umur manfaat efektif yang
bervariasi.
Menurut sifatnya itu, maka aktiva tak
berwujud jarang mempunyai nilai residu. Biaya aktiva tak berwujud yang tidak memiliki masa umur
manfaat yang dapat ditentukan atau umur hukum tidak terbatas juga harus
diamortisasi berdasarkan estimasi umur manfaatnya.
Penurunan Nilai Aktiva Tak Berwujud
Jika jumlah yang tidak didiskontokan
atas arus kas masuk yang diharapkan dari penggunaan aktiva tak berwujud yang
dapat diidentifikasi lebih kecil dari nilai buku yang belum diamortisasikan,
maka aktiva tak berwujud disesuaikan ke nilai wajarnya. Kerugian penurunan ini
langsung diakui sebesar perbedaan antara nilai buku dan nilai wajar. Nilai buku
aktiva yang telah direvisi akan diamortisasi selama sisa umur manfaat aktiva
tersebut, tetapi periode amortisasi tidak lebih dari 40 tahun.
Pelepasan Aktiva Tak Berwujud
Ketika sebuah aktiva tak berwujud
dijual, dipertukarkan, atau dilepaskan, biaya yang belum diamortisasi harus
dihilangkan dari akun keuntungan atau kerugian pelepasan diakui dan dicatat.
Keuntungan atau kerugian adalah sama dengan perbedaan antara hasil bersih dari
pelepasan dan biaya yang belum diamortisasi.
2.6
Aktiva Tak Berwujud Yang Dapat Di Pertukarkan
Aktiva Tak Berwujud yang dapat
dipertukarkan adalah adalah aktiva tak berwujud yang dapat diidentifikasi
sebagian dari aktiva lainya dan dapat dijual secara terpisah. Contohnya :
mencangkup hak paten, hak cipta, merek dagang, dan waralaba, biaya organisasi.
- Hak Paten
Hak paten adalah hak istimewa yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak untuk
memproduksi, menjual dan mengawasi penemuannya dalam jangka waktu tertentu
sejak hal tersebut diberikan. Suatu hak paten biasanya tidak dapat
diperbaharui, jangka waktunya bisa diperpanjang dengan memberikan hak paten
yang baru, apabila terdapat perbaikan atau perubahan pada rancangan dasar
penemuan yang lama.
Harga perolehan suatu aktiva-aktiva
tak berujud adalah kas (atau ekulivalensinya) yang dibayarkan untuk mendapatkan
hak paten. Hak paten seolah-olah diberi oleh pemerintah. Dengan adanya hak ini,
pemegang hak paten menjadi terlindung dari kemungkinan adanya pelanggaran oleh
pesaing. Perlindungan dari pesaing sangat berguna bagi perusahaan dalam
mengamankan upaya memperoleh laba melalui penjualan barang atau jasa. Itulah
sebabnya perusahaan yang berhasil menemukan suatu produk baru, tidak
segan-segan untuk mengeluarkan sejumlah uang demi memperoleh hak paten dari
pemerintah, agar pohak lain (pesaing) tidak dibenarkan untuk memproduksi
danmenjual temuan baru tersebut. Pengeluaran untu memperoleh hak paten dicatat
dalam rekening Hak Paten (atau sering disingkat Paten) dan diamortisasi selama
masa tertentu.
Harga perolehan hak paten harus
diamortisasi selama masa berlaku hak tersebut atau selama masa manfaatnya,
tergantung mana yang lebih pendek. Dalam menentukan masa manfaat, perusahaan
harus mempertimbangkan kapan penemuan diperkirakan akan mulai ketinggalan
jaman, atau tidak memadai lagi dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan hak
paten menjadi tidak ekonomis lagi sebelum akhir masa berlaku hak tersebut.
Untuk memberikan gambaran mengenai perhitungan biaya paten, misalnya PT Erwin
Megah membeli hak paten dengan harga perolehan Rp. 60.000.000,00. Masa manfaat
hak tersebut diperkirakan 8 tahun. Dengan demikian amortisasi per tahun adalah
Rp. 7.500.000,0 (Rp. 60.000.000,0 : 8). Jurnal untuk mencatat amortisasi
tahunan adalah sebagai berikut.
Des 31 Biaya
Paten …………………………….. Rp. 7.500.000
Hak Paten
………………………… Rp. 7.500.000
( untuk mencatat amortisasi hak paten )
Biaya paten dikelompokan dalam laporan rugi-laba sebagai
biaya operasi.
- Hak Cipta
Hak cipta adalah hak yang diberikan
oleh pemerintah, yang memberikan hak istimewa kepada pemegang hak tersebut
untuk memproduksi dan menjual suatu karya seni atau karya tulis. Harga
perolehan suatu hak cipta terdiri dari pengeluaran untuk mendapatkan dan
mempertahankan hak tersebut.
Maka manfaat suatu hak cipta biasanya
lebih pendek daripada masa berlakunya. Mengingat sulitnya penentuan masa
manfaat suatu hak cipta, maka hak cipta biasanya diamortisasi dalam periode
waktu yang relatif pendek.
- Merek Dagang atau Nama Dagang
Merek dagang atau nama dagang adalah
kata, rangkain kata, logo, atau simbol yang membedakan atau memberi identitas
suatu perusahaan tertentu atau produk tertentu. Apabila kita mendengar nama
dagang seperti Lux, Pepsodent, Indomie, atau Coca Cola, dengan cepat terbayang
dalam pikiran kita produk apa yang dimaksud dan tidak akan salah mengartikannya
pada produk lain. Nama dagang mempunyai manfaat yang sangat besar bagi
perusahaan dan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pemasarannya. Penemu
atau pemakai pertama dapat memperoleh hak istimewa untuk menggunakan merek
dagang atau nama dagang atau mendaftarkannya pada pemerintah.
Apabila merek dagang atau nama dagang
dibeli, maka harga perolehan hak tersebut adalah harga belinya.Apabila
dikembangkan sendiri oleh perusahaan, maka hara perolehan meliputi biaya hukum,
biaya pendaftaran, biaya perancangan dan pengeluaran-pengeluaran lain yang
langsung berhubungan dengan perolehan hak tersebut.
Seperti halnya aktiva tak berujud
lainnya, hak merek harus diamortasikan selama masa manfaat atau masa
berlakunya, tergantung mana yang yang lebih pendek. Mengingat sulitnya
penentuanmasa manfaat suatu hak merek, biasanya dtetapkan jangka waktu yang
relatif pendek.
- Franchise (Waralaba) dan License
(Perijinan)
Bila Kita makan di Kentucky Fried
Chicken, California Fried Chicken, Mac Donald, atau Pizza Huts, maka disitu
kita menemukan franchise. Franchise adalah Adalah hak yang diperoleh untuk
melakukan suatu usaha tertentu, atau memasarkan produknya, sekaligus mengikuti
pola usaha, cara pengelolaan, penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha
tertentu yang aslinya dimiliki oleh perusahaan yang memberikan hak franchise.
Periijinan adalah hak perusahaan yang
diperoleh dari pihak pemerintah baik daerah maupun pusat untuk melakukan suatu
aktivitas tertentu terkait dengan bidang usahanya. Ijin-ijin perusahaan tentu
ada jangka waktunya, dan jika masa berlakunya telah habis maka ijin tersebut
harus diperpanjang atau diperbaharui. Namun demikian ijin usaha atau aktivitas
tertentu atas terkait dengan usaha biasanya memiliki jangka waktu 3 sampai 30
tahun, yang artinya lebih dari satu tahun buku. Untuk itu Ijin diakui sebagai aktiva
tetap tak berwujud.
Franchise dan lisensi bisa diberikan
untuk waktu terbatas, atau terbatas dengan kemungkinan perpanjangan waktu, atau
tidak terbatas. Harga perolehan suatu hak franchise dan lisensi adalah semua
pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan hak tersebut. Bila jangka
waktunya terbatas, maka harga perolehan suatu hak franchise dan lisensi adalah
semua pengeluaran yang diperlukan untuk mendapatkan hak tersebut. Bila jangka
waktunya terbatas, maka harga perolehan franchise (atau lisensi) harus
diamortasi sebagai biaya operasi selama jangka waktu ijin pengeoprasianhak
tersebut. Namun apabila jangka waktunya tidak terbatas, maka amortisasi
dilakuakn selama jangka waktu ijin pengoprasian hak tersebut. Namun apabila
jangka waktunya tidak terbatas, maka amortisasi dilakukan selama jangka waktu
yang ditentukan dengan taksiran yang wajar. Jika dalam jangka perjanjian
franchise tesebut pihak pemegang hak diwajibkan membayar secara tahunan, maka
pembayaran tersebut diperlakukan sebagai biaya operasi pada periode dilakukan
pembayaran.
- Lease hold (Hak sewa)
Adalah hak yang diperoleh atas suatu
sewa aktiva tertentu (sewa tempat usaha, sewa gedung, sewa mesin) yang biasanya
menggunakan kurun waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat akte (notaris).
Hak sewa dinyatakan sebagai aktiva tetap (tak berwujud) karena dua alasan :
- Hak sewa memberikan kontribusi
nyata bagi perusahaan, atau dengan kata lain, atas sumber daya (dana) yang
dikeluarkan diharapkan hak sewa akan memberikan manfaat kembali (berpotensi
menghasilkan kas atau manfaat) di masa yang akan datang.
- Manfaat yang akan diterima oleh
perusahaan atas kepemilikan hak sewa, akan dinikmati oleh perusahaan untuk
periode waktu lebih dari satu tahun buku.
- Hak Penggandaan (Copyright)
Copyright adalah hak yang berikan
atas suatu penulisan, baik itu berupa karya ilmiah, puisi, novel, maupun lyric
lagu, notasi lagu/irama tertentu, script atau scenario film tertentu. Copyright
meliputi hak untuk memperbanyak dan mengedarkannya.
- Biaya Organisasi
Biaya yang timbul dalam bentukan
suatu organisasi perusahaan tersebut biaya organisasi. Biaya tersebut meliputi
pengeluaran untuk biaya jasa yang dibayarkan kepada underwriters untuk
pengurusan saham dan obligasi, biaya pengurusan ijin dan akte pendirian dan
biaya promosi untuk pengenalan kepada organisasi kepada masyarakat. Biaya-biaya
tersebut dikapitalisasi sebagau aktiva tak berujud dengan nama Biaya
Organisasi. Sebenarnya biaya organisasi akan bermanfaat selama hidup
perusahaan, tetapi dalam praktik perusahaan menetapkan masa manfaat dengan
taksiran tertentu yang dianggap wajar. Seperti halnya aktiva tak berujud
lainnya, biaya organisasi juga diamortisasi selama jangka waktu tertentu.
- Goodwill
Aktiva tak berujud terbesar yang
biasanya nampak dalam neraca perusahaan adalah goodwill. Goodwill adalah segala
atribut yang memberi nilai atau citra yang menguntungkan yang melekat pada
suatu perusahaan. Dalam hal ini termasuk diantaranya: manajemen yang istimewa,
lokasi yang strategis, hubungan baik dengan para konsumen, karyawan yang
terlatih, produk dengankualitas tinggi, hubungan yang harmonis dengan para
karyawan. Hal-hal yang positif seperti ini apabila dimiliki perusahaan, akan
menaikkan nilai perusahaan. Semakin banyak hal positif yang dimiliki
perusahaan, maka akan bertambah semakin tangguh pula perusahaan itu. Oleh
karena itu ada yang berpendapat bahwa goodwill mencerminkan keuntungan yang
diharapkan diatas keuntungan normal. Oleh karena itu goodwill merupakan suatu
aktiva tak berujud yang berbeda dari aktiva tak berujud lainnya. Goodwill tidak
bisa dijual tanpa mengalihkan atau menjual perusahaannya, karena goodwill hanya
dapat diindetifikasi dengan perusahaan sebagai keseluruhan.
Persoalan yang timbul apabila
goodwill hanya dapat diindetifikasi dengan perusahaan secara keseluruhan adalah
bagaimana menentukan besarnya goodwill tersebut. Berbagai faktor seperti
disebutkan di atas (manajemen yang istimewa, lokasi yang strategis dan
sebagainya) banyak ditemukan pada berbagai perusahaan, tetapi menentukan
besarnya goodwill sangat sulit dan sangat subyektif. Hal ini mudah dimengerti,
karena penentuan goodwill tanpa melalui transaksi pertukaran akan menyebabkan
penilain menjadi subyektif dan laporan keuangan menjadi kurang dapat dipercaya.
Oleh karena itu, goodwill akan hanya dicatat apabila timbul dari transaksi
pertukaran yang meliputi pembelian perusahaan secara keseluruhan.
Penentuan Harga Pasar Aktiva yang
Diperoleh
PERUSAHAAN DAGANG
BORNEO MAKMUR
Neraca
31 Desember 2010
AKUNTANSI
UNTUK AKTIVA TAK BERUJUD/BERWUJUD
Kas Rp
2.000.000 Utang Wesel Rp 9.500.000
Piutang dagang (
neto ) 6.400.000 Utang Dagang 1.500.000
Persediaan 5.600.000 Modal, Bambang 32.500.000
Aktiva tetap ( neto ) 29.000.000
Rp
43.000.000
Rp 43.000.000
|
Penentuan harga secara keseluruhan dibeli, maka goodwill
adalah kelebihan harga perolehan di atas harga pasar aktiva bersih (aktiva
dikurangi utang) yang diperoleh. Dalam menentukan besarnya goodwill, harga beli
(harga perolehan) pertama-tama dibandingkan dengan harga pasar aktiva dan utang
yang diperoleh. Kelebihan harga beli di atas harga pasar aktiva bersih itulah
yang disebut goodwill. Sebagai contoh, pada tanggal 31 Desember 2009, Usaha
Dagang Graha Cipta Lestari memutuskan untuk membeli perusahaan dagang Borneo Makmur
(sebuah perusahaan perseorangan) dengan harga Rp. 61.000.000,00. Pengkajian
atas neraca perusahaan Borneo Makmur menunjukkan hal-hal berikut:
Aktiva
bersih perusahaan dagang Borneo Makmur adalah RP. 32.000.000,00 seperti
terlihat pada saldo rekening modal, atau dapat pula dihitung sebagai berikut:
Total Aktiva
Rp. 43.000.000,00
Total Kewajiban
(11.000.000,00)
Aktiva bersih ( menurut nilai historis ) Rp. 32.000.000,00
|
Apabila perusahaan bersedia untuk membayar Rp. 61.000.000,00
maka jumlah goodwill akan dapat ditentukan dengan mudah. Namun kita harus
berhati-hati, sebab aktiva dan utang perusahaan dagang Boneo Makmur dalam
neraca di atas dilaporkan berdasarkan nilai buku, bukan harga pasar. Oleh
karena itu, kita harus menentukan harga pasar aktiva bersih perusahaan dagang
Borneo Makmur di atas.
Harga pasar aktiva bersih perusahaan dagang Borneo
Makmur adalah Rp. 52.500,00 dengan perhitungan
sebagai berikut:
Aktiva
Kas
……………………………………………………Rp 2.000.000
Piutang dagang (
neto ) ………………………….6.400.000
Persediaan
…………………………………………….8.100.000
Aktiva tetap (
neto ) …………………………….47.000.000
Jumlah aktiva
……………… Rp. 63.500.000
Kewajiban
Utang wesel
……………………………………Rp. 9.500.000
Utang dagang
………………………………………..1.500.000
…………………………………………
Rp. 11.000.000
Aktiva bersih ( berdasar nilai pasar )
Rp. 52.000.000
|
Dari perhitungan sebagai berikut
terlihat adanya berbedaan yang cukup besar antara harga perolehan dengan harga
pasar untuk persediaan dan aktiva tetap. Persediaan menurun harga perolehannya
adalah Rp. 5.600.000,00, sedang menurut harga pasarnya Rp. 8.100.000,00. Aktiva
tetap berdasar harga perolehannya adalah Rp. 29.000.000,00, tetapi menurut
harga pasarnya adalah Rp. 47.000.000,00.
Adanya berbedaan antara harga perolehan
dengan harga pasar seperti terlihat pada contoh ini tidak mengherankan. Dalam
hal persediaan, selain karena harga sudah naik, salah satu penyebabnya mungkin
karena perusahaan Borneo Makmur menggunakan metoda persediaan LIFO. Apabila
harga naik dan perusahaan berkembang, maka harga perolehan persediaan yang akan
dilaporkan dalam neraca adalah meliputi barang yang dibeli lebih awal dengan
harga yang lebih rendah. Selain itu, seperti telah dijelaskan di atas,
depresiasi aktiva tetap tidak lain adalah proses alokasi harga perolehan. Oleh
karena itu nilai buku aktiva tetap bisa berbeda cukup besar dengan harga
pasarnya.
Perhitungan Goodwill
Goodwill dihitung sebagai selisih
antara harga beli dengan harga pasar aktiva bersih yang diperoleh. Dengan
demikian goodwill pada contoh di atas akan menjadi Rp. 8.500.000,00 dengan
perhitungan sebagai berikut:
Harga beli ( harga perolehan ) ……………………Rp. 61.000.000,00
Kurangi : Harga pasar aktiva bersih … …………. 52.500.000,00
Goodwill ………………………………………… Rp. 8.500.000,00
|
Pencatatan transaksi pembelian
perusahaan dilakukan dengan mencatat aktiva bersih sebesar nilai pasarnya,
goodwill sebesar harga perolehannya dan kas dikredit sebesar harga belinya.
Selanjutnya goodwill dihapus selama jangka waktu tertentu yang ditaksir secara
wajar. Amortisasi goodwill dicatat dengan mendebet Biaya Amortisasi Goodwill
dan mengkredit rekening Goodwill. Dalam neraca, goodwill dilaporkan sebagai
aktiva tak berujud.
Biaya
research dan pengembangan
Biaya research dan pengembangan bukan
aktiva tak berujud, tetapi karena pengeluaran-pengeluaran ini berhubungan
dengan hak paten dan hak cipta maka pengeluaran tersebut akan dibahas pada
makalah ini. Banyak perusahaan melakukan pengeluaran yang cukup besar jumlahnya
untuk keperluan research dan pengembangan dalam rangka mendapatan produk baru
atau proses yang lebih baik. Pada perusahan-perusahaan raksasa seperti IBM,
Toyota, atau Mitsubishi, pengeluaran untuk keperluan ini mungkin melebihi
anggaran belanja sebuah negara sedang berkembang.
Research dan pengembangan memiliki
sejumlah masalah akuntansi: (1) kadang-kadang sulit untuk mengaitkan
pengeluaran pada proyek tertentu, dan (2) seringkali terdapat ketidakpastian
mengenai manfaat dari pengeluaran tersebut, baikbesarnya maupun kapan manfaat
tersebut akan diperoleh. Oleh karena itu pengeluaran untuk research dan
pengembangan biasanya dicatat sebagai biaya pada waktu terjadi pengeluaran.
Pengeluaran seperti ini tidak memperhatikan apakah pengeluaran akan berhasil
atau tidak berhasil:
Sebagai contoh, misalnya PT Ardi
Perkasa melakukan pengeluaran sebesar Rp. 30.000.000,00 untuk biaya research
dan pengembangan. Research dan pengembangan ini telah menghasilkan dua penemuan
yang sangan berhasil dan telah memperoleh dua hak paten. Walaupun demikin,
pengeluaran untuk research dan pengembangan tidak dapat dimasukkan dalam harga
perolehan hak paten, melainkan tetap harus diperlakukan sebagai biaya pada
periode dikeluarkannya biaya tersebut.
Banyak ahli tidak menyetujui
pendekatan akuntansi ini. Mereka berpendapat bahwa dengan memperlakukan
pengeluaran research dan pengembangan sebagai biaya, akan menyebabkan aktiva
dan laba bersih menjadi terlalu rendah. Namun pihak lain berpendapat, bahwa
dengan mengkapitalisasi pengeluaran ini hanya akan menimbulkan aktiva yang
sifatnya sangat spekulatif dalam neraca. Pendapat mana yang benar sangat sulit
untuk ditentukan. Perbedaan pendapat ini menunjukan betapa sulitnya menetapkan
suatu acuan yang tepat dalam pelaporan keuangan.
2.7
Penyajian Dalam Laporan Keuangan
|
Pada umumnya
aktiva tetap dilaporkan bersama-sama dengan sumber alam, tetapi aktiva tidak
berujud dilaporkan tersendiri setelah aktiva tetap. Pelaporan harus cukup jelas
dan bila mana perlu diberi catatan tambahan, baik dalam laporan itu sendiri ataupun
dalam catatan atas laporan keuangan. Selain itu, metoda depresiasi atau
amortisasi yang digunakan juga harus dijelaskan dan jumlah depresiasi atau
amortisasi untuk tahun yang bersangkutan juga disebutkan. Contoh penyajian
aktiva tetap, sumber alam dan aktiva tak berujud dalam neraca adalah sebagai
berikut
BAB 3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Aktiva tak berujud adalah hak, hak istimewa dan keuntungan
kompetitif yang timbul dari pemilikan suatu aktiva yang berumur panjang, yang
tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan aktiva tak berujud bisa
berupa kontrak, lisensi atau dokumen lain. Aktiva tidak berujud mungkin timbul
dari:
1. Pemerintah –
seperti hak paten, hak cipta, franchise, merek dagang dan nama dagang.
2. Perusahaan lain –
misalnya pembelian yang mencakup pembayaran untuk goodwill.
3. Penjualan
tertentu – seperti franchise dan lease.
Aktiva tak berwujud mempunyai karakteristik penting, yaitu :
kurang memiliki eksistensi fisik, bukan merupakan instrument keuangan, bersifat
jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, klasifikasi Aktiva Tak Berwujud
yaitu cara akuisisi (manner of acquisition), dapat diidentifikasi
(identifiability), dapat dipertukarkan (exchangeability), periode manfaat yang
diharapkan (period of expected benefit).
Prinsip Akuntansi Dasar untuk Aktiva tak berwujud yaitu :Pada
akuisisi menerapkan prinsip biaya, Selama periode penggunaan, menerapkan
prinsip penandingan, Pada disposisi, menerapkan prinsip pendapatan. Keuntungan
atau kerugian yang diakui atas pelepasan sama dengan selisih antara
pertimbangan yang diterima.
Sesuai dengan prinsip biaya, aktiva tak berwujud harus
dicatat pada saat diakuisisi dengan biaya ekuivalen kas saat ini. Menurut
sifatnya itu, maka aktiva tak berwujud jarang mempunyai nilai residu. Biaya
aktiva tak berwujud yang tidak memiliki
masa umur manfaat yang dapat ditetntukan atau umur hukum tidak terbatas juga
harus diamortisasi berdasarkan estimasi umur manfaatnya. Pada umumnya aktiva tetap
dilaporkan bersama-sama dengan sumber alam, tetapi aktiva tidak berujud
dilaporkan tersendiri setelah aktiva tetap.
DAFTAR PUSTAKA
Baridwan, Zaki. 2004. Intermediate Accounting.
Edisi Kedelapan. BPFE-Yogyakarta.
Harnanto, 2002. Akuntansi Keuangan Menengah.
BPFE-Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Standar
Akuntansi Keuangan. Salemba Empat. Jakarta.
Jusup Al. Haryono. 2009.
Dasar-dasar Akuntansi jilid 2. Yogyakarta
Kieso, E Donald. Weygandt, J Terry dan Warfield,
D Terry. 2002. Akuntansi Intermediate. Edisi kesepuluh. Jilid 1. Erlangga,
Jakarta.
Kieso, E Donald. Weygandt, J
Terry dan Warfield, D Terry. 2007. Akuntansi Intermediate. Edisi
keduabelas. Jilid 2. Erlangga, Jakarta. Salemba
Empat. Jakarta.
Martani Dwi, dkk. 2012. Akuntansi keuangan menengah
berbasis PSAK.
Reeve M. James, dkk. 2010. Pengantar Akuntansi
Adaptasi Indonesia. Buku 2. Salemba Empat. Jakarta.
tidak pake daftar isi ya makalanya.
BalasHapus