ANALISIS PEREKONOMIAN INDONESIA DARI
SEGI NILAI TUKAR
PEMBUKA
Permasalahan nilai tukar
merupakan suatu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh indonesia dan
seluruh negara. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya semua negara itu
tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri melainkan membutuhkan negara lain
untuk membantu memenuhi kebutuhan hidupnya dikarenakan keterbatasan sumber daya
yang dimilikinya.
Salah satu cara yang dilakukan
oleh suatu negara untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kelangsungan
hidupnya adalah menjalin hubungan dengan negara lain yakni dengan melakukan
perdagangan dengan negara lain.
Jika perdagangan dilakukan dalam satu negara tentu saja
dapat dilakukan melalui mata uang negara yang bersangkutan, tetapi jika dalam perdagangan
antar negara tentu saja terdapat dua mata uang yang berbeda. Seandainya ada
mata uang tunggal internasional tidak akan ditemukan masalah dalam penetapan
harga, namun karena mata uang tersebut belum ada maka terdapat kebutuhan
mengkonversikan mata uang yang satu menjadi mata uang yang lain.
Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada
prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang
tersebut. Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian
terbuka, karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan
penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca
transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat
dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan
nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi
ekonomi yang relatif baik atau stabil. Ketidakstabilan nilai tukar ini
mempengaruhi arus modal atau investasi dan pedagangan Internasional. Indonesia
sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dari
ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya biaya produksi
sehingga menyebabkan harga barang-barang milik Indonesia mengalami peningkatan.
Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan
dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri menurun.
Kondisi
nilai tukar di indonesia 1990 – 2014
Kurs
berdasarkan 1usd
Kode
mata uang IDR
Rupiah adalah mata uang resmi Indonesia. Mata uang ini dicetak dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia
TAHUN
|
KURS JUAL
|
KURS BELI
|
KURS TENGAH
|
1990
|
|
|
1.842
|
1991
|
|
|
1.871
|
1992
|
|
|
2.044
|
1993
|
|
|
2.108
|
1994
|
|
|
2.180
|
1995
|
|
|
2.274
|
1996
|
|
|
2.337
|
1997
|
|
|
5.594
|
1998
|
|
|
14.650
|
1999
|
|
|
7.900
|
2000
|
|
|
9.725
|
2001
|
10.452
|
10.348
|
10.400
|
2002
|
8.985
|
8.895
|
8.940
|
2003
|
8.507
|
8.423
|
8.465
|
2004
|
9.336
|
9.244
|
9.280
|
2005
|
9.879
|
9.781
|
9.830
|
2006
|
9.065
|
8.975
|
9.020
|
2007
|
9.466
|
9.372
|
9.419
|
2008
|
11.005
|
10.895
|
10.950
|
2009
|
9.447
|
9.353
|
9.400
|
2010
|
9.036
|
8.946
|
8.991
|
2011
|
9.113
|
9.023
|
9.068
|
2012
|
9.718
|
9.622
|
9.690
|
2013
|
12.250
|
12.128
|
12.189
|
2014
|
12.502
|
12.378
|
12.440
|
|
|
|
|
Kondisi
nilai tukar Malaysia (2003 - 2014)
Kurs
berdasarkan 1usd
Ringgit atau juga dikenal sebagai Ringgit Malaysia adalah unit mata uang Malaysia dengan kode mata uang MYR yg diterbitkan oleh central
bank malaysia. Ringgit dapat dipecah menjadi 100 sen dan mempunyai pecahan uang kertas bernilai RM100,
RM50, RM20, RM10, RM5, dan RM2; serta koin RM1, 50 sen, 20 sen, 10 sen, 5 sen,
dan 1 sen.
TAHUN
|
KURS
1 USD ke RM
|
KURS
1 RM ke IDR
|
1990
|
2.73
|
675
|
1991
|
2.71
|
691
|
1992
|
2.63
|
777
|
1993
|
2.6
|
811
|
1994
|
2.7
|
807
|
1995
|
2.5
|
910
|
1996
|
2.52
|
927
|
1997
|
2.51
|
2.229
|
1998
|
4.8
|
3.052
|
1999
|
3.8
|
2.079
|
2000
|
3.8
|
2.559
|
2001
|
3.8
|
2.737
|
2002
|
3.8
|
2.353
|
2003
|
3.8
|
2.228
|
2004
|
3.8
|
2.442
|
2005
|
3.7
|
2.657
|
2006
|
3.5
|
2.577
|
2007
|
3.32
|
2.837
|
2008
|
3.47
|
3.156
|
2009
|
3.42
|
2.749
|
2010
|
3.09
|
2.910
|
2011
|
3.17
|
2.861
|
2012
|
3.06
|
3.167
|
2013
|
3.29
|
3.705
|
2014
|
3.50
|
3.554
|
|
|
|
Kondisi
nilai tukar Thailand (2002 - 2014)
Penerbitan mata uang ini merupakan tanggung
jawab Bank of Thailand. Satu baht dibagi menjadi 100 satang. simbol ฿
Kurs
berdasarkan 1usd
TAHUN
|
KURS TENGAH
1 USD ke BAHT
|
KURS TENGAH
1 BAHT ke IDR
|
1990
|
25.80
|
72
|
1991
|
24.20
|
77
|
1992
|
25.30
|
81
|
1993
|
25.70
|
82
|
1994
|
25.60
|
85
|
1995
|
25.20
|
90
|
1996
|
25.60
|
91
|
1997
|
24.50
|
228
|
1998
|
55.20
|
265
|
1999
|
38.00
|
208
|
2000
|
37.00
|
263
|
2001
|
44.00
|
236
|
2002
|
42.60
|
210
|
2003
|
41.48
|
204
|
2004
|
40.22
|
231
|
2005
|
40.22
|
245
|
2006
|
37.88
|
238
|
2007
|
34.51
|
273
|
2008
|
33.31
|
329
|
2009
|
34.29
|
274
|
2010
|
31.69
|
283
|
2011
|
30.49
|
297
|
2012
|
31.08
|
312
|
2013
|
30.73
|
397
|
2014
|
32.48
|
383
|
|
|
|
Kondisi
nilai tukar di FILIPHINA 1990 – 2014
Kurs
berdasarkan 1usd
TAHUN
|
KURS TENGAH
1 USD ke PESO
|
KURS TENGAH
1 USD ke IDR
|
1990
|
24.31
|
76
|
1991
|
27.48
|
77
|
1992
|
25.51
|
80
|
1993
|
27.12
|
78
|
1994
|
26.42
|
83
|
1995
|
25.72
|
88
|
1996
|
26.22
|
89
|
1997
|
29.47
|
190
|
1998
|
40.89
|
358
|
1999
|
39.09
|
202
|
2000
|
44.19
|
220
|
2001
|
50.99
|
204
|
2002
|
51.61
|
173
|
2003
|
54.20
|
156
|
2004
|
56.04
|
166
|
2005
|
55.86
|
176
|
2006
|
51.32
|
176
|
2007
|
46.15
|
204
|
2008
|
44.48
|
246
|
2009
|
47.64
|
197
|
2010
|
45.11
|
199
|
2011
|
43.32
|
209
|
2012
|
42.23
|
229
|
2013
|
42.45
|
287
|
2014
|
44.40
|
280
|
|
|
|
Kondisi
nilai tukar VIETNAM (2002 - 2014)
Đồng Vietnam (VND)
Koin
·
₫200
·
₫500
·
₫1.000
·
₫2.000
·
₫5.000
Kertas
·
₫10.000
·
₫20.000
·
₫50.000
·
₫100.000
·
₫200.000
·
₫500.000
Kurs
berdasarkan 1usd
TAHUN
|
KURS TENGAH
1 USD ke DONG
|
KURS RUPIAH
1 RP ke DONG
|
1990
|
6,483
|
3,52
|
1991
|
10,037
|
10,037
|
1992
|
11,202
|
5,49
|
1993
|
10,641
|
5,05
|
1994
|
10,966
|
5,03
|
1995
|
11,038
|
4,85
|
1996
|
11,683
|
4.99
|
1997
|
11,033
|
1,97
|
1998
|
13,268
|
0,90
|
1999
|
13,943
|
1,76
|
2000
|
14,168
|
1,46
|
2001
|
14,752
|
1,42
|
2002
|
15,343
|
1,72
|
2003
|
15,363
|
1,82
|
2004
|
15,469
|
1,67
|
2005
|
16,088
|
1,64
|
2006
|
15,783
|
1,75
|
2007
|
15,686
|
1,67
|
2008
|
15,862
|
1,45
|
2009
|
18,047
|
1,92
|
2010
|
18,641
|
2,07
|
2011
|
20,327
|
2,24
|
2012
|
22,200
|
2,29
|
2013
|
20,487
|
1,68
|
2014
|
20,300
|
1,63
|
|
|
|
SEJARAH SISTEM NILAI TUKAR DIINDONESIA
Pada tahun 1960-an sistem
nilai tukar yang dianut oleh negara Indonesia ialah multiple exchange system,
pada Agustus 1971 sampai pada November 1978 pemerintah Indonesia merubah sistem
nilai tukar sebelumnya menjadi sistem nilai tukar tetap atau fixed exchange
rate system, dan pada bulan November 1978 sampai pada September 1992 sistem
nilai tukar diubah kembali menjadi mengambang terkendali atau managed floating
system, dimana hal ini dilakukan untuk menjaga agar nilai rupiah tidak lagi
semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap mata uang partner dagang
utama. Tidak berhenti sampai pada saat itu, pada bulan September 1992 sampai
Agustus 1997 pemerintah merubah kembali menjadi managed floating dengan
crawling band system, dan terakhir pada bulan Agustus 1997 hingga kini
pemerintah memutuskan untuk menganut sistem mengambang bebas atau
floating/flexible system (Bank Indonesia).
Kurs Tetap (Fixed
Exchange Rate)
Kurs
tetap merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi
suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam
negeri terhadap negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat
aktivitas penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya
penetapan kurs tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran
maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya
dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara
untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya. Dalam kur
tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam
penetapan nilai tukar.
Keunggulan
:
· Kegiatan
spekulasi di pasar uang semakin sempit.
· Intervensi
aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil.
· Pemerintah
memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa.
· Kepastian
nilai tukar, sehingga perencanaan produksi sesuai dengan hasilnya.
Kelemahan
:
· Cadangan
devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas.
· Kurang
fleksibel terhadap perubahan global.
· Penetapan
kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor
impor.
Kurs
tetap
Dapat terjadi karena dua hal:
a. kurs devisa tetap standar emas, yaitu dengan mengaitkan nilai suatu mata uang dengan emas.
Terdiri dari 4 macam kurs valuta asing, yaitu:
1. kurs paritas arta yasa, menunjukkan perbandingan berat emas yang diperoleh dengan menukarkan satu satuan uang sebuah negara dengan satu satuan uang negara lain.
2. kurs titik ekspor emas, yaitu kurs valuta asing tertinggi dalam sistem standar emas.
3. kurs titik impor emas, yaitu kurs valuta asing terendah dalam sistem standar emas.
4. kurs valuta asing yang terjadi, merupakan kurs yang bergerak naik turun di sekitar kurs paritas arta yasa.
Dapat terjadi karena dua hal:
a. kurs devisa tetap standar emas, yaitu dengan mengaitkan nilai suatu mata uang dengan emas.
Terdiri dari 4 macam kurs valuta asing, yaitu:
1. kurs paritas arta yasa, menunjukkan perbandingan berat emas yang diperoleh dengan menukarkan satu satuan uang sebuah negara dengan satu satuan uang negara lain.
2. kurs titik ekspor emas, yaitu kurs valuta asing tertinggi dalam sistem standar emas.
3. kurs titik impor emas, yaitu kurs valuta asing terendah dalam sistem standar emas.
4. kurs valuta asing yang terjadi, merupakan kurs yang bergerak naik turun di sekitar kurs paritas arta yasa.
b.
kurs devisa tetap standar kertas
pemerintah menetapkan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain dan berusaha mempertahankannya dengan berbagai macam kebijaksanaan.
pemerintah menetapkan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain dan berusaha mempertahankannya dengan berbagai macam kebijaksanaan.
Penerapannya
di Indonesia
Kurs Mengambang
Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Penetapan
kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta. Dalam pasar ini
masih ada campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi moneter dan fiskal yang
ada. Jadi dalam pasar valuta ini tidak murni berasal dari penawaran dan
permintaan uang.
Keunggulan :
·
Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan
neraca pembayaran suatu negara.
·
Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan
kurs indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai
dengan kondisi ekonomi yang terjadi.
·
Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar
tetap.
·
Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang.
Kelemahan
:
·
Devisa harus selalu tersedia dan siap diguankan sewaktu-waktu.
·
Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekualan
dalam memprediksi dan menetapkan kurs.
·
Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran.
·
Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta
akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya.
Kurs
mengambang terkendali
Disebut juga dengan kurs distabilkan. Kurs bebas seperti yang telah disebutkan di atas sering menimbulkan ketidaktentuan kurs valuta asing, sehingga negara diharapkan dapat menerapkan pengendalian atau penstabilan kurs pada batas yang wajar. Pada dasarnya dalam sistem mengambang terkendali, nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga bebas bergerak naik maupun turun. Namun supaya tidak terjadi gejolak yang terlalu dahsyat, yang kriterianya ditentukan oleh Bank Sentral, pemerintah dapat campur tangan sampai batas-batas tertentu.
Disebut juga dengan kurs distabilkan. Kurs bebas seperti yang telah disebutkan di atas sering menimbulkan ketidaktentuan kurs valuta asing, sehingga negara diharapkan dapat menerapkan pengendalian atau penstabilan kurs pada batas yang wajar. Pada dasarnya dalam sistem mengambang terkendali, nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga bebas bergerak naik maupun turun. Namun supaya tidak terjadi gejolak yang terlalu dahsyat, yang kriterianya ditentukan oleh Bank Sentral, pemerintah dapat campur tangan sampai batas-batas tertentu.
Bentuk-bentuk
intervensi pemerintah dapat berupa:
a. Mengambang bersih. Terjadi jika campur tangan pemerintah tidak langsung, yaitu dengan pengaturan tingkat bunga.
b. Mengambang kotor. Terjadi jika campur tangan pemerintah secara langsung, yaitu dengan menjual atau membeli valuta asing.
a. Mengambang bersih. Terjadi jika campur tangan pemerintah tidak langsung, yaitu dengan pengaturan tingkat bunga.
b. Mengambang kotor. Terjadi jika campur tangan pemerintah secara langsung, yaitu dengan menjual atau membeli valuta asing.
Penerapannya di Indonesia
Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan
bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada
sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang
(basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem
tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak
di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah,
maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas
atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005).
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.
Kurs tetap
pada awalnya kurs tetap
distandarisasi dengan menggunakanemas yang disebut standar emas (gold standar)
yang merupakan kurs yang tetap, walaupun jarang digunakan. Standar emas,
memegang peranan penting pada abd ke-19 dan permulaan abad ke-20.
Standar emas dapat didefinisikan sebagai nilai
tukar satu mata uang dengan mata uang negara lain yang di ukur dengan emas.
Satu sisi lebih di untungkan dengan kestabilan harga emas, tetapi di sisi lain
kelangkaan emas juga menjadi persoalan tersendiri.
Kurs yang
tetap merupakan nilai tukar suatu mata uang dengan mata uang lainnya yang
besarnya di tentukan oleh pemerintah, sehingga tidak terjadi fluktuasi nilai
tukar, karna selalu di control oleh pemerntah menuju kepada nilai tukar yang
sudah di tetapkan tersebut. Kurs yang di anggp normal dalam arti tidak mengganggu
kestabilan ekonomi negara adalah kurs yang bergerak atau berfluktuasi dalam
batas toleransi yang tidak mengganggu perekonomian minsalnya exspor dan impor
dan suku bunga bank. Untuk menjaga kestabilan nilai kurs ini biasanya
pemerintah dapat melalukan pembelian valuta asing di pasar (untuk mencegah
turunnya kurs) atau dapat pula menjual valuta asing di pasar( untuk mencegah
kenaikan kurs).
Jika kurs F.r 400 = $1 merupakan nilai tukar (parvalue) yang di tetapkan
pemerintah. Selagi nilai tukarberada pada posisi ini tidak ada persoalan dan
pemerintah tidak akan mengambil kebijakan. Jika tejadi perubahan sebagai
akibatnya berubahnya variable lain yang menyebabkan meningkatnya permintaan
terhadap valuta asing dollar AS (minsalnya meningkatnya kebutuhan akan impor),
sehingga permintaan bergeser dari DD ke D’D’. pergeseran kurve permintaan
kekanan akan menyebabkan kurs melampaui kurs tertiggi( ceiling price) minsalnya
pada nilai tukar Fr.404, dalam hal ini pemerintah (bank sentral) menjual dolar
ke pasar, akibatnya penawaran dolar meningkat, sehingga harga dolar turun lagi
menuju parvalue.
Demikian pula sebaliknya, jika peningkatan penawaran dolar lebih banyak
dari permintaan yang di mungkinkan disebebkan oleh meningkatnya export atau
juga oleh sumber lain seperti meningkatnya hutang luar negri atau karena hibah.
Secara kurve menyebabkan kurve penawaran (S) bergeser ke kanan (S’) yang
menyebabkan nilai tukar sudah berada pada F.r 396, yang di anggap sudah di luar
batas ambang toleransi. Dengan demikian pemerintah harus mengambil kebijakan
membeli valuta asing untuk mengembalikan pada nilai tukar yang tetap. Hal ini
menyebabkan kurs menjadi F.r 396. Kalau ini di biarkan harga dolar akan
cenderung untuk turun lagi sehingga kurs akan berada di bawah F.r 396.
Untuk menghindarinya kelebihan
dolar sebesar TW, maka pemerintah melalui bank sentral membeli dolar di pasar
valuta asing sehingga harga dolar kembali naik dan kurs cenderung kembali
kepada par value. Kurs yang tetap
sering di sebut pegged exchange rate atau
control exchange rate.
Sebagai ilustrasi di gambarkan
teknik sederhana membuat kurs satu mata uang dengan mata uang negara lain
dnegan menggunakan standar negara emas.minsalnya untuk menetukan kurs antar
franc peransi dan dolar AS terlebih dahulu setiap mata uang di standarkan
dengan emas.
F.r
100 =
1 standar emas
US
$20 = 1 standar emas
Dengan demikian exchange rate
antara mata uang negara perancis dengan mata uang dolar AS menjadi :
F.r
5 = US $1
Karena F.r 100 = 1 standar emas = US $20.000)
Dalam
transaksi di pasar valuta asing dapat saja harga tidak sama dengan kurs tengah
tersebut (F.r 5.00 = US $ 1.000), tetapi mereka pun tidak dapat hendak membeli
dan menjual seenaknya. Perbedaan tersebut sebesar ongkos angkut dan biaya
asuransi. Minsalnya : importer prancis membeli dolar di pasar valuta asing.
Mungkin mereka akan membeli dengan kurs yang tinggi F.r 5.02 = US $ 1 atau F.r
5.01 = US $1 , akan tetapi tidak boleh F.r 5.06 = US $1 karena telah melampaui
kurs tertiggi (termasuk biaya).
Kalau
kurs yang belaku di pasar valuta asing di atas F.r 5.00 = US $1, maka prancis
akan menguntungkan mengexpor emas keluar negri. Tapi kalau di bawah F.r 5.00
maka prancis akan mengimpor emas dan menjualny dalam negri yang harganya lebih
mahal.
Kurs yang fleksibel
Kurs yang berubah-ubah yang
dikenal dengan floating exchange rate (FER) adalah kurs atau nilai mata uang
asing suatu negara denga mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dollar
AS) yang sifatnya menagambang atau berubah-ubah. Namun masih mempunyai harga
batas atas (ceiling price) dan harga batas bawah (floor price). Pemerintah akan
membiarkan fluktuasi tersebut dalam batas ambang toleransi harga batas atas atau dan bats
bawah. Apabila melawati, pemerintah akan mengambil kebujakan dengan mempengaruhi
permintaan dan penawaran valuta asing. Untuk kasus Indonesia, pemerintah akan
membeli atau menjual dollar AS.
Fluktuasi exchange rate tersebut
dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Permintaaan berarti bersumber
dari konsumen dalam negeri (individu, perusahaan, dan pemerintah) meminta
valuta asing. Sementara penawaran banyak bersumber dari eksportir atau sumber
lainnya. Pada dasarnya beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :
pendapatan, inflasi, kebiajakan pemerintah, harga, tingkat bunga dan lain-lain.
Hal ini disebabkan karena semua faktor tersebut baik secara langsung maupun
tidak langsung akan mempengaruhi permintaan dan penawaran, sehingga pada
gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar tersebut.
Pada titik E merupakan kurs keseimbangan (the equilibirium exchange rate) dimana pada
saat pemotongan antara kurve permintaan dan penawaran, kurs yang terjadi adalah
Rp. 9000 = $ 1.00. kurs tersebut dapat berubah dengan dipengaruhi oleh faktor
lain, misalnya dengan naiknya pendapat nasional, menyebabkan kenaikan
permintaan terhadap impor barang-barang dan jasa, sehingga kurve permintaan
bergeser ke kanan yang menyebabkan kurs berubah dari semula Rp.9000 = $1.00.
perubahan ini masih berada dalam batas atas toleransi dan apabila melewati kurs
ini, pemerintah akan mengambil kebijakan untuk mempengaruhi permintaan dan
penawaran valuta asing. Bila kurs terjadi diatas ceiling price, pemerintah akan
menjual dollar AS dan bila dibawah floor price, pemerintah akan membeli dollar
AS untuk mengembalikan kurs berada posisi par value.
Kurs yang bebas mengambang
Dalam
perkembangannya flexible exchange rate seiring juga disebut floating exchange
rate berkembang menjadi kurs bebas mengambang (free floating exchange rate
FFER). Tetapi FFER betul-betul bebas ke atas dank e bawah tergantung kepada
penawaran dan permintaan. Secara konseptual tidak ditetapkan batas atas dan
batas bawah.
Sejak
krisis ekonomi dialami Indonesia tahun1997 dan 1998, sistem nilai tukar yang
dipakai Indonesia berubah dari kurs mengambang bebas. Secara teoritis,
pemerintah hanya mampu memmpengaruhi nilai tukar dengan mengambil kebijakan
yang dapat mempengaruhi permintaan dollar AS. Misalnya dengan mengendalikan
tingkat inflasi sehingga harga relatip stabil, permintaan akan produk impor dan
valuta asing dollar AS menurun karena beralih kepada produk dalam negeri dan
pada gilirannya akan menurunkan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah atas
sebaliknya akan meningkatkan nilai tukar rupiah. Mekanisme ini akan terjadi
dengan asumsi, tersedianya produk dalam negeri sebagai pengganti produk impor.
Tabel 1.2
Tingkat Inflasi dan
Pertumbuhan PDB, PeP, JUB, NTN, dan BBM
1969-2009 (dalam %)2
Thn
|
Inflasi
|
PDB
|
PeP
|
JUB
|
NTN
|
BBM
|
1969
|
9,89
|
6,82
|
26,92
|
61,02
|
0,00
|
9,12
|
1970
|
8,88
|
7,55
|
47,61
|
36,48
|
15,95
|
6,27
|
1971
|
2,47
|
7,02
|
16,38
|
28,17
|
9,79
|
0,00
|
1972
|
25,84
|
7,04
|
21,41
|
47,94
|
0,00
|
0,00
|
1973
|
23,30
|
8,10
|
72,95
|
40,96
|
0,00
|
21,07
|
1974
|
33,32
|
7,63
|
17,46
|
40,14
|
0,00
|
158,93
|
1975
|
19,69
|
4,98
|
49,07
|
33,34
|
0,00
|
0,00
|
1976
|
14,20
|
6,89
|
26,86
|
28,23
|
0,00
|
24,55
|
1977
|
11,82
|
8,76
|
30,61
|
25,17
|
0,00
|
6,83
|
1978
|
6,69
|
6,77
|
28,00
|
24,02
|
50,60
|
0,00
|
1979
|
21,77
|
7,32
|
40,41
|
36,03
|
0,32
|
118,86
|
1980
|
15,97
|
9,88
|
25,57
|
47,56
|
-0,04
|
13,85
|
1981
|
7,09
|
7,93
|
37,62
|
29,85
|
2,75
|
-5,41
|
1982
|
9,69
|
2,25
|
12,04
|
9,79
|
7,53
|
-9,37
|
1983
|
11,46
|
4,19
|
11,74
|
6,29
|
43,54
|
-7,82
|
1984
|
8,76
|
6,98
|
12,93
|
13,37
|
8,05
|
-13,03
|
1985
|
4,31
|
2,46
|
21,33
|
17,75
|
4,75
|
7,07
|
1986
|
8,83
|
5,87
|
9,94
|
15,57
|
45,87
|
-40,96
|
1987
|
8,90
|
4,93
|
-0,34
|
8,63
|
0,55
|
7,25
|
1988
|
5,47
|
5,78
|
10,68
|
13,46
|
4,91
|
-5,66
|
1989
|
5,97
|
7,46
|
25,71
|
39,76
|
3,81
|
29,64
|
1990
|
9,53
|
7,24
|
12,33
|
18,42
|
5,79
|
29,63
|
1991
|
9,52
|
6,95
|
20,46
|
10,59
|
4,79
|
-28,61
|
1992
|
4,94
|
6,46
|
17,74
|
9,25
|
3,51
|
-0,56
|
1993
|
9,77
|
6,50
|
10,71
|
27,89
|
2,33
|
-25,23
|
1994
|
9,24
|
7,54
|
4,22
|
23,28
|
4,27
|
18,26
|
1995
|
8,60
|
8,22
|
14,74
|
16,10
|
4,91
|
10,96
|
1996
|
6,50
|
7,82
|
13,25
|
21,66
|
3,25
|
33,35
|
1997
|
11,10
|
4,70
|
6,58
|
22,24
|
95,13
|
-27,85
|
1998
|
77,60
|
-13,13
|
26,69
|
29,17
|
72,58
|
-38,43
|
1999
|
2,00
|
0,79
|
33,47
|
23,16
|
-11,71
|
131,21
|
2000
|
9,40
|
4,92
|
24,99
|
30,13
|
35,43
|
9,13
|
2001
|
12,55
|
3,64
|
24,94
|
9,58
|
8,39
|
-32,08
|
2002
|
10,03
|
4,50
|
16,58
|
7,99
|
-14,04
|
52,20
|
2003
|
5,16
|
4,78
|
23,81
|
16,60
|
-5,31
|
9,28
|
2004
|
6,40
|
5,03
|
16,71
|
13,41
|
9,75
|
34,77
|
2005
|
17,11
|
5,69
|
17,76
|
11,07
|
5,81
|
37,16
|
2006
|
6,60
|
5,50
|
28,05
|
28,08
|
-8,24
|
4,37
|
2007
|
6,59
|
6,28
|
14,47
|
27,63
|
4,42
|
47,88
|
2008
|
11,06
|
6,06
|
26,42
|
1,20
|
16,25
|
-55,28
|
2009
|
2,78
|
4,10
|
27,96
|
8,41
|
-14,16
|
81,13
|
2010
6,69
2011
3,79
2012 4,30
2013 8,83
2014 8,36
PDB
(Produk Domestik Bruto) nominal, PeP (pengeluaran pemerintah), JUB (Jumlah Uang
Beredar dalam arti sempit, M1), NTN (Nilai Tukar Nominal: kurs Rupiah per USD),
dan BBM (harga minyak internasional).
Ferry
Imanudin Sadikin, FE UI, 2010.
BPS
|
|
Sejak kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia
telah mengalami beberapa fase.Salah satunya adalah zaman pemerintahan orde baru
hingga Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya.Pada pemerintahan
ini,dapat dikatakan bahwa ekonomi Indonesia berkembang pesat. Dengan kembali
membaiknya hubungan politik dengan negara-negara barat dan adanya kesungguhan
pemerintah untuk melakukan rekonstruksi dan pembangunan ekonomi,maka arus modal
mulai masuk kembali ke Indonesia.PMA dan bantuan luar negeri setiap tahun terus
meningkat.Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali
tingkat inflasi,mengurangi defisit keuangan pemerintah dan menghidupkan kembali
kegiatan produksi, terutama ekspor yang sempat mengalami kemunduran pada masa
orde lama.Indonesia juga sempat masuk dalam kelompok Asian Tiger, yakni
Negara-negara yang tingkat prekonomiannya sangat tinggi.
Namun disamping kelebihan-kelebihan
tersebut,terdapat kekurangan dalam pemerintahan orde baru.Kebijakan-kebijakan
ekonomi masa orde baru memang telah membuat pertumbuhan ekonomi meningkat
pesat,tetapi dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental ekonomi yang
rapuh.Hal ini dapat dilihat pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan
semakin besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing,termasuk
pinjaman dan impor.Inilah yang akhirnya membuat Indonesia dilanda suatu krisis
ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada
pertengahan tahun 1997.Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi ketika
terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi
penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998.
Sejak berdirirnya orde baru tahun
1966-1998,terjadi krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997 yang berkembang
menjadi suatu krisis ekonomi yang besar.Krisis pada tahun ini jauh lebih parah
dan kompleks dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami
oleh Indonesia. Hal ini terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden,
kerusuhan Mei 1998, hancurnya sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya,
baik ekonomi, sosial, maupun politik. Faktor-faktor yang diduga menjadi
penyebab suatu krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi yang besar,
yakni terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih dari
200% dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
PEMBAHASAN
Krisis pertama yang dialami
Indonesia masa orde baru adalah kondisi ekonomi yang sangat parah warisan orde
lama.Sebagian besar produksi terhenti dan laju pertumbuhan ekonomi selama
periode 1962-1966 kurang dari 2% yang mengakibatkan penurunan pendapatan per
kapita.Defisit anggaran belanja pemerintah yang sebagian besar dibiayai dengan
kredit dari BI meningkat tajam dari 63% dari penerimaan pemerintah tahun
1962 menjadi127% tahun 1966.Selain itu,buruknya perekonomian Indonesia masa
transisi juga disebabkan oleh besarnya defisit neraca perdagangan dan utang
luar negeri,yang kebanyakan diperoleh dari negara blok timur serta inflasi yang
sangat tinggi.Disamping itu,pengawasan devisa yang amat ketat menyebabkan nilai
tukar rupiah terhadap dollar AS naik dua atau tiga kali lipat.Akibatnya terjadi
kegiatan spekulatif dan pelarian modal ke luar negeri.Hal ini memperburuk
perekonomian Indonesia pada masa itu (Siregar,1987).
Krisis kedua adalah laju inflasi
yang tinggi pada tahun 1970-an.Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah uang
yang beredar dan krisis pangan akhir tahun 1972.Laju inflasi memuncak hingga
41% tahun 1974 (Hill,1974).Selain itu terjadi devaluasi rupiah sebesar 50% pada
November 1978.
Bulan September 1984,Indonesia
mengalami krisis perbankan ,yang bermula dari deregulasi perbankan 1 Juni 1983
yang memaksa bank-bank negara untuk memobilisasi dana mereka dan memikul risiko
kredit macet,serta bebas untuk menentukan tingkat suku bunga,baik deposito berjangka
maupun kredit (Nasution,1987).Masalah-masalah tersebut terus berlangsung hingga
terjadi krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997 (Tambunan,1998).
Terakhir,antara tahun 1990-1995
ekonomi Indonesia beberapa kali mengalami gangguan dari waktu ke waktu.Pertama,walaupun
tidak menimbulkan suatu krisis yang besar,apresiasi nilai tukar yen Jepang
terhadap dollar AS sempat merepotkan Indonesia.Laju pertumbuhan ekspor
Indonesia sempat terancam menurun dan beban ULN dari pemerintah Jepang
meningkat dalam nilai dollar AS.Kedua,pada awal tahun 1994,perekonomian
Indonesia cukup terganggu dengan adanya arus pembelian dollar AS yng bersifat
spekulatif karena beredar isu akan adanya devaluasi rupiah (Tambunan,1998).
Sumber: Tambunan (1998) pertukaran bath-dollar
Dari tahun 1985 ke tahun 1995,
Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada 1996, dana hedge Amerika telah
menjual $400 juta mata uang Thai.Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok 25
bath per dollar AS.Pada tanggal 14 dan tanggal 15 Mei 1997, nilai tukar bath
Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan akibat para investor asing
mengambil keputusan “jual”, karena tidak percaya lagi terhadap prospek
perekonomian dan ketidakstabilan politik Negara Thailand. Untuk mempertahankan
nilai tukar bath agar tidak jatuh terus, Thailand melakukan intervensi yang
didukung oleh Bank Sentral Singapura. Namun, pada tanggal 2 Juli 1997, Bank
Sentral Thailand mengumumkan bahwa nilai tukar bath dibebaskan dari ikatan
dollar AS dan meminta bantuan IMF. Pengumuman ini menyebabkan nilai bath
terdepresiasi sekitar 15-20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 bath
per dollar AS. Pada 1997, sebenarnya kondisi ekonomi di Indonesia tampak jauh
dari krisis. Tidak seperti Thailand, tingkat inflasi Indonesia lebih rendah.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar, menguat. Dalam kondisi ekonomi seperti
itulah, banyak perusahaan di Indonesia meminjam uang dalam bentuk dolar AS.
Krisis moneter yang terjadi di
Thailand ini, menyebabkan Indonesia dan beberapa negara Asia, seperti Filipina,
Korea dan Malaysia mengalami krisis keuangan. Ketika krisis melanda Thailand,
nilai baht terhadap dolar anjlok dan menyebabkan nilai dolar menguat. Penguatan
nilai tukar dolar berimbas ke rupiah. Sekitar bulan Juli 1997, di Indonesia
terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, nilai rupiah terus merosot. Di bulan
Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari Rp2.500,00
menjadi Rp2.650,00 per dolar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia
mulai tidak stabil. Padahal, pada saat itu hutang luar negeri Indonesia, baik
swasta maupun pemerintah, sudah sangat besar. Tatanan perbankan nasional kacau
dan cadangan devisa semakin menipis.Perusahaan yang tadinya banyak meminjam
dolar (ketika nilai tukar rupiah kuat terhadap dolar), kini sibuk memburu atau
membeli dolar untuk membayar bunga pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, dan
harus dibayar dengan dolar. Nilai rupiah pun semakin jatuh lebih dalam lagi.
IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi tidak mampu memperbaiki
keadaan. Malahan akhirnya paket bantuan IMF itu, yang dalam penggunaannya
banyak terjadi penyelewengan, semakin menambah beban utang yang harus
ditanggung oleh rakyat Indonesia.
KRISIS RUPIAH HINGGA KRISIS EKONOMI
Indonesia merupakan salah satu
Negara di Asia yang mengalami krisis mata uang, kemudian disusul oleh krisis
moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar. Seperti diungkapkan oleh
Haris (1998),
“Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun
1997 adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya
kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per
kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan
industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor menyusul utang sebagian
pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama lagi akan menghasilka
ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial. Ekonom, dan politik
yang baru pula” (hal.54)
Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia
Tenggara, krisis d beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan
Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya
di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu besar dan terus
meningkat setiap tahun, sementara pasar properti dan pasar modal di dalam
negeri berkembang pesat tanpa terkendali. Selain itu, nilai tukar mata uang di
dua Negara tersebut dipatok terhadap dolar AS terlalu rendah yang mengakibatkan
ada kecenderungan besar dari dunia usaha didalam negeri untuk melakukan
pinjaman luar negeri, sehingga banyak perusahaan dan lembaga keuangan di
negara-negara itu menjadi sangat rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar
valuta asing. Dan yang terakhir adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter
moneter di Thailand dan Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman
portfolio perbankan sangat rendah.
Anggapan Fischer tersebut dapat membantu untuk menentukan apakah krisis rupiah
terjadi karena krisis bath Thailand. Sementara menurut McLeod (1998),
krisis rupiah di Indonesia adalah hasil dari akumulasi kesalahan-kesalahan
pemerintah dalam kebijakan-kebijakan ekonominya selama orde baru, termasuk
diantaranya kebijakan moneter yang mempertahankan nilai tukar rupiah pada tingkat
yang overvalued.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun
itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan
dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara
besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin
langka.Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa
lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud
fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi,
laju inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan realisasi
anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.
1990
|
1991
|
1992
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
|
Pertumbuhan ekonomi (%)
|
7,24
|
6,95
|
6,46
|
6,50
|
7,54
|
8,22
|
7,98
|
4,65
|
Tingkat Inflasi (%)
|
9,93
|
9,93
|
5,04
|
10,18
|
9,66
|
8,96
|
6,63
|
11,60
|
Neraca pembayaran (US$)
|
2,099
|
1,207
|
1,743
|
741
|
806
|
1,516
|
4,451
|
-10,021
|
Neraca perdagangan
|
5,352
|
4,801
|
7,022
|
8,231
|
7,901
|
6,533
|
5,948
|
12,964
|
Neraca berjalan
|
-3,24
|
-4,392
|
-3,122
|
-2,298
|
-2,96
|
-6,76
|
-7,801
|
-2,103
|
Neraca modal
|
4,746
|
5,829
|
18,111
|
17.972
|
4,008
|
10,589
|
10,989
|
-4,845
|
Pemerintah (neto)
|
633
|
1,419
|
12,752
|
12,753
|
307
|
336
|
-522
|
4,102
|
Swasta (neto)
|
3,021
|
2,928
|
3,582
|
3,216
|
1,593
|
5,907
|
5,317
|
-10,78
|
PMA (neto)
|
1,092
|
1,482
|
1,777
|
2,003
|
2,108
|
4,346
|
6,194
|
1,833
|
Cadangan devisa akhir tahun (US$)
|
8,661
|
9,868
|
11.611
|
12,352
|
13,158
|
14,674
|
19,125
|
17,427
|
(bulan impor nonmigas c&f)
|
4,7
|
4,8
|
5,4
|
5,4
|
5,0
|
4,3
|
5,2
|
4,5
|
Debt-service ratio (%)
|
30,9
|
32,0
|
31,6
|
33,8
|
30,0
|
33,7
|
33,0
|
|
Nilai tukar Des. (Rp/US$)
|
1,901
|
1,992
|
2,062
|
2,11
|
2,2
|
2,308
|
2,383
|
4.65
|
APBN* (Rp.milyar)
|
3,203
|
433
|
-551
|
-1,852
|
1,495
|
2,807
|
818
|
456
|
*Tahun anggaran
Sumber : BPS,Indikator ekonomi; Bank Indonesia,
Statistik Keuangan Indonesia;
World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Menanggapi
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai merosot sejak
bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dengan
memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya tidak banyak. Nilai rupiah
dalam dolar AS terus tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai nilai
terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00 per dollar
AS. BI akhirnya menghapuskan rentang intervensi dan pada akhirnya rupiah turun
ke Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami
penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai
Rp10.550,00 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan
Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar AS. Selama periode
Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah terjadi pada
bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan Rp15.000,00 per
dollar AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei 1999, perkembangan
kurs rupiah terhadap dolar AS berada pada nilai antara Rp8.000,00 dan
Rp11.000,00 per dollar AS. Selama periode 1 Januari 1998 hingga 5 Agustus 1998,
depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah yang paling tinggi
dibandingkan dengan mata uang-mata uang Negara-negara Asia lainnya yang juga
mengalami depresiasi terhadap dolar AS selama periode tersebut.
Perubahan Nilai Tukar Mata Uang
Beberapa Negara Asia : 30/6/97-8/5/98
Negara
|
US$/100 Uang lokal 6/30’97
|
12/31’97
|
Perubahan (%)
6/30-12/31
|
5/8’98
|
Perubahan (%)
1/1-5/8’98
|
Perubahan Kumulatif (%)
6/30’97-5/8’98
|
Thailand
|
4,05
|
2,08
|
-48,7
|
2,59
|
24,7
|
-36
|
Malaysia
|
39,53
|
25,70
|
-35,0
|
26,25
|
2,1
|
-33,6
|
Indonesia
|
0,04
|
0,02
|
-44,0
|
0,01
|
-53,0
|
-73,8
|
Filipina
|
3,79
|
2,51
|
-33,9
|
2,54
|
1,3
|
-33,0
|
Hongkong
|
12,90
|
12,90
|
0,0
|
12,90
|
0,0
|
0,0
|
Korea Selatan
|
0,11
|
0,06
|
-47,7
|
0,07
|
21,9
|
-36,2
|
Taiwan
|
3,60
|
3,06
|
-14,8
|
3,10
|
1,2
|
-13,8
|
Singapura
|
69,93
|
59,44
|
-15,0
|
61,80
|
4,0
|
-11,6
|
Sumber :Goldstein (1998)
Sebagai konsekuensinya, BI pada
tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta
asing. Dengan demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta
asing, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar.
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KRISIS
Ada asap pasti ada api. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa sesuatu yang
terjadi, itu pasti ada penyebabnya. Begitu pula dengan adanya krisis yang
terjadi, pasti ada faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Analisis
dari faktor-faktor ini diperlukan, karena untuk menangani krisis tersebut
tergantung dari ketepatan diagnosa. Ada beberapa pendapat mengenai
faktor-faktor tersebut, antara lain :
1.Ada sekelompok peneliti, yakni Tambunan (1998),
Roubini (1998), Kaminsky dan Reinhart (1996), dan Krugman (1979), yang
berpendapat bahwa penyebab utama suatu krisis ekonomi adalah karena rapuhnya
fundamental ekonomi domestik dari Negara yang bersangkutan, seperti defisit
transaksi berjalan yang besar dan terus menerus dan utang luar negeri jangka
pendek yang sudah melewati batas normal.
2.Anwar Nasution (1998:28) melihat besarnya defisit
neraca berjalan dan utang luar negeri ditambah lemahnya sistim perbankan
nasional sebagai akar terjadinya krisis finansial.
3.Ada kelompok peneliti lain,yakni Eichengreen dan
Wyplosz (1993), Martinez-Peria (1998), dan Obstfeld (1986),yang berpendapat
bahwa krisis ekonomi terjadi karena hancurnya sistem penentuan kurs tetap di
Negara-negara yang fundamental ekonomi atau pasarnya baik.
4.Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang
bersama-sama membuat krisis menuju kea rah kebangkrutan (World Bank,1998,pp.
1.7-1.11). Empat sebab itu antara lain, akumulasi utang swasta luar negeri yang
cepat dari tahun 1992-1997,kelemahan pada sistim perbankan, masalah
governance,termasuk kemampuan pemerintah dalam menangani dan mengatasi krisis,
dan yang terakhir adalah ketidakpastian politik dalam menghadapi Pemilu yang
lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu.
5.Lepi T.Tarmidi berpendapat bahwa penyebab utama dari
terjadinya krisis adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang
sangat tajam. Selain itu, ada beberapa faktor lainnya menurut kejadiannya,
antara lain :
a.Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa
adanya pengawasan yang memadai, yang memungkinkan arus modal dan valas dapat
mengalir keluar-masuk secara bebas.
b.Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah,
berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1998 hingga 1996,
yang berada dibawah fakta nilai tukar, menyebabkan nilai rupiah secara
kumulatif sangat overvalued.
c.Akar dari segala permasalahan adalah utang luar
negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat
tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang
jatuh tempo beserta bunganya, ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
d.Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang
dikenal hedge fundstidak mungkin dapat dibendung dengan melepas
cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena prakek margin
trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah
besar.
e.Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam
suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi.
f.Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF
Research Department Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan
impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga
pinjaman.
g.Penanaman modal asing portfolio yang
pada awalnya membeli saham besar-besaran yang diiming-imingi keuntungan yang
besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil, kemudian
mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar.
h.IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda
pengucuran bantuan yang dijanjikannya dengan alas an pemerintah tidak
melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Dan Negara-negara
sahabat yang menjanjikan akan membantu, juga menunda bantuannya menunggu signal
dari IMF.
i.Spekulan domestik juga meminjam dana dari sistim
perbankan untuk bermain.
j.Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang
menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS, agar nilai kekayaan
tidak merosot dan malah bias menarik keuntungan dan merosotnya nilai tukar
rupiah.
k.Terdapatnya keterkaitan erat dengan Yen Jepang, yang
nilainya melemah terhadap dollar AS.
DAMPAK KRISIS TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Sejak bulan
Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa dunia
khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi nasional Indonesia saat itu masih
lemah untuk mampu menghadapi krisis global tersebut. Dampak negatif yang
ditimbulkan antara lain, kurs rupiah terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1
Agustus 1997, pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi
40 bank bermasalah lainnya dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia
(KLBI) untuk membantu bank-bank bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi
manipulasi besar-besaran terhadap dana KLBI yang murah tersebut. Dampak negatif
lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun, perusahaan
milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang
akan dan telah jatuh tempo, angka pemutusan hubungan kerja meningkat karena
banyak perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya,
kesulitan menutup APBN, biaya sekolah di luar negeri melonjak, laju inflasi
yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan barang nasional,
khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997.
Akibatnya, harga-harga barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup
semakin tinggi.
Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif.
Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar
negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis
asing akan lebih besar, meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian,
proteksi industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca
berjalan. Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil
Menengah (UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit
usaha,jumlah pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan
mitra usaha dengan ISK, peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan untuk
kelompok menengah ke bawah.Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari
jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERAN IMF DALAM
MENGATASI KRISIS
Pada awalnya
pemerintah berusaha untuk menangani sendiri masalah krisis ini. Namun setelah
menyadari bahwa merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat
dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis
karena terus digunakan untuk meningkatkan kembali nilai tukar rupiah, tanggal 8
Oktober1997 pemerintah resmi akan meminta bantuan kepada IMF. Strategi
pemulihan IMF dalam garis besarnya ialah mengembalikan kepercayaan masyarakat
dalam dan luar negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia. Inti dari setiap
program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial (Fischer
1998b). Kemudian antara Indonesia dan IMF membuat nota kesepakatan, terdiri
atas 50 butir kebijakan mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter),
restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural, yang ditandatangani
bersama.
Butir-butir dalam kebijakan fiskal meliputi, tetap menggunakan prinsip anggaran
berimbang, usaha-usaha untuk mengurangi pengeluaran, seperti menghilangkan
subsidi BBM dan listrik serta membatalkan sejumlah proyek infrastruktur besar,
dan yang terakhir meningkatkan pendapatan pemerintah dengan penangguhan PPN dan
fasilitas pajak serta bea cukai, mengenakan pajak tambahan terhadap bensin,
memperbaiki audit PPN dan memperbanyak objek pajak.
Namun kesepakatan itu gagal, karena syarat-syarat dari IMF dirasa berat oleh
Indonesia. Maka dari itu dilakukanlah negosiasi dan dihasilkan kesepakatan yang
ditandatangani 15 Januari 1998. Pokok-pokok dari program IMF itu antara lain,
kebijakan makro ekonomi yang terdiri dari kebijakan fiskal dan kebijakan moneter
serta nilai tukar, kemudian restrukturisasi sektor keuangan yang terdiri dari
program restrukturisasi bank dan memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk
perbankan, dan yang terakhir adalah reformasi structural yang terdiri dari
perdagangan luar negeri dan investasi, deregulasi dan swastanisasi, social
safety net dan lingkungan hidup.
Pelaksanaan kesepakatan kedua ini kembali menghadapi bebagai hambatan, kemudian
diadakan negosiasi ulang yang menghasilkan Supplementary Memorandumpada
tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks.
Strategi yang akan dilaksanakan adalah menstabilkan rupiah pada tingkat yang
sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia, memperkuat dan mempercepat
restrukturisasi sistim perbankan, memperkuat implementasi reformasi struktural
untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing, menyusun kerangka untuk
mengatasi masalah utang perusahaan swasta, dan yang terakhir adalah
mengembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga
ekspor bangkit kembali.
Sedangkan ke tujuh appendix itu
antara lain, kebijakan moneter dan suku bunga, pembangunan sektor perbankan,
bantua anggaran pemerintah untuk golongan lemah, reformasi BUMN dan
swastanisasi, reformasi structural, restrukturisasi utang swasta, dan hukum
kebangkrutan dan reformasi yuridis
KESIMPULAN
Indonesia
mengalami krisis moneter bukan baru sekali ini saja. Sebagai salah satu Negara
berkembang, Indonesia sudah sering mengalaminya. Krisis yang paling parah
terjadi pada pertengahan tahun 1997. Pada saat itu, Indonesia berada dibawah
pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru), dimana kebijakan-kebijakan
ekonominya telah menghasilkan kemajuan ekonomi yang pesat. Namun disamping itu,
kondisi sektor perbankan memburuk dan semakin besarnya ketergantungan terhadap
modal asing,termasuk pinjaman dan impor, yang membuat Indonesia dilanda suatu
krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS pada pertengahan tahun 1997.Keadaan ini kemudian diperburuk dengan
adanya krisis nilai tukar bath Thailand yang menyebabkan nilai tukar dollar
menguat. Penguatan nilai tukar dollar ini berimbas ke rupiah dan menyebabkan
nilai tukar rupiah semakin anjlok.
Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua
aspek penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang
krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan
posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar negeri jangka pendek yang tidak
bisa dibayar pada waktu jatuh tempo.
Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap
perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara
keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar
daripada dampak positif yang ditimbulkan.
Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri. Karena
merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih
lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis. Oleh karena itu, pemerintah
meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya
adalah membantu memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara anggotanya dan
tugasnya adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami
kesulitan likuiditas.
0 komentar:
Posting Komentar