actuating an
attempt to move the group members such that they desire and strive to achieve
the company's goals and objectives of the company's members because the members
also want to achieve these goals.
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating)
merupakan fungsi manajemen yang sesungguhnya. Dalam fungsi perencanaan dan
pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses
manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan
yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi.
Dalam hal ini, George R.
Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan
anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan
berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota
perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai
sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak
lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan
melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung
jawabnya.
Pentingnya Actuating
Dalam Manajemen
Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang
berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi.Perencanaan dan
pengorganisasian yang baik kurang berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan
seluruh potensi sumber daya manusia dan non-manusia pada pelaksanaan
tugas.Semua sumber daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai
visi, misi dan program kerja organisasi.Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan
tugas, fungsi, peran, keahlian, dan kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai
visi, misi dan program kerja organisasi yang telah ditetapkan.
Prinsip Actuating Dalam Manajemen
Manusia
dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda. Ada beberapa prinsip yang
dilakukan oleh pimpinan perusahan dalam melakukan actuating, yaitu :
a. Prinsip mengarah pada tujuan
Tujuan pokok dari pengarahan nampak
pada prinsip yang menyatakan bahwa makin efektifnya proses pengarahan, akan
semakin besar sumbangan bawahan terhadap usaha mencapai tujuan.artinya dalam
melaksanakan fungsi pengarahan perlu mendapatkan dukungan/bantuan dari
factor-faktor lain seperti :perencanaan, struktur organisasi, tenaga kerja yang
cukup, pengawasan yang efektif dan kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan
serta kemampuan bawahan.
b. Prinsip keharmonisan
dengan tujuan
Orang-orang bekerja untuk dapat
memenuhi kebutuhannya yang mungkn tidak mungkin sama dengan tujuan perusahaan.
Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu. Motivasi yang
baik akan mendorong orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang
wajar.
c. Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando ini sangat
penting untuk menyatukan arah tujuan dan tangggung jawab para bawahan. Bilamana
para bawahan hanya memiliki satu jalur didalam melaporkan segala kegiatannya.
Pentingnya Mencapai Actuating Manageral yang Efektif
Menurut
Kurniawan (2009) prinsip-prinsip dalam penggerakan/actuating antara lain:
a. Memperlakukan
pegawai dengan sebaik-baiknya
b. Mendorong
pertumbuhan dan perkembangan manusia
c. Menanamkan
pada manusia keinginan untuk melebihi
d. Menghargai
hasil yang baik dan sempurna
e. Mengusahakan
adanya keadilan tanpa pilih kasih
f. Memberikan
kesempatan yang tepat dan bantuan yang cukup
g. Memberikan
dorongan untuk mengembangkan potensi dirinya
PENGARAHAN DALAM MANAJEMEN
Secara umum, pengertian pengarahan
adalah suatu proses pembimbingan, pemberian petunjuk, dan instruksi kepada
bawahan agar mereka mampu bekerja sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Secara
umum tujuan pengarahan di setiap perusahaan maupun organisasi :
1. Menjamin kontinuitas kegiatan perusahaan.
2. Melaksanakan pekerjaan sesuai procedural standar.
3. Menghindari kegiatan yang tidak produktif.
4. Membina disiplin kerja .
5. Membina motivasi yang terarah
KOMUNIKASI DALAM PENGARAHAN
Kegiatan
komunikasi dapat diibaratkan dengan system syaraf dalam suatu organisasi yang
hidup. Dalam kegiatan sebuah perusahaan, informasi yang mengalir secara
vertical, horizontal, maupun diagonal.Artinya komunikasi dapat berlangsung antara
manajer dengan pekerja, pekerja dengan manajer, komunikasi antar departemen,
komunikasi antar rekan kerja dll.
Dalam komunikasi
yang efektif memerlukan hal – hal berikut :
1. Pengirim ( sender )
2. Penyandian ( encoding )
3. Pesan ( message )
4. Saluran ( channel )
5. Penerima ( receiver )
6. Pengurai sandi ( decoding )
7. Penggaduh ( noise )
8. Umpan balik ( feedback )
Dalam
penerapan fungsi pengarahan, manajer juga dituntut untuk memainkan komunikasi
melalui proses pembimbingan dan penyediaan para bawahan. Oleh karena itu perlu
adanya koordinasi, integrasi, sikronisasi.
Cara-cara pengarahan yang dilakukan dapat berupa :
1. Orientasi
Merupakan cara pengarahan dengan
memberikan informasi yang perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
2. Perintah
Merupakan permintaan dri pimpinan kepada orang yang berada di bawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu.
Merupakan permintaan dri pimpinan kepada orang yang berada di bawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu.
3. Delegasi
wewenang
Dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahannya.
Dalam pendelegasian wewenang ini pimpinan melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahannya.
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi
kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara
maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain
sebagainya.
Pengarahan pada dasarnya akan berkaitan
dengan :
1.
FAKTOR INDIVIDU
DALAM KELOMPOK
Menganalisis perilaku organisasional dalam
tingkatan individu Organisasi
merupakan kumpulan individu. Setiap individu
memiliki kebutuhan, minat, persepsi, sikap, nilai,
kepribadian, dan berbagai hal lain yang berbeda. Perbedaan ditingkat individu mempengaruhi organisasi.
tujuan
1.
Kemampuan
memprediksi perilaku orang lain memberikan kesempatan untuk membangun
komunikasi yang baik, efektif, dan efesien sehingga mampu berpikir, bersikap,
dan bertindak tepat dalam berkomunikasi.
2.
Menjelaskan
berbagai peristiwa yang terjadi di dalam organisasi.
3.
Kemampuan
prediksi dan eksplanasi akan membantu pemimpin dalam menjalankan peran
mengendalikan individu, kelompok, bahkan organisasi dalam mencapai tujuan
bersama.
2.
ASPEK MANUSIA
DALAM ORGANISASI
Memahami perilaku individu akan membantu
dalam memahami perilaku organisasi karena pada dasarnya manusia itu homo homini
socius. Manusia tidak bisa lepas dari organisasi, manusia merupakan komponen
vital dalam keberadaan dan dinamika sebuah organisasi. Memahami perilaku
manusia membutuhkan kerjasama berbagai disiplin keilmuan.
ASUMSI DASAR UNTUK MEMAHAMI MANUSIA:
Perbedaan Individu
Perbedaan perilaku individual dapat disebabkan oleh sejumlah faktor penting, yaitu: persepsi, sikap, kepribadian, dan belajar.
asumsi yang penting menurut Gibson, dkk (1982, 1989) tentang perilaku Individu:
1. Perilaku timbul karena ada stimulus/penyebab.
2. Perilaku diarahkan kepada tujuan.
3. Perilaku yang terarah pada tujuan dapat terganggu oleh frustasi, konflik, dan kecemasan.
4. Perilaku timbul karena adanya motivasi.
5. Perilaku Termotivasi berhubungan dengan:
6. Arah perilaku
7. Kekuatan respons, yaitu usaha karyawan setelah memilih mengikuti tindakan tertentu.
8. Ketahanan perilaku,atau berapa lama orang dapat terus menerus berperilaku menurut cara tertentu.
9.Penyebab motivasi dapat terkait:
10. Kebutuhan
11.Kekuatan menjawab pilihan tertentu
12.Adanya usaha untuk memuaskan keinginan yang terdorong oleh nafsu atau logika.
Untuk dapat memahami perilaku individu, kita perlu memahami karakteristik yang melekat pada individu. Karakteristik yang dimaksud terkait dengan: ciri-ciri biografis, kepribadian, persepsi dam sikap. Ciri-ciri biografis: umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan, masa kerja.
Kepribadian:
Ada 3 pendekatan dalam upaya untuk memahami terjadinya perilaku manusia. Ketiga pendekatan tersebut adalah: pendekatan kognitif, pendekatan kepuasan, dan pendekatan psikoanalisis. Lebih lanjut, pemahaman atas kepribadian dapat dilihat melalui sejumlah teori, seperti teori psikoanalisis, teori pemenuhan kebutuhan Maslow, teori konsistensi, teori 2 faktor, dan teori prestasi dari McCelland.
PEMBENTUKAN SIKAP DAN PERILAKU
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, ada 3 pendekatan yang dapat diaplikasi dalam menelaah proses pembentukan sikap dan perilaku, yaitu:
1. Pendekatan
kognitif sebagaimana yang dibahas oleh Littlejohn (1992) yang menganalisa
mengenai stimulus dan respon.
2. Pendekatan kepuasan. Pendekatan ini
memfokuskan perhatian pada faktor-faktor pada diri seseorang yang menguatkan,
mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilakunya. Ada sejumlah teori yang
terkait dengan pendekatan ini, yaitu: teori hierarki kebutuhan, teori dua
faktor, dan teori prestasi.
3. Pendekatan
psikoanalisis yang mengaitkan kita dengan pemikiran Sigmund Freud terkait
dengan id, ego, dan super ego.
Dalam
bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor,
pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun,
raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah pemimpin adalah orang
yang mempunyai wewenang dalam pengambilan keputusan suatu organisasi. Menurut
Hikmat (2009: 249), kepemimpinan adalah proses pelaksanaan tugas dan kewajiban
individu. Kepemimpinan merupakan sifat dari pemimpin dalam memikul tanggung
jawabnya secara moral dan legal formal atas seluruh pelaksanaan wewenangnya
yang telah didelegasikan kepada orang-orang yang dipimpinnya. Owen dalam
Sudarmiani (2009: 33) menyimpulkan kepemimpinan sebagai fungsi kelompok non
individu, terjadi dalam interaksi dua orang atau lebih, dimana seseorang
menggerakkan yang lain untuk berpikir dan berbuat sesuai yang diinginkan.
Menurut Hikmat (2009: 11)Manajemen adalah
ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif,
yang didukung oleh sumber-sumber lainnya dalam suatu organisasi untuk mencapai
tujuan tertentu. Sedangkan orang yang memimpin organisasi disebut manager.
Kekuasaan, Kewenangan dan
Gaya kepemimpinan
Kekuasaan
Kekuasaan dalam arti yang
sebenarnya adalah kekuatan untuk mengendalikan orang lain sehingga orang lain
sama sekali tidak punya pilihan, karena tidak berdaya untuk menentukan diri
sendiri atau tidak mengetahui bagaimana memperoleh sumber daya yang mereka
perlukan (Fattah, 2006: 76). Pelopor pertama yang mempergunakan istilah
kekuasaan adalah sosiolog kenamaan Max Weber. Dia merumuskan kekuasaan itu
sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor dalam hubungan sosial
berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang
menghilangkan halangan.
Walterd Nord merumuskan kekuasaan
sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran energi dan dana yang tersedia
untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dan tujuan lainnya.
Sedangkan Russel mengartikan kekuasaan sebagai suatu produksi dan akibat yang
diinginkan. Bierstedt mengatakan kekuasaan adalah kemampuan untuk mempergunakan
kekuatan. Dahl mengatakan bahwa jika A mempunyai kekuasaan atas B, maka A bisa
meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh B terhadap
A (Sudarmiani, 2009: 37-38).
Menurut Edgar H. Schein dalam
Fattah (2006: 76-77) kekuasaan tidak hanya diperoleh semata-mata dari tingkatan
seseorang dalam hierarki organisasi, tapi bersumber dari bermacam-macam jenis
psikologis kekuasaan yaitu:
1. Kekuasaan yang memaksa, didasarkan pada kemampuan memberi pengaruh
untuk menghukum penerima pengaruh kalau tidak memenuhi permintaan.
2. Kekuasaan imbalan, didasarkan pada kemampuan untuk memberi imbalan
pada orang lain. Makin besar kekuasaan imbalan, makin besar pengaruh yang
memberi perintah.
3. Kekuasaan jabatan, berhubungan dengan hak kelembagaan, terjadi
apabila bawahan menerima pengaruh mengakui bahwa atasan secara sah berhak untuk
memerintah atau memberi pengaruh dalam batas-batas tertentu.
4. Kekuasaan
ahli, didasarkan pada keyakinan bahwa pemberi pengaruh mempunyai keahlian yang
relevan dan tidak dimiliki oleh penerima pengaruh.
5. Kekuasaan
acuan, berpijak pada keinginan penerima pengaruh untuk meniru pemberi pengaruh.
6. Kekuasaan
pribadi, berpijak pada kualitas pribadi yang memberi pengaruh dan mendapat
tanggapan emosional yang sangat besar dari pengikut.
Kewenangan
Wewenang sering dikatakan otorita. Otorita adalah hak yang
dimiliki pimpinan atau pejabat tertentu untuk mengambil keputusan, melakukan
tindakan atau meninggalkan suatu tindakan (Hikmat, 2009: 265). Sedangkan
menurut Newman dalam Fattah (2006: 75) wewenang merupakan hak kelembagaan
menggunakan kekuasaan dan
wewenang
dibedakan menjadi:
1. Wewenang hukum, yaitu wewenang yang dimiliki seseorang untuk
menegakkan hukum, mewakili dan bertindak atas nama organisasi
2. Wewenang teknis, yaitu seseorang dianggap pakar pada suatu hal
3. Wewenang berkuasa, yaitu sumber utama yang berhak melakukan
tindakan
4. Wewenang operasional, yaitu seseorang diperbolehkan melakukan
tindakan tertentu.
Menurut
Max Weber, ada tiga tipe dasar kewenangan/otoritas resmi yaitu:
1. Otoritas legal, rasional
Otoritas
ini menyangkut keyakinan akan legalitas pola aturan baku dan hak mereka yang
tinggi untuk kewenangan sesuai aturan pemerintah. Otoritas dipegang oleh
perintah impersonal secara hukum dan meluas ke orang dengan berdasarkan kantor
mereka pegang. Kekuatan pejabat pemerintah ditentukan oleh kantor-kantor yang
mereka ditunjuk atau dipilih karena kualifikasi masing-masing. Selama individu
memegang kantor-kantor mereka memiliki sejumlah kekuasaan tapi begitu mereka
meninggalkan kantor rasional-hukum otoritas mereka hilang.
2. Otoritas tradisional
Legitimasi
dan kekuatan untuk kontrol diturunkan dari masa lalu dan kekuatan ini dapat
dilaksanakan dengan cara yang cukup diktator. Hal ini bisa agama suci atau
spiritual yang pelan-pelan berubah
budaya atau suku keluarga atau struktur marga jenis.
3. Otoritas kharismatik
Otoritas
karismatik ada ketika kontrol orang lain didasarkan pada karakteristik pribadi
seseorang seperti keahlian etis heroik atau agama yang luar biasa. Pemimpin
karismatik dipatuhi karena orang merasa ikatan emosional yang kuat kepada
Gaya
Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan menurut Thoha dalam Sudarmiani (2009: 41)
adalah: norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Gaya
kepemimpinan mempengaruhi pola perilaku seorang pemimpin saat mempengaruhi anak
buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, dan cara pemimpin
bertindak dalam mempengaruhi anggota kelompok membentuk gaya kepemimpinannya
(Malawi, 2010: 55).
Teori
tentang gaya kepemimpinan ada tiga, yaitu:
1. Teori sifat (the trait theories)
Menurut Sutisna dalam Sudarmiani
(2009: 42) teori sifat menunjuk pada sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan
fisik atau keramahan yang esensial pada kepemimpinan yang efektif. Teori ini
menyarankan beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu: kekuatan fisik
dan susunan syaraf, penghayatan terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramah
tamahan, integritas, keahlian teknis, kemampuan mengambil keputusan,
intelegensi, ketrampilan memimpin, dan kepercayaan.
2.
Teori perilaku (the behaviour theories)
Teori ini memfokuskan dan
mengidentifikasikan perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya
mempengaruhi orang lain (pengikut). Berdasarkan teori perilaku, macam-macam
gaya kepemimpinan yaitu:
a. Studi
kepemimpinan universitas IOWA yang dilakukan oleh Ronald Lippit dan K. White
menghasilkan tiga gaya kepemimpinan yaitu:
Otoriter: kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh pimpinan
Demokratis:
kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan oleh pimpinan dan bawahan secara bersama-sama
Kebebasan:
kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan dan diserahkan pada bawahan
b.
Studi OHIO
Ada empat gaya
kepemimpinan berdasarkan pernyataan Hersey dan Blancard yaitu:
-
Telling: banyak memberi
perintah tetapi sedikit memberi semangat
-
Selling: banyak memberi
perintah dan semangat
-
Participating: sedikit
memberi perintah tetapi banyak memberi semangat
-
Delegating: sedikit
memberi perintah dan semangat
c.
Studi Michigan
Peneliti dari universitas Michigan
menemukan dua macam gaya kepemimpinan yaitu:
- The job-centered: berpusat pada pekerjaan
yang sangat memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja
- The employee-centered: berpusat pada
pegawai yang sangat menghargai pegawai, memperhatikan kesejahteraan, dan
kesehatan pegawai.
d.
Manajerial grid (jaringan manajerial)
Penelitian ini dilakukan oleh
Robert R. Blake dan James S. Mouton yang menyatakan ada dua macam gaya
kepemimpinan yaitu:
- Concern for production:
perhatian pada produksi yang menekankan pada mutu keputusan, prosedur, kualitas
pelayanan staff, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran.
- Concern for people: perhatian pada orang
yang menekankan perhatian untuk karyawannya.
e.
Sistem kepemimpinan Likert
Likert mengembangkan teori
kepemimpinan dua dimensi yaitu berorientasi tugas dan berorientasi individu.
Emapat sistem kepemimpinan menurut Likert adalah:
- Sistem 1: pemimpin sangat
otokratis. Memiliki sedikit kepercayaan pada bawahannya dan suka
mengeksploitasi bawahan. Pemimpin juga sering memberi hukuman.
- Sistem 2: pemimpin otokratis
yang baik hati. Pemimpin mendengae pendapat dari bawahan, memotivasi dengan
hadiah dan hukuman, tetapi bawahan masih merasa tidak bebas membicarakan
pekerjaan dengan atasan.
- Sistem 3: pemimpin
mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan. Pemimpin melakukan sedikit
partisipasi sehingga bawahan merasa sedikit bebas membicarakan pekerjaan dengan
atasan.
- Sistem 4: pemimpin bergaya
kelompok partisipatif. Pemimpin mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap
bawahan, mempersilahkan bawahan untuk menyampaikan ide-ide inovasi sehingga
bawahan merasa bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.
3. Teori Situasional
Teori ini menitikberatkan pada
berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi
tertentu. Gaya kepemimpinan berdasarkan teori situasional adalah:
a. Teori kepemimpinan kontingensi
Teori ini dikembangkan oleh
Fiedler dan Chemers yang menyatakan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin bukan
hanya karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga faktor situasi dan
saling hubungan antara pemimpin dengan situasi. Ada dua gaya kepemimpinan
menurut teori ini, yaitu:
- Gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas
- Gaya kepemimpinan yang mengutamakan
hubungan kemanusiaan
Tiga faktor yang
mempengaruhi gaya kepemimpinan yaitu:
˗
Hubungan antara pemimpin dengan anggota
˗
Variabel struktur tugas dalam situasi kerja. Tugas yang berstruktur adalah
tugas yang memiliki prosedur berupa
langkah-langkah untuk penyelesaian tugas itu telah tersedia.
˗
Variabel kekuasaan karena posisi pimpinan (Fattah, 2006: 96)
b.
Teori kepemimpinan tiga dimensi
Teori
ini dikemukakan oleh Reddin yang merumuskan empat kelompok gaya dasar
kepemimpinan yaitu:
-
Separated: pemisah
-
Dedicated: pengabdi
-
Related: penghubung
-
Integrated: terpadu
c.
Teori kepemimpinan situasional
Konsep
kepemimpinan situasional pertama kali dirumuskan oleh Paul Hersey dan Kenneth
Blancard yang merupakan pengembangan dari teori kepemimpinan tiga dimensi yang
didasarkan pada hubungan antara tiga faktor yaitu peirlaku tugas, perilaku
hubungan, dan kematangan. Gaya kepemimpinan berdasarkan teori ini yaitu:
-
Gaya mendikte (telling): diterapkan jika anak buah
dalam tingkat kematangan rendah dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang
jelas.
-
Gaya menjual (selling): diterapkan jika anak buah
memiliki kemauan untuk melakukan tugas tapi belum didukung oleh kemampuan yang
memadai.
-
Gaya melibatkan diri
(participating): diterapkan jika anak buah memiliki kemampuan tetapi kurang
percaya diri.
-
Gaya kendali bebas (delegating): diterapkan jika anak buah
memiliki kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas sehingga dapat diberikan
tanggung jawab secara penuh.
MOTIVASI DALAM MANAJEN
Motivasi berasal dari kata movere yang berarti
dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya
ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi
mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau
bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang
telah ditentukan.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang
menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja
giat dan antusias untuk mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting
karena manajer membagikan pekerjaan pada bawahannya untuk dikerjakan dengan
baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.
Perusahaan tidak hanya
mengharapkan karyawan mampu, cakap dan terampil tetapi yang terpenting mereka
mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal.
Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi perusahaan jika mereka
tidak mau bekerja giat.
TUJUAN MOTIVASI
Tujuan motivasi menurut Malayu
S.P. Hasibuan (2005:146) adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan
moral dan kepuasan kerja karyawan.
b. Meningkatkan
produktivitas kerja karyawan.
c. Mempertahankan
kestabilan karyawan perusahaan.
d. Meningkatkan
kedisiplinan karyawan.
e. Mengefektifkan
pengadaan karyawan.
f. Menciptakan
suasana dan hubungan kerja yang baik.
g. Meningkatkan
loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan.
h.
Meningkatkan kesejahteraan
karyawan.
i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap
tugas-tugasnya.
j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku
JENIS JENIS MOTIVASI
Malayu S.P Hasibuan
(2005:150) mengatakan
bahwa jenis-jenis motivasi adalah sebagai berikut:
a. Motivasi
Positif (Insentif Positif)
Motivasi Positif adalah Manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi di atas prestasi standar
b. Motivasi
Negatif (Insentif Negatif)
Motivasi Negatif adalah Manajer memotivasi bawahan dengan standar mereka akan
mendapatkan hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam
waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka
panjang dapat berakibat kurang baik.
METODE MOTIVASI
Malayu S.P. Hasibuan
(2005:149), mengatakan bahwa ada dua metode
motivasi adalah sebagai berikut:
a. Motivasi
Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan Non Materiil) yang diberikan
secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta
kepuasannya, jadi sifatnya khusus, seperti pujian, penghargaan, tunjangan hari
raya, bonus dan bintang jasa.
b. Motivasi
Tidak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi Tidak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran
tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya.
Misalnya ruangan kerja yang nyaman, suasana pekerjaan yang serasi dan
sejenisnya.
PROSES MOTIVASI
Malayu S.P. Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai berikut :
a. Tujuan
Dalam proses motivasi
perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan
dimotivasi kearah tujuan.
b. Mengetahui
kepentingan
Hal yang penting dalam
proses motivasi adalah mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat
dari sudut kepntingan pimpinan atau perusahaan saja.
c. Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi
harus dilakukan komunikasi yang baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui
apa yang akan diperolehnya dan syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya
insentif tersebut diperolehnya.
d. Integrasi
tujuan
Proses motivasi perlu
untuk menyatukan tujuan organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan
organisasi adalah needscomplex yaitu untuk memperoleh laba serta
perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan individu karyawan ialah pemenuhan
kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan organisasi dan tujuan karyawan harus
disatukan dan untuk itu penting adanya penyesuaian motivasi.
e. Fasilitas
Manajer penting untuk
memberikan bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan
mendukung kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan
kendaraan kepada salesman.
f.
Team Work
Manajer harus membentuk Team
work yang terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team
Work penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
TEORI – TEORI MOTIVASI
Beberapa teori motivasi
yang dikemukakan oleh para ahli yang bisa menjadi sumber untuk perusahaan dalam
memotivasi dan meningkatkan kinerja karyawannya adalah:
a. Teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow
pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs),
seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal
dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan
akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan
kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik.
Juga jelas bahwa
kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat
pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Berangkat dari kenyataan
bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan
dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan
karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu
yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman
serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan
sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu
ditekankan bahwa :
-
Kebutuhan yang satu saat
sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
-
Pemuasaan berbagai
kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan
kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya. Berbagai kebutuhan
tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi
dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan
itu.
-
Kendati pemikiran Maslow
tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah
memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang
berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
b. Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek
fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala,
mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil.
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi
tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi
untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
(3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
-
c. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim
“ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah
yaitu : E= Existence (kebutuhan akan eksistensi), R= Relatedness (kebutuhan
untuk berhubungan dengan pihak lain, dan G= Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan). Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal
penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model
yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness”
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan
“Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow.
Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih
lanjut akan tampak bahwa :
-
Makin tidak terpenuhinya
suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
-
Kuatnya keinginan
memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang
lebih rendah telah dipuaskan;
-
Sebaliknya, semakin
sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan
untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
-
Tampaknya pandangan ini
didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang
dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang
dicapainya.
d. Teori
Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi
penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal
dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor
hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional
adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti
bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan
seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor
motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang
dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi,
kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori
Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebihberpengaruh
kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang
bersifat ekstrinsik.
e. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia
terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi
kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih
besar, atau
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
-
Harapannya tentang
jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi,
seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
-
Imbalan yang diterima
oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya
relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri
-
Imbalan yang diterima
oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan
kegiatan sejenis;
-
Peraturan
perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang
merupakan hak para pegawai Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan
ini berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan
para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan
perpindahan pegawai ke organisasi lain.
g. Teori
penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan
mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif
tentang penetapan tujuan.
h. Teori
Victor H. Vroom (Teori Harapan)
Victor H. Vroom,
dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori
yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya
itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori
harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk
memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong
untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah.
0 komentar:
Posting Komentar