1.
Pengertian
pemeriksaan pajak, sasaran dan tujuan dari pemeriksaan pajak
Pemeriksaan adalah serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar
pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang
undangan.
Direktorat
jendral pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan wajib pajak dan tujuan lain, antara lain:
1. Pemberian
nomor pokok wajib pajak secara jabatan
2. Penghapusan
nomor pokok wajib pajak
3. Pengukuhan
atau pencabutan pengukuhan pengusaha kena pajak
4. Wajib
pajak mengajukan keberatan
5. Pengumpulan
bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto
6. Pencocokan
data dan/atau alat keterangan
7. Penentuan
wajib pajak beralokasi di daerah terpencil
8. Penentuan
satu atau lebih tempat terutang pajak pertambahan nilai
9. Pemeriksaan
dalam rangka penagihan pajak
10. Penentuan
saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan dan/atau
11. Pemenuhan
permintaan informasi dari negara mitra perjanjian penghindaran pajak berganda
2.
Tata
cara penyelesaian keberatan dan banding
Keberatan
Terjadi apabila wajib pajak
berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan
pajak tidak sebagaimana mestinya.
PROSES PENYELESAIAN KEBERATAN
Dalam proses penyelesaian keberatan, terdapat beberapa tahapan penyelesaian sebagai berikut:
1
Peminjaman Data dan Pemberian Keterangan Dalam proses penyelesaian
keberatan, Kepala Unit Pelaksana Penelitian keberatan atas nama Direktur
Jenderal Pajak dapat:
a. meminjam buku, catatan, data, dan
informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak dan Wajib
Pajak wajib memenuhi paling lama 15 hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat
peminjaman dan/atau permintaan;
b. meminta Wajib Pajak untuk memberikan
keterangan dan Wajib Pajak wajib memenuhi paling lama 15 hari kerja sejak
tanggal dikirimnya surat peminjaman dan/atau permintaan;
c. meminta pihak lain diluar Direktorat
Jenderal Pajak untuk memberikan data dan atau keterangan dan atau
d. meninjau ke tempat Wajib Pajak jika
diperlukan
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan
keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak, Wajib Pajak wajib
menyerahkan asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan
yang menyatakan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan
dikreditkan.
2
Peminjaman Data dan Pemberian Keterangan Yang Kedua Apabila
sampai dengan jangka waktu 15 hari kerja sejak tanggal dikirimkannya surat
peminjaman dan/atau permintaan, Wajib Pajak belum meminjamkan sebagian atau
seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau belum memberikan keterangan
yang diminta, maka Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan peminjaman dan/atau permintaan yang kedua
dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak batas waktu tersebut diatas
berakhir. Wajib Pajak wajib memenuhi peminjaman dan/atau permintaan yang kedua
ini paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat
peminjaman dan/atau permintaan.
Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak wajib meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikan penjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan tambahan.
Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak wajib meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikan penjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan tambahan.
3
Wajib Pajak Tidak Memenuhi Permintaan Data Dalam hal Wajib
Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman dan/atau permintaan
serta tidak menyerahkan asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat
pernyataan yang menyatakan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau
tidak akan dikreditkan, keberatan tetap diproses sesuai dengan data yang ada
atau diterima dan Kepala Unit Pelaksana Penelitian keberatan atas nama Direktur
Jenderal Pajak membuat Berita Acara.
4
Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain dalam rangka Keberatan Dalam
hal diperlukan, untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang
dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka
keberatan. Pemeriksaan yang dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di bidang pemeriksaan.
5
Pembahasan Sengketa Perpajakan Dalam proses penyelesaian
keberatan, Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama Direktur
Jenderal Pajak dapat melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan
keberatan dengan Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang terkait. Dalam pembahasan
sengketa perpajakan tersebut, Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas
nama Direktur Jenderal Pajak dapat memanggil Wajib Pajak dan/atau pihak lain
yang terkait untuk melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan
keberatan. Dalam hal Kepala Unit Pelaksana Penelitian Keberatan atas nama
Direktur Jenderal Pajak memanggil Wajib Pajak dan/atau pihak lain untuk
melakukan pembahasan sengketa perpajakan yang diajukan keberatan, surat
pemanggilan dikirimkan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum tanggal pembahasan
sengketa perpajakan. Pembahasan sengketa perpajakan tersebut dituangkan dalam
Berita Acara Pembahasan Sengketa Perpajakan.
6
Data dan/atau Informasi yang Tidak Diberikan pada saat
Pemeriksaan Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang
tidak diberikan pada saat pemeriksaan, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali
pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di
pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan. Dalam hal
terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum
diminta pada saat proses pemeriksaan tetapi diperlukan dan diminta oleh
Direktur Jenderal Pajak serta diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses
keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang
diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan. Dalam
hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang
belum diminta pada saat proses pemeriksaan dan keberatan tetapi diserahkan oleh
Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau
keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan
dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang
disengketakan.
7
Permintaan Hadir, Penjelasan Hasil Penelitian Keberatan, dan
Tanggapan atas Hasil Penelitian Keberatan Sebelum menerbitkan Surat Keputusan
keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib meminta Wajib Pajak untuk hadir guna
memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak
dengan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir tersebut harus dilampiri dengan
Pemberitahuan Hasil Penelitian Keberatan dan Formulir Surat Tanggapan Hasil
Penelitian Keberatan.
Pemberian keterangan dan penjelasan tersebut dituangkan dalam Berita Acara. Apabila Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir:
Pemberian keterangan dan penjelasan tersebut dituangkan dalam Berita Acara. Apabila Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir:
a. dibuat Berita Acara dan
b. proses keberatan tetap dapat
diselesaikan.
8
Pencabutan Surat Keberatan Wajib Pajak dapat mencabut
pengajuan keberatan sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan
(sesuai dengan tanggal kirim) kepada Wajib Pajak. Pencabutan pengajuan
keberatan tersebut diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Unit
Pelaksana Penelitian keberatan secara tertulis. Wajib Pajak yang mencabut
pengajuan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau
pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP. Kepala Unit Pelaksana Penelitian
keberatan wajib memberikan jawaban atas pencabutan pengajuan keberatan jika
belum diterbitkan SPUH atau berikut jika sudah diterbitkan SPUH),
paling lama 5 (lima) hari kerja sejak surat pencabutan pengajuan keberatan
diterima. Dalam hal pencabutan pengajuan keberatan tidak memenuhi syarat maka
proses keberatan tetap diselesaikan dengan penerbitan Surat Keputusan
keberatan.
9
Kuasa dalam Proses Keberatan Pasal 15 Dalam hal Wajib Pajak
menunjuk seorang kuasa dalam rangka proses penyelesaian keberatan, kuasa Wajib Pajak
harus menyerahkan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU
KUP.
10 Jangka Waktu Penyelesaian Keberatan Direktur
Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib
Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak saat diterimanya surat keberatan.
Keputusan atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak,
atau menambahbesarnya
jumlah pajak yang masih harus dibayar. Apabila jangka waktu 12 (dua belas)
bulan telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu
keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus
menerbitkan Keputusan keberatan paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu
tersebut berakhir. Keputusan atas keberatan diberikan dengan menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan (untuk jenis pajak PPh Wajib Pajak Badan/Orang Pribadi menggunakan,
untuk jenis pajak PPh Wajib Pajak Pemotong/Pemungut menggunakan formulir berikut, serta untuk jenis pajak PPN sebelum
tahun 2010 menggunakan formulir berikut, sesudah tahun 2010 dan melampirkan
Pemberitahuan tertulis mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak. Keputusan keberatan
harus disampaikan kepada Wajib Pajak melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi
atau jasa kurir, dengan tanda bukti pengiriman surat.
11 Permintaan Keterangan Tertulis terkait
Dasar Keputusan Keberatan Jika diperlukan, sebelum mengajukan banding, Wajib
Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak
melalui Kepala KPP mengenai alasan yang menjadi dasar untuk mengabulkan
sebagian atau menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang dalam surat
keberatan Wajib Pajak. Atas permintaan tersebut, Direktur Jenderal Pajak harus
memberikan keterangan secara tertulis kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima
belas) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima. Jangka waktu
pemberian keterangan tersebut tidak menunda jangka waktu pengajuan banding.
Banding
Apabila wajib pajak masih belum puas
dengan surat keputusan keberatan atas keberatan yang diajukannya, wajib pajak
masih dapat mengajukan banding kepada badan peradilan pajak.
Tata cara
pengajuan permohonan banding:
1. Permohonan
banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas paling lama tiga bulan sejak surat keputusan keberatan diterima dan
dilampiri dengan salinan surat keputusan keberatan.
2. Terhadap
surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang
bayar tambahan, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan, putusan
banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu satu bulan
sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan keberatan,
jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal
penerbitan putusan banding.
3. Terhadap
surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan, surat keputusan keberatan, surat keputusan pembetulan,
putusan banding, serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar bertambah, yang seharusnya dilunasi dalam jangka waktu
dua bulan sejak tanggal diterbitkan, tetapi belum dibayar pada saat pengajuan
keberatan, jangka waktu pelunasannya tertangguh sampai dengan satu bulan sejak
tanggal penerbitan putusan banding.
4. Jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan pada nomor
tiga tidak termasuk utang pajak.
5. Jumlah
pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan
pajak yang terutang sampai dengan putusan banding.
Dalam hal banding ditolak atau dikabulkan
sebagian, wajib pajak dikenai saksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari
jumlah pajak berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang
telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Apabila putusan pengadilan pajak
mengabulkan sebagian atau seluruh banding, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan denganditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama
dua puluh empat bulan.
3.
Pengertian
pembukuan dan sanksi apabila tidak melakukan pembukuan
Pengertian
Pembukuan adalah suatu
proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan, dan
biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
pada setiap tahun pajak berakhir.
Sanksi
Sebelum
membahas tentang sanksi, Disini wajib pajak yang wajib menyelenggarakan
pembukuan adalah:
1. Wajib
pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas di
Indonesia.
2. Wajib
pajak badan di Indonesia.
Jadi apabila kedua subjek pajak
tersebut tidak melakukan pembukuan maka Berdasarkan UU no. 28 tahun 2007 pasal
39 ayat 1 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan mengatakan bahwa
“Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan atau
pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau meminjamkan buku,catatan
atau dokumen lain” maka sanksinya Pidana penjara paling singkat enam bulan dan
paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar paling banyak empat kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang bayar.
0 komentar:
Posting Komentar