Devaluasi
Nilai Tukar
Secara sederhana kebijakan
devaluasi merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah indonesia
dengan sengaja menurunkan nilai rupiah terhadap dollar as. Dapat dimengerti,
kebijakan devalusasi hanya terjadi pada negara yang menganut system kurs tetap
atau mengambang terkendali tetapi tidak berlaku untuk mengambang bebas, untuk
itu setelah Indonesia beralih ke mengambang bebas, tidak pernah lagi pemerintah
mendevaluasi nilai tukar rupiah.
Kebijakan devaluasi secara tidak
langsung juga menggambarkan relative lambatnya perkembangan ekonomi Indonesia
dibandingkan dengan ekonomi amerika serikat.
Pada umumnya tujuan
kebijakansanaan devaluasi adalah untuk menutupi deficit neraca pembayaran.
Teori ekonomi menjelaskan bahwa ada du acara untuk mengatasi kesulitan neraca
pembayaran yaitu: (a) dengan meningkatkan produksi nasional pada tingkat
pengeluaran dalam negeri tertentu; (b) menekan pengeluaran dalam negeri pada
tingkat tertentu, yang terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah
dan pengeluaran untuk neto ekspor. Dalam persamaan identitas pendapatan
nasional dapat dirumuskan :
(X-M)
= (Y-A)
A
= C + I + G ………………. (Absorpsi domestik)
Formula ini menganggap neraca
pembayaran luar negeri sama dengan neraca perdagangan. Dengan devaluasi
diharapkan (X-M) positif dan semakin membesar.
Logika teoritis, kaitan
kebijakan devaluasi dapat dijelaskan dengan melihat terlebih dahulu deficit
neraca pembayaran yang pada dasarnya timbul sebagai akibat dari :
1.
Defisit neraca perdagangan
dimana impor barang lebih besar dari ekspor barang (X < M) yang tidak dapat
ditutup dengan surplus dalam neraca jasa.
2.
Defisit neraca jasa (X < M),
yang tidak mampu ditutup dengan surplus neraca barang.
Umumnya pada negara
berkembang termasuk Indonesia deficit neraca pembayaran disebabkan oleh deficit
neraca jasa. Hal ini disebabkan karakteristik Indonesia kekurangan tenaga kerja
skill, modal dan besarnya impor jasa non factor produksi (pariwisata,
transportasi dan jasa asuransi). Kebijakan yang paling cepat dalam jangka
pendek untuk menutup atau mengurangi deficit tersebut adalah dengan kebijakan
devaluasi. Harus diakui dalam jangka panjang kebijakan devaluasi bukanlah
solusi terbaik, karena justru yang diharapkan adalah kenaikan nilai tukar rupiah
terhadap dollar as yang disebabkan oleh sector riil.
Melalui pendekatan
elastisitas, devaluasi dapat mengoreksi deficit neraca transaksi berjalan
bilamana terjadi pergeseran arah penggunaan pengeluaran masyarakat, sehingga
ekspor meningkat dan impor menurun. Terjadinya peningkatan ekspor jika
permintaan luar negri meningkat membeli barang dan jasa yang diekspor Indonesia
yang harganya lebih murah, sebaliknya peningkatan harga produk ekspor yang
diukur dari mata uang domestic memberi intensif untuk mendorong kenaikan
produksi produk – produk ekspor Indonesia. Pada sis lain, kenaikan produk impor
diukur dari mata uang domestic, akan merangsang konsumen mengalihkan membeli
produk dan jasa produksi dalam negri, sehingga nilai impor dapat turun. secara
skematis digambarkan sebagai berikut:
Ilustrasi dengan
kebijakan devaluasi pada tanggal 30 Maret 1983, besaran devaluasi adalah 38%.
Hal ini berarti nilai tukar rupiah turun 38% terhadap dollar.
US $ 1 = Rp. 702,5 ………………………. Sebelum
devaluasi
US
$ 1 = Rp. 970,0 ………………………. Setelah
devaluasi
Besarnya
devaluasi
Untuk
menganalisis pengaruh kebijakan devaluasi tersebut dapat dimisalkan, eksportir
Indonesia mengekspor suatu produk ke Amerika serikat senilai $ 2.000 Sebelum devaluasi,
berarti akan mendapat Rp. 1.405.000 (2.000 x 702,5) , Tetapi setelah devaluasi
akan didapat rupiah yang lebih besar yaitu sekitar Rp. 1940.000 (2.000 x
970,0), kemudian bagi importir asing, setelah kebijakan devaluasi akan
mengeluarkan dollar yang lebih sedikit sekitar 1.448,4. Dengan demikian jelas
bahwa baik dari sisi eksportir maupun importir kebijakan devaluasi akan
meningkatkan ekspor, sementara impor akan menurun karena menjadi lebih mahal
dilihat dari kemampuan importir Indonesia.
Depresiasi nilai tukar
Selain
devaluasi dikenal istilah depresiasi, supaya tidak meragukan, depresiasi
bukanlah kebijakan pemerintah tetapi penurunan nilai tukar missal rupiah
terhadap dollar as yang disebabkan oleh kekuatan permintaan dan penawaran.
Secara
konseptual bila permintaan valuta asing meningkat lebih cepat dari
penawarannya, terdapat kecenderungan menguatnya (apresiasi) dollar as terhadap
rupiah, tetapi apabila sebaliknya menyebabkan menurunnya nilai tukar dollar as
terhadap rupiah atau terjadi apresiasi rupiah terhadap dollar as.
Sebagaimana
dijelaskan diatas, ketergantungan ekonomi Indonesia yang meningkat relative
cepat terhadap ekonomi amerika serikat, menyebabkan permintaan valuta asing
dollar dibandingkan penawaran valuta asing dollar as, sehingga pada gilirannya
apresiasi dollar as terhadap rupiah terus terjadi.
Dapat
dikatakan nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain dapat
menggambarkan kemajuan ekonomi suatu negara dibandingkan dengan negara lain
(Misalnya Indonesia dibandingkan dengan amerika serikat).
Untuk
lebih sederhana memahaminya, akan digambarkan perbandingan nilai mata uang tiga
negara yaitu Indonesia, amerika serikat, dan Malaysia. Pada tahun 1990.
$
1 = Rp.
1.842
$
1 = Rm
2,73
Pada tahun 2014, nilai
tukar rupiah, ringgit Malaysia, terhadap dollar as berubah drastic menjadi :
$ 1 = Rp.
12.440 (675,35%)
$ 1 = Rm
3,50 (28,2%)
Dari data tersebut
terlihat dalam periode 1978 – 2014 atau selama 33 tahun, kedua negara ini sama
sama mengalami depresiasi nilai tukar. Secara teoritis, pergerakan nilai tukar
mata uang mencerminkan bahwa di Indonesia terjadi permintaan dollar as lebih
cepat dari penawarannya dibandingkan dengan malaysia,
0 komentar:
Posting Komentar