FOLLOW SOSIAL MEDIA KAMI

.

Bagikan

Bagikan
Kunjungi kelompokakuntansi.blogspot.com

Nilai Tukar - Makalah perekonomian indonesia

ANALISIS PEREKONOMIAN INDONESIA DARI SEGI NILAI TUKAR

PEMBUKA
Permasalahan nilai tukar merupakan suatu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh indonesia dan seluruh negara. Hal ini disebabkan karena pada hakikatnya semua negara itu tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri melainkan membutuhkan negara lain untuk membantu memenuhi kebutuhan hidupnya dikarenakan keterbatasan sumber daya yang dimilikinya.

Salah satu cara yang dilakukan oleh suatu negara untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kelangsungan hidupnya adalah menjalin hubungan dengan negara lain yakni dengan melakukan perdagangan dengan negara lain.

Jika perdagangan dilakukan dalam satu negara tentu saja dapat dilakukan melalui mata uang negara yang bersangkutan, tetapi jika dalam perdagangan antar negara tentu saja terdapat dua mata uang yang berbeda. Seandainya ada mata uang tunggal internasional tidak akan ditemukan masalah dalam penetapan harga, namun karena mata uang tersebut belum ada maka terdapat kebutuhan mengkonversikan mata uang yang satu menjadi mata uang yang lain.

Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs) pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang tersebut. Kurs merupakan salah satu harga yang lebih penting dalam perekonomian terbuka, karena ditentukan oleh adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar, mengingat pengaruhnya yang besar bagi neraca transaksi berjalan maupun bagi variabel-variabel makro ekonomi lainnya. Kurs dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Pertumbuhan nilai mata uang yang stabil menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik atau stabil. Ketidakstabilan nilai tukar ini mempengaruhi arus modal atau investasi dan pedagangan Internasional. Indonesia sebagai negara yang banyak mengimpor bahan baku industri mengalami dampak dari ketidakstabilan kurs ini, yang dapat dilihat dari melonjaknya biaya produksi sehingga menyebabkan harga barang-barang milik Indonesia mengalami peningkatan. Dengan melemahnya rupiah menyebabkan perekonomian Indonesia menjadi goyah dan dilanda krisis ekonomi dan kepercayaan terhadap mata uang dalam negeri menurun.


Kondisi nilai tukar di indonesia 1990 – 2014
Kurs berdasarkan 1usd
Kode mata uang IDR

Rupiah adalah mata uang resmi Indonesia. Mata uang ini dicetak dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia


TAHUN
KURS JUAL
KURS BELI
KURS TENGAH
1990


1.842
1991


1.871
1992


2.044
1993


2.108
1994


2.180
1995


2.274
1996


2.337
1997


5.594
1998


14.650
1999


7.900
2000


9.725
2001
10.452
10.348
10.400
2002
8.985
8.895
8.940
2003
8.507
8.423
8.465
2004
9.336
9.244
9.280
2005
9.879
9.781
9.830
2006
9.065
8.975
9.020
2007
9.466
9.372
9.419
2008
11.005
10.895
10.950
2009
9.447
9.353
9.400
2010
9.036
8.946
8.991
2011
9.113
9.023
9.068
2012
9.718
9.622
9.690
2013
12.250
12.128
12.189
2014
12.502
12.378
12.440






Kondisi nilai tukar Malaysia (2003 - 2014)
Kurs berdasarkan 1usd

Ringgit atau juga dikenal sebagai Ringgit Malaysia adalah unit mata uang Malaysia dengan kode mata uang MYR yg diterbitkan oleh central bank malaysia. Ringgit dapat dipecah menjadi 100 sen dan mempunyai pecahan uang kertas bernilai RM100, RM50, RM20, RM10, RM5, dan RM2; serta koin RM1, 50 sen, 20 sen, 10 sen, 5 sen, dan 1 sen.

TAHUN
KURS
1 USD ke RM
KURS
1 RM ke IDR
1990
2.73
675
1991
2.71
691
1992
2.63
777
1993
2.6
811
1994
2.7
807
1995
2.5
910
1996
2.52
927
1997
2.51
2.229
1998
4.8
3.052
1999
3.8
2.079
2000
3.8
2.559
2001
3.8
2.737
2002
3.8
2.353
2003
3.8
2.228
2004
3.8
2.442
2005
3.7
2.657
2006
3.5
2.577
2007
3.32
2.837
2008
3.47
3.156
2009
3.42
2.749
2010
3.09
2.910
2011
3.17
2.861
2012
3.06
3.167
2013
3.29
3.705
2014
3.50
3.554





Kondisi nilai tukar Thailand (2002 - 2014)
Penerbitan mata uang ini merupakan tanggung jawab Bank of Thailand. Satu baht dibagi menjadi 100 satang. simbol ฿

Kurs berdasarkan 1usd

TAHUN
KURS TENGAH
1 USD ke BAHT
KURS TENGAH
1 BAHT ke IDR
1990
25.80
72
1991
24.20
77
1992
25.30
81
1993
25.70
82
1994
25.60
85
1995
25.20
90
1996
25.60
91
1997
24.50
228
1998
55.20
265
1999
38.00
208
2000
37.00
263
2001
44.00
236
2002
42.60
210
2003
41.48
204
2004
40.22
231
2005
40.22
245
2006
37.88
238
2007
34.51
273
2008
33.31
329
2009
34.29
274
2010
31.69
283
2011
30.49
297
2012
31.08
312
2013
30.73
397
2014
32.48
383





Kondisi nilai tukar di FILIPHINA 1990 – 2014
tanda: ₱; kode: PHP) adalah mata uang resmi di Filipina. Peso ini dibagi menjadi 100 centavo

Kurs berdasarkan 1usd


TAHUN
KURS TENGAH
1 USD ke PESO
KURS TENGAH
1 USD ke IDR
1990
24.31
76
1991
27.48
77
1992
25.51
80
1993
27.12
78
1994
26.42
83
1995
25.72
88
1996
26.22
89
1997
29.47
190
1998
40.89
358
1999
39.09
202
2000
44.19
220
2001
50.99
204
2002
51.61
173
2003
54.20
156
2004
56.04
166
2005
55.86
176
2006
51.32
176
2007
46.15
204
2008
44.48
246
2009
47.64
197
2010
45.11
199
2011
43.32
209
2012
42.23
229
2013
42.45
287
2014
44.40
280





Kondisi nilai tukar VIETNAM (2002 - 2014)
Đồng Vietnam (VND) 

Koin
·         200
·         500
·         1.000
·         2.000
·         5.000
Kertas
·         10.000
·         20.000
·         50.000
·         100.000
·         200.000
·         500.000


Kurs berdasarkan 1usd

TAHUN
KURS TENGAH
1 USD ke DONG
KURS RUPIAH
1 RP ke DONG
1990
6,483
3,52
1991
10,037
10,037
1992
11,202
5,49
1993
10,641
5,05
1994
10,966
5,03
1995
11,038
4,85
1996
11,683
4.99
1997
11,033
1,97
1998
13,268
0,90
1999
13,943
1,76
2000
14,168
1,46
2001
14,752
1,42
2002
15,343
1,72
2003
15,363
1,82
2004
15,469
1,67
2005
16,088
1,64
2006
15,783
1,75
2007
15,686
1,67
2008
15,862
1,45
2009
18,047
1,92
2010
18,641
2,07
2011
20,327
2,24
2012
22,200
2,29
2013
20,487
1,68
2014
20,300
1,63




SEJARAH SISTEM NILAI TUKAR DIINDONESIA

Pada tahun 1960-an sistem nilai tukar yang dianut oleh negara Indonesia ialah multiple exchange system, pada Agustus 1971 sampai pada November 1978 pemerintah Indonesia merubah sistem nilai tukar sebelumnya menjadi sistem nilai tukar tetap atau fixed exchange rate system, dan pada bulan November 1978 sampai pada September 1992 sistem nilai tukar diubah kembali menjadi mengambang terkendali atau managed floating system, dimana hal ini dilakukan untuk menjaga agar nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap mata uang partner dagang utama. Tidak berhenti sampai pada saat itu, pada bulan September 1992 sampai Agustus 1997 pemerintah merubah kembali menjadi managed floating dengan crawling band system, dan terakhir pada bulan Agustus 1997 hingga kini pemerintah memutuskan untuk menganut sistem mengambang bebas atau floating/flexible system (Bank Indonesia).

    Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)
Kurs tetap merupakan sistem nilai tukar dimana pemegang otoritas moneter tertinggi suatu negara (Central Bank) menetapkan nilai tukar dalam negeri terhadap negara lain yang ditetapkan pada tingkat tertentu tanpa melihat aktivitas penawaran dan permintaan di pasar uang. Jika dalam perjalanannya penetapan kurs tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya. Dalam kur tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam penetapan nilai tukar.
Keunggulan :
·       Kegiatan spekulasi di pasar uang semakin sempit.
·       Intervensi aktif pemerintah dalam mengatur nilai tukar sehingga tetap stabil.
·       Pemerintah memegang peranan penuh dalam pengawasan transaksi devisa.
·       Kepastian nilai tukar, sehingga perencanaan produksi sesuai dengan hasilnya.

Kelemahan :
·      Cadangan devisa harus besar, untuk menyerap kelebihan dan kekurangan di pasar valas.
·      Kurang fleksibel terhadap perubahan global.
·      Penetapan kurs yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mempengaruhi pasar ekspor impor.
Kurs tetap
Dapat terjadi karena dua hal:
a.    kurs devisa tetap standar emas, yaitu dengan mengaitkan nilai suatu mata uang dengan emas.
Terdiri dari 4 macam kurs valuta asing, yaitu:
1.    kurs paritas arta yasa, menunjukkan perbandingan berat emas yang diperoleh dengan             menukarkan satu satuan uang sebuah negara dengan satu satuan uang negara lain.
2.    kurs titik ekspor emas, yaitu kurs valuta asing tertinggi dalam sistem standar emas.
3.    kurs titik impor emas, yaitu kurs valuta asing terendah dalam sistem standar emas.
4.    kurs valuta asing yang terjadi, merupakan kurs yang bergerak naik turun di sekitar kurs paritas arta yasa.
b.    kurs devisa tetap standar kertas
pemerintah menetapkan nilai tukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain dan berusaha mempertahankannya dengan berbagai macam kebijaksanaan.
Penerapannya di Indonesia

Kurs Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Penetapan kurs ini tidak sepenuhnya terjadi dari aktivitas pasar valuta. Dalam pasar ini masih ada campur tangan pemerintah melalui alat ekonomi moneter dan fiskal yang ada. Jadi dalam pasar valuta ini tidak murni berasal dari penawaran dan permintaan uang.

Keunggulan :
·                     Mampu menjaga stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca pembayaran suatu negara.
·                     Adanya aktifitas MD/MS dalam pasar valuta berdasarkan kurs indikasi akan mampu menstabilkan nilai tukar dengan lebih baik sesuai dengan kondisi ekonomi yang terjadi.
·                     Devisa yang diperlukan tidak sebesar pada nilai tukar tetap.
·                     Mampu memadukan sistem tetap dan mengambang.
Kelemahan :
·                     Devisa harus selalu tersedia dan siap diguankan sewaktu-waktu.
·                     Persaingan yang ketat antara pemerintah dan spekualan dalam memprediksi dan menetapkan kurs.
·                     Tidak selamanya mampu mengatasi neraca pembayaran.
·                      Selisih kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk menutupi selisihnya.
Kurs mengambang terkendali
Disebut juga dengan kurs distabilkan. Kurs bebas seperti yang telah disebutkan di atas sering menimbulkan ketidaktentuan kurs valuta asing, sehingga negara diharapkan dapat menerapkan pengendalian atau penstabilan kurs pada batas yang wajar. Pada dasarnya dalam sistem mengambang terkendali, nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar, sehingga bebas bergerak naik maupun turun. Namun supaya tidak terjadi gejolak yang terlalu dahsyat, yang kriterianya ditentukan oleh Bank Sentral, pemerintah dapat campur tangan sampai batas-batas tertentu.
Bentuk-bentuk intervensi pemerintah dapat berupa:
a.    Mengambang bersih. Terjadi jika campur tangan pemerintah tidak langsung, yaitu dengan pengaturan tingkat bunga.
b.    Mengambang kotor. Terjadi jika campur tangan pemerintah secara langsung, yaitu dengan menjual atau membeli valuta asing.
Penerapannya di Indonesia

Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread (Teguh Triyono, 2005).
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.

Kurs tetap
pada awalnya kurs tetap distandarisasi dengan menggunakanemas yang disebut standar emas (gold standar) yang merupakan kurs yang tetap, walaupun jarang digunakan. Standar emas, memegang peranan penting pada abd ke-19 dan permulaan abad ke-20.
 Standar emas dapat didefinisikan sebagai nilai tukar satu mata uang dengan mata uang negara lain yang di ukur dengan emas. Satu sisi lebih di untungkan dengan kestabilan harga emas, tetapi di sisi lain kelangkaan emas juga menjadi persoalan tersendiri.
Kurs yang tetap merupakan nilai tukar suatu mata uang dengan mata uang lainnya yang besarnya di tentukan oleh pemerintah, sehingga tidak terjadi fluktuasi nilai tukar, karna selalu di control oleh pemerntah menuju kepada nilai tukar yang sudah di tetapkan tersebut. Kurs yang di anggp normal dalam arti tidak mengganggu kestabilan ekonomi negara adalah kurs yang bergerak atau berfluktuasi dalam batas toleransi yang tidak mengganggu perekonomian minsalnya exspor dan impor dan suku bunga bank. Untuk menjaga kestabilan nilai kurs ini biasanya pemerintah dapat melalukan pembelian valuta asing di pasar (untuk mencegah turunnya kurs) atau dapat pula menjual valuta asing di pasar( untuk mencegah kenaikan kurs).
Jika kurs F.r 400 = $1 merupakan nilai tukar (parvalue) yang di tetapkan pemerintah. Selagi nilai tukarberada pada posisi ini tidak ada persoalan dan pemerintah tidak akan mengambil kebijakan. Jika tejadi perubahan sebagai akibatnya berubahnya variable lain yang menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing dollar AS (minsalnya meningkatnya kebutuhan akan impor), sehingga permintaan bergeser dari DD ke D’D’. pergeseran kurve permintaan kekanan akan menyebabkan kurs melampaui kurs tertiggi( ceiling price) minsalnya pada nilai tukar Fr.404, dalam hal ini pemerintah (bank sentral) menjual dolar ke pasar, akibatnya penawaran dolar meningkat, sehingga harga dolar turun lagi menuju parvalue.
Demikian pula sebaliknya, jika peningkatan penawaran dolar lebih banyak dari permintaan yang di mungkinkan disebebkan oleh meningkatnya export atau juga oleh sumber lain seperti meningkatnya hutang luar negri atau karena hibah. Secara kurve menyebabkan kurve penawaran (S) bergeser ke kanan (S’) yang menyebabkan nilai tukar sudah berada pada F.r 396, yang di anggap sudah di luar batas ambang toleransi. Dengan demikian pemerintah harus mengambil kebijakan membeli valuta asing untuk mengembalikan pada nilai tukar yang tetap. Hal ini menyebabkan kurs menjadi F.r 396. Kalau ini di biarkan harga dolar akan cenderung untuk turun lagi sehingga kurs akan berada di bawah F.r 396.
Untuk menghindarinya kelebihan dolar sebesar TW, maka pemerintah melalui bank sentral membeli dolar di pasar valuta asing sehingga harga dolar kembali naik dan kurs cenderung kembali kepada par value. Kurs yang tetap sering di sebut pegged exchange rate atau control exchange rate.
Sebagai ilustrasi di gambarkan teknik sederhana membuat kurs satu mata uang dengan mata uang negara lain dnegan menggunakan standar negara emas.minsalnya untuk menetukan kurs antar franc peransi dan dolar AS terlebih dahulu setiap mata uang di standarkan dengan emas.
                                F.r 100                  = 1 standar emas
                                US $20 = 1 standar emas
Dengan demikian exchange rate antara mata uang negara perancis dengan mata uang dolar AS menjadi :
                                F.r 5       = US $1
Karena F.r 100 = 1 standar emas = US $20.000)
                Dalam transaksi di pasar valuta asing dapat saja harga tidak sama dengan kurs tengah tersebut (F.r 5.00 = US $ 1.000), tetapi mereka pun tidak dapat hendak membeli dan menjual seenaknya. Perbedaan tersebut sebesar ongkos angkut dan biaya asuransi. Minsalnya : importer prancis membeli dolar di pasar valuta asing. Mungkin mereka akan membeli dengan kurs yang tinggi F.r 5.02 = US $ 1 atau F.r 5.01 = US $1 , akan tetapi tidak boleh F.r 5.06 = US $1 karena telah melampaui kurs tertiggi (termasuk biaya).
                Kalau kurs yang belaku di pasar valuta asing di atas F.r 5.00 = US $1, maka prancis akan menguntungkan mengexpor emas keluar negri. Tapi kalau di bawah F.r 5.00 maka prancis akan mengimpor emas dan menjualny dalam negri yang harganya lebih mahal.



Kurs yang fleksibel
Kurs yang berubah-ubah yang dikenal dengan floating exchange rate (FER) adalah kurs atau nilai mata uang asing suatu negara denga mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dollar AS) yang sifatnya menagambang atau berubah-ubah. Namun masih mempunyai harga batas atas (ceiling price) dan harga batas bawah (floor price). Pemerintah akan membiarkan fluktuasi tersebut dalam batas ambang  toleransi harga batas atas atau dan bats bawah. Apabila melawati, pemerintah akan mengambil kebujakan dengan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Untuk kasus Indonesia, pemerintah akan membeli atau menjual dollar AS.
Fluktuasi exchange rate tersebut dipengaruhi oleh faktor permintaan dan penawaran. Permintaaan berarti bersumber dari konsumen dalam negeri (individu, perusahaan, dan pemerintah) meminta valuta asing. Sementara penawaran banyak bersumber dari eksportir atau sumber lainnya. Pada dasarnya beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : pendapatan, inflasi, kebiajakan pemerintah, harga, tingkat bunga dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena semua faktor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi permintaan dan penawaran, sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi nilai tukar tersebut.
Pada titik E merupakan kurs keseimbangan  (the equilibirium exchange rate) dimana pada saat pemotongan antara kurve permintaan dan penawaran, kurs yang terjadi adalah Rp. 9000 = $ 1.00. kurs tersebut dapat berubah dengan dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya dengan naiknya pendapat nasional, menyebabkan kenaikan permintaan terhadap impor barang-barang dan jasa, sehingga kurve permintaan bergeser ke kanan yang menyebabkan kurs berubah dari semula Rp.9000 = $1.00. perubahan ini masih berada dalam batas atas toleransi dan apabila melewati kurs ini, pemerintah akan mengambil kebijakan untuk mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. Bila kurs terjadi diatas ceiling price, pemerintah akan menjual dollar AS dan bila dibawah floor price, pemerintah akan membeli dollar AS untuk mengembalikan kurs berada posisi par value.

Kurs yang bebas mengambang
                Dalam perkembangannya flexible exchange rate seiring juga disebut floating exchange rate berkembang menjadi kurs bebas mengambang (free floating exchange rate FFER). Tetapi FFER betul-betul bebas ke atas dank e bawah tergantung kepada penawaran dan permintaan. Secara konseptual tidak ditetapkan batas atas dan batas bawah.
                Sejak krisis ekonomi dialami Indonesia tahun1997 dan 1998, sistem nilai tukar yang dipakai Indonesia berubah dari kurs mengambang bebas. Secara teoritis, pemerintah hanya mampu memmpengaruhi nilai tukar dengan mengambil kebijakan yang dapat mempengaruhi permintaan dollar AS. Misalnya dengan mengendalikan tingkat inflasi sehingga harga relatip stabil, permintaan akan produk impor dan valuta asing dollar AS menurun karena beralih kepada produk dalam negeri dan pada gilirannya akan menurunkan nilai tukar dollar AS terhadap rupiah atas sebaliknya akan meningkatkan nilai tukar rupiah. Mekanisme ini akan terjadi dengan asumsi, tersedianya produk dalam negeri sebagai pengganti produk impor.
  
Tabel 1.2
Tingkat Inflasi dan Pertumbuhan PDB, PeP, JUB, NTN, dan BBM
1969-2009 (dalam %)2
Thn
Inflasi
PDB
PeP
JUB
NTN
BBM
1969
9,89
6,82
26,92
61,02
0,00
9,12
1970
8,88
7,55
47,61
36,48
15,95
6,27
1971
2,47
7,02
16,38
28,17
9,79
0,00
1972
25,84
7,04
21,41
47,94
0,00
0,00
1973
23,30
8,10
72,95
40,96
0,00
21,07
1974
33,32
7,63
17,46
40,14
0,00
158,93
1975
19,69
4,98
49,07
33,34
0,00
0,00
1976
14,20
6,89
26,86
28,23
0,00
24,55
1977
11,82
8,76
30,61
25,17
0,00
6,83
1978
6,69
6,77
28,00
24,02
50,60
0,00
1979
21,77
7,32
40,41
36,03
0,32
118,86
1980
15,97
9,88
25,57
47,56
-0,04
13,85
1981
7,09
7,93
37,62
29,85
2,75
-5,41
1982
9,69
2,25
12,04
9,79
7,53
-9,37
1983
11,46
4,19
11,74
6,29
43,54
-7,82
1984
8,76
6,98
12,93
13,37
8,05
-13,03
1985
4,31
2,46
21,33
17,75
4,75
7,07
1986
8,83
5,87
9,94
15,57
45,87
-40,96
1987
8,90
4,93
-0,34
8,63
0,55
7,25
1988
5,47
5,78
10,68
13,46
4,91
-5,66
1989
5,97
7,46
25,71
39,76
3,81
29,64
1990
9,53
7,24
12,33
18,42
5,79
29,63
1991
9,52
6,95
20,46
10,59
4,79
-28,61
1992
4,94
6,46
17,74
9,25
3,51
-0,56
1993
9,77
6,50
10,71
27,89
2,33
-25,23
1994
9,24
7,54
4,22
23,28
4,27
18,26
1995
8,60
8,22
14,74
16,10
4,91
10,96
1996
6,50
7,82
13,25
21,66
3,25
33,35
1997
11,10
4,70
6,58
22,24
95,13
-27,85
1998
77,60
-13,13
26,69
29,17
72,58
-38,43
1999
2,00
0,79
33,47
23,16
-11,71
131,21
2000
9,40
4,92
24,99
30,13
35,43
9,13
2001
12,55
3,64
24,94
9,58
8,39
-32,08
2002
10,03
4,50
16,58
7,99
-14,04
52,20
2003
5,16
4,78
23,81
16,60
-5,31
9,28
2004
6,40
5,03
16,71
13,41
9,75
34,77
2005
17,11
5,69
17,76
11,07
5,81
37,16
2006
6,60
5,50
28,05
28,08
-8,24
4,37
2007
6,59
6,28
14,47
27,63
4,42
47,88
2008
11,06
6,06
26,42
1,20
16,25
-55,28
2009
2,78
4,10
27,96
8,41
-14,16
81,13
2010            6,69
2011            3,79
2012           4,30
2013           8,83
2014           8,36

PDB (Produk Domestik Bruto) nominal, PeP (pengeluaran pemerintah), JUB (Jumlah Uang Beredar dalam arti sempit, M1), NTN (Nilai Tukar Nominal: kurs Rupiah per USD), dan BBM (harga minyak internasional).

Ferry Imanudin Sadikin, FE UI, 2010.


BPS
Nilai Ekspor 1 dan Impor 2 (juta US$), 1984-2013
Tahun
Nonmigas
Migas
Jumlah
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
Ekspor
Impor
1990
14 604,20
19 916,60
11 071,10
1 920,40
25 675,30
21 837,00
1991
18 247,50
23 558,50
10 894,90
2 310,30
29 142,40
25 868,80
1992
23 296,10
25 164,60
10 670,90
2 115,00
33 967,00
27 279,60
1993
27 077,20
26 157,20
9 745,80
2 170,60
36 823,00
28 327,80
1994
30 359,80
29 616,10
9 693,60
2 367,40
40 053,40
31 983,50
1995
34 953,60
37 717,90
10 464,40
2 910,80
45 418,00
40 628,70
1996
38 093,00
39 333,00
11 721,80
3 595,50
49 814,80
42 928,50
1997
41 821,10
37 755,70
11 622,50
3 924,10
53 443,60
41 679,80
1998
40 975,50
24 683,20
7 872,10
2 653,70
48 847,60
27 336,90
1999
38 873,20
20 322,20
9 792,20
3 681,10
48 665,40
24 003,30
2000
47 757,40
27 495,30
14 366,60
6 019,50
62 124,00
33 514,80
2001
43 684,60
25 490,30
12 636,30
5 471,80
56 320,90
30 962,10
2002
45 046,10
24 763,10
12 112,70
6 525,80
57 158,80
31 288,90
2003
47 406,80
24 939,80
13 651,40
7 610,90
61 058,20
32 550,70
2004
55 939,30
34 792,50
15 645,30
11 732,00
71 584,60
46 524,50
2005
66 428,40
40 243,20
19 231,60
17 457,70
85 660,00
57 700,90
2006
79 589,10
42 102,60
21 209,50
18 962,90
100 798,60
61 065,50
2007
92 012,30
52 540,60
22 088,60
21 932,80
114 100,90
74 473,40
2008
107 894,20
98 644,40
29 126,30
30 552,90
137 020,40
129 197,30
2009
97 491,70
77 848,50
19 018,30
18 980,70
116 510,00
96 829,20
2010
129 739,50
108 250,60
28 039,60
27 412,70
157 779,10
135 663,30
2011
162 019,60
136 734,10
41 477,00
40 701,50
203 496,60
177 435,60
2012
153 043,00
149 125,30
36 977,30
42 564,20
190 020,30
191 689,50
2013
149 918,80
141 362,30
32 633,00
45 266,40
182 551,80
186 628,70
2014
145 961,20
134 719,44
30 074,99
43 459,90
176 036,19
178 179,34









Catatan:
1 Nilai ekspor adalah nilai Free on Board (FOB)
2 Nilai impor adalah nilai Cost, Insurance and Freight (CIF). 
Data tahun 1984-2007 menggunakan Sistem Perdagangan Khusus (di Luar Kawasan Berikat)
[Diolah dari dokumen kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB)]

 
Peringkat Indonesia Dibandingkan Negara Lain
Tahun
GNI Perkapita (PPP$)
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Nominal PDB (US$)
Peringkat
Dari
Peringkat
Dari
Peringkat
Dari
1990
108
152
15
168
28
185
1991
109
155
14
180
25
184
1992
105
158
31
182
24
185
1993
106
162
23
184
23
187
1994
103
164
24
186
22
189
1995
104
169
19
188
22
191
1996
103
169
27
190
22
192
1997
107
171
88
190
21
193
1998
114
171
191
192
37
194
1999
116
172
146
192
28
195
2000
117
173
74
194
27
199
2001
121
176
86
195
28
198
2002
122
178
66
196
23
198
2003
121
178
83
197
22
197
2004
121
180
93
197
24
198
2005
122
181
77
196
25
198
2006
122
179
96
195
22
197
2007
122
179
75
195
21
197
2008
121
179
60
193
21
196
2009
119
179
32
191
18
193
2010
114
175
60
186
18
189
2011
109
171
43
184
16
188
2012
102
161
38
179
16
177

 Sejak kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia telah mengalami beberapa fase.Salah satunya adalah zaman pemerintahan orde baru hingga Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya.Pada pemerintahan ini,dapat dikatakan bahwa ekonomi Indonesia berkembang pesat. Dengan kembali membaiknya hubungan politik dengan negara-negara barat dan adanya kesungguhan pemerintah untuk melakukan rekonstruksi dan pembangunan ekonomi,maka arus modal mulai masuk kembali ke Indonesia.PMA dan bantuan luar negeri setiap tahun terus meningkat.Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi,mengurangi defisit keuangan pemerintah dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, terutama ekspor yang sempat mengalami kemunduran pada masa orde lama.Indonesia juga sempat masuk dalam kelompok Asian Tiger, yakni Negara-negara yang tingkat prekonomiannya sangat tinggi.

Namun disamping kelebihan-kelebihan tersebut,terdapat kekurangan dalam pemerintahan orde baru.Kebijakan-kebijakan ekonomi masa orde baru memang telah membuat pertumbuhan ekonomi meningkat pesat,tetapi dengan biaya yang sangat mahal dan fundamental ekonomi yang rapuh.Hal ini dapat dilihat pada buruknya kondisi sektor perbankan nasional dan semakin besarnya ketergantungan Indonesia terhadap modal asing,termasuk pinjaman dan impor.Inilah yang akhirnya membuat Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997.Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998.

Sejak berdirirnya orde baru tahun 1966-1998,terjadi krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997 yang berkembang menjadi suatu krisis ekonomi yang besar.Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini terbukti dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden, kerusuhan Mei 1998, hancurnya sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi, sosial, maupun politik. Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab suatu krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi yang besar, yakni terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih dari 200% dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.

PEMBAHASAN
Krisis pertama yang dialami Indonesia masa orde baru adalah kondisi ekonomi yang sangat parah warisan orde lama.Sebagian besar produksi terhenti dan laju pertumbuhan ekonomi selama periode 1962-1966 kurang dari 2% yang mengakibatkan penurunan pendapatan per kapita.Defisit anggaran belanja pemerintah yang sebagian besar dibiayai dengan kredit dari BI meningkat tajam dari 63%  dari penerimaan pemerintah tahun 1962 menjadi127% tahun 1966.Selain itu,buruknya perekonomian Indonesia masa transisi juga disebabkan oleh besarnya defisit neraca perdagangan dan utang luar negeri,yang kebanyakan diperoleh dari negara blok timur serta inflasi yang sangat tinggi.Disamping itu,pengawasan devisa yang amat ketat menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS naik dua atau tiga kali lipat.Akibatnya terjadi kegiatan spekulatif dan pelarian modal ke luar negeri.Hal ini memperburuk perekonomian Indonesia pada masa itu (Siregar,1987).

Krisis kedua adalah laju inflasi yang tinggi pada tahun 1970-an.Hal ini disebabkan karena banyaknya jumlah uang yang beredar dan krisis pangan akhir tahun 1972.Laju inflasi memuncak hingga 41% tahun 1974 (Hill,1974).Selain itu terjadi devaluasi rupiah sebesar 50% pada November 1978.

Bulan September 1984,Indonesia mengalami krisis perbankan ,yang bermula dari deregulasi perbankan 1 Juni 1983 yang memaksa bank-bank negara untuk memobilisasi dana mereka dan memikul risiko kredit macet,serta bebas untuk menentukan tingkat suku bunga,baik deposito berjangka maupun kredit (Nasution,1987).Masalah-masalah tersebut terus berlangsung hingga terjadi krisis ekonomi yang bermula pada tahun 1997 (Tambunan,1998).

Terakhir,antara tahun 1990-1995 ekonomi Indonesia beberapa kali mengalami gangguan dari waktu ke waktu.Pertama,walaupun tidak menimbulkan suatu krisis yang besar,apresiasi nilai tukar yen Jepang terhadap dollar AS sempat merepotkan Indonesia.Laju pertumbuhan ekspor Indonesia sempat terancam menurun dan beban ULN dari pemerintah Jepang meningkat dalam nilai dollar AS.Kedua,pada awal tahun 1994,perekonomian Indonesia cukup terganggu dengan adanya arus pembelian dollar AS yng bersifat spekulatif karena beredar isu akan adanya devaluasi rupiah (Tambunan,1998).


Sumber: Tambunan (1998)  pertukaran bath-dollar
Dari tahun 1985 ke tahun 1995, Ekonomi Thailand tumbuh rata-rata 9%. Pada 1996, dana hedge Amerika telah menjual $400 juta mata uang Thai.Dari 1985 sampai 2 Juli 1997, baht dipatok 25 bath per dollar AS.Pada tanggal 14 dan tanggal 15 Mei 1997, nilai tukar bath Thailand terhadap dolar AS mengalami goncangan akibat para investor asing mengambil keputusan “jual”, karena tidak percaya lagi terhadap prospek perekonomian dan ketidakstabilan politik Negara Thailand. Untuk mempertahankan nilai tukar bath agar tidak jatuh terus, Thailand melakukan intervensi yang didukung oleh Bank Sentral Singapura. Namun, pada tanggal 2 Juli 1997, Bank Sentral Thailand mengumumkan bahwa nilai tukar bath dibebaskan dari ikatan dollar AS dan meminta bantuan IMF. Pengumuman ini menyebabkan nilai bath terdepresiasi sekitar 15-20% hingga mencapai nilai terendah, yakni 28,20 bath per dollar AS. Pada 1997, sebenarnya kondisi ekonomi di Indonesia tampak jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, tingkat inflasi Indonesia lebih rendah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar, menguat. Dalam kondisi ekonomi seperti itulah, banyak perusahaan di Indonesia meminjam uang dalam bentuk dolar AS.

Krisis moneter yang terjadi di Thailand ini, menyebabkan Indonesia dan beberapa negara Asia, seperti Filipina, Korea dan Malaysia mengalami krisis keuangan. Ketika krisis melanda Thailand, nilai baht terhadap dolar anjlok dan menyebabkan nilai dolar menguat. Penguatan nilai tukar dolar berimbas ke rupiah. Sekitar bulan Juli 1997, di Indonesia terjadi depresiasi nilai tukar rupiah, nilai rupiah terus merosot. Di bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari Rp2.500,00 menjadi Rp2.650,00 per dolar AS. Sejak saat itu, posisi mata uang Indonesia mulai tidak stabil. Padahal, pada saat itu hutang luar negeri Indonesia, baik swasta maupun pemerintah, sudah sangat besar. Tatanan perbankan nasional kacau dan cadangan devisa semakin menipis.Perusahaan yang tadinya banyak meminjam dolar (ketika nilai tukar rupiah kuat terhadap dolar), kini sibuk memburu atau membeli dolar untuk membayar bunga pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, dan harus dibayar dengan dolar. Nilai rupiah pun semakin jatuh lebih dalam lagi. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi tidak mampu memperbaiki keadaan. Malahan akhirnya paket bantuan IMF itu, yang dalam penggunaannya banyak terjadi penyelewengan, semakin menambah beban utang yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia.

KRISIS RUPIAH HINGGA KRISIS EKONOMI
Indonesia merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis mata uang, kemudian disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar. Seperti diungkapkan oleh Haris (1998), 

“Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan merosotnya kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi, sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama lagi akan menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial. Ekonom, dan politik yang baru pula” (hal.54)

            Menurut Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara, krisis d beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia, sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya di Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu besar dan terus meningkat setiap tahun, sementara pasar properti dan pasar modal di dalam negeri berkembang pesat tanpa terkendali. Selain itu, nilai tukar mata uang di dua Negara tersebut dipatok terhadap dolar AS terlalu rendah yang mengakibatkan ada kecenderungan besar dari dunia usaha didalam negeri untuk melakukan pinjaman luar negeri, sehingga banyak perusahaan dan lembaga keuangan di negara-negara itu menjadi sangat rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar valuta asing. Dan yang terakhir adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter moneter di Thailand dan Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman portfolio perbankan sangat rendah.

            Anggapan Fischer tersebut dapat membantu untuk menentukan apakah krisis rupiah terjadi karena krisis bath Thailand.  Sementara menurut McLeod (1998), krisis rupiah di Indonesia adalah hasil dari akumulasi kesalahan-kesalahan pemerintah dalam kebijakan-kebijakan ekonominya selama orde baru, termasuk diantaranya kebijakan moneter yang mempertahankan nilai tukar rupiah pada tingkat yang overvalued.

            Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak awal Juli 1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako semakin langka.Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang dimaksud fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, laju inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.

1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
Pertumbuhan ekonomi (%)
7,24
6,95
6,46
6,50
7,54
8,22
7,98
4,65
Tingkat Inflasi (%)
9,93
9,93
5,04
10,18
9,66
8,96
6,63
11,60
Neraca pembayaran (US$)
2,099
1,207
1,743
741
806
1,516
4,451
-10,021
Neraca perdagangan
5,352
4,801
7,022
8,231
7,901
6,533
5,948
12,964
Neraca berjalan
-3,24
-4,392
-3,122
-2,298
-2,96
-6,76
-7,801
-2,103
Neraca modal
4,746
5,829
18,111
17.972
4,008
10,589
10,989
-4,845
Pemerintah (neto)
633
1,419
12,752
12,753
307
336
-522
4,102
Swasta (neto)
3,021
2,928
3,582
3,216
1,593
5,907
5,317
-10,78
PMA (neto)
1,092
1,482
1,777
2,003
2,108
4,346
6,194
1,833
Cadangan devisa akhir tahun (US$)
8,661
9,868
11.611
12,352
13,158
14,674
19,125
17,427
(bulan impor nonmigas c&f)
4,7
4,8
5,4
5,4
5,0
4,3
5,2
4,5
Debt-service ratio (%)
30,9
32,0
31,6
33,8
30,0
33,7
33,0
Nilai tukar Des. (Rp/US$)
1,901
1,992
2,062
2,11
2,2
2,308
2,383
4.65
APBN* (Rp.milyar)
3,203
433
-551
-1,852
1,495
2,807
818
456
*Tahun anggaran

Sumber : BPS,Indikator ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Keuangan Indonesia;

                World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
            Menanggapi perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai merosot sejak bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dengan memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya tidak banyak. Nilai rupiah dalam dolar AS terus tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai nilai terendah hingga saat itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00 per dollar AS. BI akhirnya menghapuskan rentang intervensi dan pada akhirnya rupiah turun ke Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988 nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya, antara bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar AS. Selama periode Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terendah terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00 dan Rp15.000,00 per dollar AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei 1999, perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS berada pada nilai antara Rp8.000,00 dan Rp11.000,00 per dollar AS. Selama periode 1 Januari 1998 hingga 5 Agustus 1998, depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan mata uang-mata uang Negara-negara Asia lainnya yang juga mengalami depresiasi terhadap dolar AS selama periode tersebut.
Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Beberapa Negara Asia : 30/6/97-8/5/98
Negara
US$/100 Uang lokal 6/30’97
12/31’97
Perubahan (%)
6/30-12/31
5/8’98
Perubahan (%)
1/1-5/8’98
Perubahan Kumulatif (%)
6/30’97-5/8’98
Thailand
4,05
2,08
-48,7
2,59
24,7
-36
Malaysia
39,53
25,70
-35,0
26,25
2,1
-33,6
Indonesia
0,04
0,02
-44,0
0,01
-53,0
-73,8
Filipina
3,79
2,51
-33,9
2,54
1,3
-33,0
Hongkong
12,90
12,90
0,0
12,90
0,0
0,0
Korea Selatan
0,11
0,06
-47,7
0,07
21,9
-36,2
Taiwan
3,60
3,06
-14,8
3,10
1,2
-13,8
Singapura
69,93
59,44
-15,0
61,80
4,0
-11,6
Sumber :Goldstein (1998)
Sebagai konsekuensinya, BI pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Dengan demikian, BI tidak melakukan intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KRISIS
            Ada asap pasti ada api. Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa sesuatu yang terjadi, itu pasti ada penyebabnya. Begitu pula dengan adanya krisis yang terjadi, pasti ada faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Analisis dari faktor-faktor ini diperlukan, karena untuk menangani krisis tersebut tergantung dari ketepatan diagnosa. Ada beberapa pendapat mengenai faktor-faktor tersebut, antara lain :
1.Ada sekelompok peneliti, yakni Tambunan (1998), Roubini (1998), Kaminsky dan Reinhart (1996), dan Krugman (1979), yang berpendapat bahwa penyebab utama suatu krisis ekonomi adalah karena rapuhnya fundamental ekonomi domestik dari Negara yang bersangkutan, seperti defisit transaksi berjalan yang besar dan terus menerus dan utang luar negeri jangka pendek yang sudah melewati batas normal.
2.Anwar Nasution (1998:28) melihat besarnya defisit neraca berjalan dan utang luar negeri ditambah lemahnya sistim perbankan nasional sebagai akar terjadinya krisis finansial.
3.Ada kelompok peneliti lain,yakni Eichengreen dan Wyplosz (1993), Martinez-Peria (1998), dan Obstfeld (1986),yang berpendapat bahwa krisis ekonomi terjadi karena hancurnya sistem penentuan kurs tetap di Negara-negara yang fundamental ekonomi atau pasarnya baik.
4.Bank Dunia melihat adanya empat sebab utama yang bersama-sama membuat krisis menuju kea rah kebangkrutan (World Bank,1998,pp. 1.7-1.11). Empat sebab itu antara lain, akumulasi utang swasta luar negeri yang cepat dari tahun 1992-1997,kelemahan pada sistim perbankan, masalah governance,termasuk kemampuan pemerintah dalam menangani dan mengatasi krisis, dan yang terakhir adalah ketidakpastian politik dalam menghadapi Pemilu yang lalu dan pertanyaan mengenai kesehatan Presiden Soeharto pada waktu itu.
5.Lepi T.Tarmidi berpendapat bahwa penyebab utama dari terjadinya krisis adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sangat tajam. Selain itu, ada beberapa faktor lainnya menurut kejadiannya, antara lain :
a.Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa adanya pengawasan yang memadai, yang memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir keluar-masuk secara bebas.
b.Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1998 hingga 1996, yang berada dibawah fakta nilai tukar, menyebabkan nilai rupiah secara kumulatif sangat overvalued.
c.Akar dari segala permasalahan adalah utang luar negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang jatuh tempo beserta bunganya, ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
d.Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang dikenal hedge fundstidak mungkin dapat dibendung dengan melepas cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena prakek margin trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar.
e.Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten dalam suatu sistim nilai tukar dengan pita batas intervensi.
f.Defisit neraca berjalan yang semakin membesar (IMF Research Department Staff: 10; IDE), yang disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman.
g.Penanaman modal asing portfolio yang pada awalnya membeli saham besar-besaran yang diiming-imingi keuntungan yang besar yang ditunjang oleh perkembangan moneter yang relatif stabil, kemudian mulai menarik dananya keluar dalam jumlah besar.
h.IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda pengucuran bantuan yang dijanjikannya dengan alas an pemerintah tidak melaksanakan 50 butir kesepakatan dengan baik. Dan Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan membantu, juga menunda bantuannya menunggu signal dari IMF.
i.Spekulan domestik juga meminjam dana dari sistim perbankan untuk bermain.
j.Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS, agar nilai kekayaan tidak merosot dan malah bias menarik keuntungan dan merosotnya nilai tukar rupiah.
k.Terdapatnya keterkaitan erat dengan Yen Jepang, yang nilainya melemah terhadap dollar AS.

DAMPAK KRISIS TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
            Sejak bulan Juli 1997, Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa dunia khususnya Asia Tenggara. Struktur ekonomi nasional Indonesia saat itu masih lemah untuk mampu menghadapi krisis global tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain, kurs rupiah terhadap dollar AS melemah pada tanggal 1 Agustus 1997, pemerintah melikuidasi 16 bank bermasalah pada akhir tahun 1997, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang mengawasi 40 bank bermasalah lainnya dan mengeluarkan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk membantu bank-bank bermasalah tersebut. Namun kenyataannya terjadi manipulasi besar-besaran terhadap dana KLBI yang murah tersebut. Dampak negatif lainnya adalah kepercayaan internasional terhadap Indonesia menurun, perusahaan milik Negara dan swasta banyak yang tidak dapat membayar utang luar negeri yang akan dan telah jatuh tempo, angka pemutusan hubungan kerja meningkat karena banyak perusahaan yang melakukan efisiensi atau menghentikan kegiatannya, kesulitan menutup APBN, biaya sekolah di luar negeri melonjak, laju inflasi yang tinggi, angka kemiskinan meningkat dan persediaan barang nasional, khususnya Sembilan bahan pokok di pasaran mulai menipis pada akhir tahun 1997. Akibatnya, harga-harga barang naik tidak terkendali dan berarti biaya hidup semakin tinggi.
            Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara umum impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan pengiriman anak sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan lebih besar, meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian, proteksi industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca berjalan. Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah (UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit usaha,jumlah pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan mitra usaha dengan ISK, peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan untuk kelompok menengah ke bawah.Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya.

KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERAN IMF DALAM MENGATASI KRISIS
            Pada awalnya pemerintah berusaha untuk menangani sendiri masalah krisis ini. Namun setelah menyadari bahwa merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis karena terus digunakan untuk meningkatkan kembali nilai tukar rupiah, tanggal 8 Oktober1997 pemerintah resmi akan meminta bantuan kepada IMF. Strategi pemulihan IMF dalam garis besarnya ialah mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kinerja ekonomi Indonesia. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah restrukturisasi sektor finansial (Fischer 1998b). Kemudian antara Indonesia dan IMF membuat nota kesepakatan, terdiri atas 50 butir kebijakan mencakup ekonomi makro (fiskal dan moneter), restrukturisasi sektor keuangan, dan reformasi struktural, yang ditandatangani bersama.
            Butir-butir dalam kebijakan fiskal meliputi, tetap menggunakan prinsip anggaran berimbang, usaha-usaha untuk mengurangi pengeluaran, seperti menghilangkan subsidi BBM dan listrik serta membatalkan sejumlah proyek infrastruktur besar, dan yang terakhir meningkatkan pendapatan pemerintah dengan penangguhan PPN dan fasilitas pajak serta bea cukai, mengenakan pajak tambahan terhadap bensin, memperbaiki audit PPN dan memperbanyak objek pajak.
            Namun kesepakatan itu gagal, karena syarat-syarat dari IMF dirasa berat oleh Indonesia. Maka dari itu dilakukanlah negosiasi dan dihasilkan kesepakatan yang ditandatangani 15 Januari 1998. Pokok-pokok dari program IMF itu antara lain, kebijakan makro ekonomi yang terdiri dari kebijakan fiskal dan kebijakan moneter serta nilai tukar, kemudian restrukturisasi sektor keuangan yang terdiri dari program restrukturisasi bank dan memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk perbankan, dan yang terakhir adalah reformasi structural yang terdiri dari perdagangan luar negeri dan investasi, deregulasi dan swastanisasi, social safety net dan lingkungan hidup.
            Pelaksanaan kesepakatan kedua ini kembali menghadapi bebagai hambatan, kemudian diadakan negosiasi ulang yang menghasilkan Supplementary Memorandumpada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir, 7 appendix dan satu matriks. Strategi yang akan dilaksanakan adalah menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan kekuatan ekonomi Indonesia, memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim perbankan, memperkuat implementasi reformasi struktural untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing, menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang perusahaan swasta, dan yang terakhir adalah mengembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan yang normal, sehingga ekspor bangkit kembali.
Sedangkan ke tujuh appendix itu antara lain, kebijakan moneter dan suku bunga, pembangunan sektor perbankan, bantua anggaran pemerintah untuk golongan lemah, reformasi BUMN dan swastanisasi, reformasi structural, restrukturisasi utang swasta, dan hukum kebangkrutan dan reformasi yuridis

KESIMPULAN
           
            Indonesia mengalami krisis moneter bukan baru sekali ini saja. Sebagai salah satu Negara berkembang, Indonesia sudah sering mengalaminya. Krisis yang paling parah terjadi pada pertengahan tahun 1997. Pada saat itu, Indonesia berada dibawah pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru), dimana kebijakan-kebijakan ekonominya telah menghasilkan kemajuan ekonomi yang pesat. Namun disamping itu, kondisi sektor perbankan memburuk dan semakin besarnya ketergantungan terhadap modal asing,termasuk pinjaman dan impor, yang membuat Indonesia dilanda suatu krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997.Keadaan ini kemudian diperburuk dengan adanya krisis nilai tukar bath Thailand yang menyebabkan nilai tukar dollar menguat. Penguatan nilai tukar dollar ini berimbas ke rupiah dan menyebabkan nilai tukar rupiah semakin anjlok.
            Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua aspek penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar negeri jangka pendek yang tidak bisa dibayar pada waktu jatuh tempo.
            Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar daripada dampak positif yang ditimbulkan.
            Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri. Karena merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis. Oleh karena itu, pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang fungsi utamanya adalah membantu memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara anggotanya dan tugasnya adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang mengalami kesulitan likuiditas.

0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html www.lowongankerjababysitter.com www.lowongankerjapembanturumahtangga.com www.lowonganperawatlansia.com www.lowonganperawatlansia.com www.yayasanperawatlansia.com www.penyalurpembanturumahtanggaku.com www.bajubatikmodernku.com www.bestdaytradingstrategyy.com www.paketpernikahanmurahjakarta.com www.paketweddingorganizerjakarta.com www.undanganpernikahanunikmurah.com